Tapi apa boleh buat , niat pak Burhan sudah bulat. Benar saja sudah hampir 7 km, aku mulai kepayahan. Aku melihat pak Burhan juga kelelahan. Sepedanya banyak disusul oleh teman-temannya. Pak Burhan mulai gelisah. Dirinya harus menang. Pak Burhan mengayuh sepedanya lebih keras lagi . Dan tiba-tiba saja pak Burhan terjatuh. Aku tergeletak dengan stang putus di tengah.
"Berhenti, pak Burhan jatuh,"teriak salah satu teman pak Burhan. Semua menghampiri pak Burhan. Dan seseorang menelpun rumah sakit. Dan nyawa pak Burhan tak bisa diselamatkan. Jantung pak Burhan gak kuat dengan kerja kerasnya selama ini.
Istri pak Burhan menangis terus tak ada henti-hentinya. Ia menyesali suaminya nekad untuk ikutan lomba ini. Kini kemana lagi akan ada pemasukan uang buat dirinya ke salon, arisan, jalan-jalan ke mall. Semua hilang. Ini semua gara-gara sepeda. Aku ditendangnya kuat-kuat. Stang yang sudah patah semakin patah.
"Semua gara-agar sepeda." Dan aku akhirnya berakhir di tukang loak. Istri pak Burhan membuangku di tong sampah . Pemulung membawanya dan menjualnya di tukang loak. Kini aku menerima nasibku. Menjadi sepeda yang berjaya dengan merek terkenal, menjadi sepeda bekas yang masih kece dilihat . Dan akhirnya aku teronggok di tukang loak dengan kondisi yang menyedihkan. Apa aku akan ada yang beli?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H