Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kabur

10 Desember 2020   02:19 Diperbarui: 10 Desember 2020   02:58 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.hobinatang.com

Aku bersyukur kini bisa tinggal bersama Dela dan keluarganya. Aku diadopsi dari jalanan. Dulu aku kucing yang dekil , sakit-sakitan dan kurung kering. Ya, gimana lagi , makannya ambil dari sampah yang semuanya bekas sisa makanan manusia. Belum lagi aku sering disiksa oleh orang-orang yang jail . Begitu juga dengan kucing-kucing besar lainnya. Sungguh pengalaman yang buruk. Saat itu aku terkulai lemas di tepi jalan karena aku kelaparan . Entah mengapa ada tangan mungil yang akhirnya membawa diriku ke rumah yang nyaman. Aku di tempatkan di kardus kecil yang sudah dialasi kain flanel. Lembut sekali. Aku merasa nyaman sehingga aku bisa tidur nyenyak sekali. Belum lagi setiap pagi aku diberi minum susu. Rasanya enak sekali. Perlahan aku tumbuh menjadi kucing yang cantik. Aku merasakan tubuhku mulai membesar . Bulu-buluku juga mulai mengkilat. Setiap bulan Dela selalu membawaku ke salon hewan. Di sana aku dimandikan, dibersihkan, digunting kukunya. Pulang dari salon, aku merasa seperti ratu kecantikan. Saat melewati tempat sampah aku melihat beberapa kucing sedang mencari makan. Ah, kini aku sudah nyaman, tak perlu lagi kesusahan.

Sampai suatu hari, Dela bercerita pada ibunya kalau aku harus divaksin. Katanya ada beberapa vaksin yang harus disuntikan padaku. Aku gak tahu apa itu vaksin, lah hidupku di jalanan mana tahu vaksin. Katanya sih vaksin ini buat tubuh menjadi sehat tak terserang penyakit terutama rabies. Aku juga belum pernah merasakan bagaimana rasanya divaksin.

            "Kalau gitu biar Nori divaskin saja, tapi jangan sekaligus, setiap bulan satu vaksin saja,"tukas ibu.

            "Iya, mama. Dela akan bawa Nori ke dokter hewan. Begitulah aku kini ada di atas meja sedang diperiksa oleh dokter hewan. Dokter hewannya cantik. Dan dia mulai memeriksa dari kuku, kulit, telinga ,mata,mulut dan aku didengarkan jantungku dengan stestokop.

            "Nori sehat, jadi bisa divaksin. Kali ini vaksin Rabies dulu ya,"tukas dokter itu

Aku terkejut saat dokter mengeluarkan alat seperti jarum . Dia memasukan obat dari botol kecil . Dan tiba-tiba saja dokter itu menusukan jarum itu ke tubuhku. Aku kaget dan aku menjerit.

            "Gak apa-apa kok,"tukas dokter itu sambil mengelus-ngelus kepalaku. Dan Dela langsung menggendongku.

            "Bulan depan ke sini lagi untuk divaksin yang lain ya,"tukas dokter. Aku merasa terkejut. Jadi bulan depan aku bakal disuntik seperti itu lagi. Aduh, aku gak mau, rasanya sakit

Sampailah di bulan depan, aku mulai ketakutan karena Dela sudah memberitahu ibunya mau antar aku ke dokter hewan lagi. Aku gak tahu kenapa aku harus divaskin lagi. buat apa? Aku sehat-sehat saja. Malah sehat sekali. Lalu kalau aku divaskin, kenapa kucing liar gak? Mereka gak membutuhan vaksin. Aku mulai ketakutan . Aku gak mau divaskin lagi, tapi aku harus bagaimana. Kabur? Kalau aku kabur dari sini, aku bakal hidup di jalanan lagi dan tak terjamin makananku. Tapi aku takut disuntik. Tapi ketakutan aku begitu kuat sehingga aku kabur dari pintu belakang rumah. Lari sekencang mungkin dan sembunyi di tumpukan sampah. Aku melihat diriku mulai kotor oleh sampah. Aku mendengar suara Dela memanggil-manggi aku. Ingin rasanya datang pada Dela tapi aku takut disuntik.  Kabur membawa konsekwensi tersendiri. Aku mulai mencari makan sendiri lagi. Dari sampah satu ke sampah lainnya. Aku hanya bisa menangis. Kabur memang jalan terbaiku diriku untuk menghindari vaksin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun