Marni hanya terduduk lemas di makam anak perempuannya. Dia menyesal dan sudah terlambat. Anaknya telah terbujur kaku dan sudah meninggalkannya. Marni mengelus-ngelus pusara anaknya. Marni tak dapat menahan tangisnya. Ia menyesal, andai saja ia tak pergi jadi TKW di Taiwan belum tentu dapat yang baik. Tapi mungkin kejadian ini tak terjadi. Penyesalan ini menjadi trauma sendiri bagi Marni. Tujuannya untuk memperbaiki ekonomi ternyata seperti ini. Marni membayangkan anaknya harus mengalami penderitaan seperti ini . sungguh tak punya hati Asep suaminya tega membunuh anak kandungnya sendiri.
Ini semua bermula dari keinginan Marni untuk menjadi TKW untuk memperbaiki nasib mereka. Marni melihat Ipah setelah menjadi TKW bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Bahkan anak-anaknya bisa sekolah ke kota. Saat Marni minta ijin pada Asep suaminya, Asep terdiam lama.
      "Tapi aku masih bisa bekerja , Marni. Kalau mau kerja di sini saja atau kota yang dekat dengan desa kita,"tukas Asep.
      "Di sini kerjaannya hanya jadi buruh. Di kota belum tentu dapat besar daripada menjadi TKW," tukas Marni. Marni berusaha membujuk suaminya. Akhirnya Marni diijinkan untuk menjadi TKW di Taiwan. Marni senang sekali. Marni yakin dengan dia bekerja di sana, perekonomian keluarganya bakal terselamatkan. Atih anaknya bisa sekolah bahkan sampai ke perguruan tinggi. Marni memperisapkan semuanya dengan harapan yang membuncah.
      "Mak, kenapa harus pergi, Atih sama siapa?" tanay Atih. Marni mengelus anaknya yang masih usia 12 tahun.
      "Emak kerja biar Atih bisa sekolah tinggi. Kan Atih mau jadi dokter katanya." Marni mengelus kepala anaknya.  Atih sampai menangis saat Marni membawa kopernya keluar. Marni berusaha menahan tangisnya. Semua ini demi keluarga. Marni mempercepat langkah kakinya, dia tak mau lagi dengar suara tangisan Atih.
Setiap bulan Marni mengirim uangnya ke kampung. Apalagi majikannya amat baik padanya. Marni kontarkanya sudah 3 tahun tapi Marni malah memperpanjang kontraknya karena diiming-imingi majikannya gajinya akan dinaikan lagi. Akhrinya Marni menambah kontraknya untuk dua tahun ke depan. Tapi itu menjadi malapetaka baginya. Asep ternyata malah memperkosa Atih. Malah akhirnya membunuh anak kandungnay sendiri. Betapa keji suaminya. Hal itu dilakukan karena Atih melawan saat ayahnya mulai mendekatinya lagi. Dan itu membuat Asep kalap dan mencekik leher anaknya sendiri.Akhirnya Marni kembali ke kampung tapi semua sudah terlambat. Asep sudah mendekam di penjara. Rumahnya sudah bagus tapi Marni merasakan kepedihan yang luar biasa. Semua yang bagus ini tak ternilai dibanding anaknya. Anaknya telah tiada. Sungguh tega suaminya. Tapi mau apa lagi , hasrat pria yang lama ditinggal istrinya membuatnya gelap mata. Marni merasa ini juga andil dari dirinya yang gak pulang-pulang.
Semua sudah terlambat. Marni masih berada di pusara Atih. Marni gak beranjak dari pusara anaknya. Ia masih ingin bersama Atih. Masih ingat ketika Atih menangis melarang dirinya pergi. Andai saja dia tak pergi saat itu, Atih masih ada bersamanya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H