Aku sudah tertidur pulas di teras rumah bu Irfan. Perutku terasa kenyang ditambah angin yang bertiup benar-benar sepoi-sepoi membuat mataku mulai mengantuk. Dan aku sudah tertidur pulas. Masih terbayang ikan asin di atas meja sudah aku santap , habis tuntas tak ada sisa sedikitpun. Sedari pagi hidungku mencium ibu menggoreng ikan asin.Â
Baunya itu sangat menggugah selera. Tapi beberapa kali lewat meja makan, selalu ada saja yang duduk di sana. Mereka menikmati ikan asin dengan sambal tomat. Aku merasa ketakutan , jangan-jangan aku gak kebagian sedikitpun. Habis mereka begitu lahap makan pagi ini.
Akhirnya semua sudah pergi dari meja makan. Inilah kesempatan aku untuk memakan ikan asin itu. Â Baunya masih tercium dari bawah. Aku melompat naik meja dan dengan kakiku aku mencoba membuka tudung saja.Â
Saat terbuka sedikit tercium harumnya ikan asin. Perlahan dengan kakiku aku meraih ikan asin itu dan sedikit demi sedikit semua aku lahap. Perlahan  aku turun dan berlari ke teras depan. Duduk dengan perut kekenyangan. Pagi ini indah seindah hariku, pagi-pagi sudah bisa makan enak. Dan kini aku tertidur di depan teras. Beberapa penghuni rumah mulai pergi, tapi aku tak peduli lagi dengan mereka. Perutku sudah kenyang dan keset ini begitu hangat untukku tidur.
Tiba-tiba saja aku tersentak kaget saat terdengar suara ibu berteriak-teriak. Aku melihat jam dinding di rumah. Ternyata sudah jam 3 siang. Jadi aku tidur begitu lama . Dan penghuni rumahpun sudah kembali dari aktivitasnya. Aku mulai merengangkan tubuhku yang mulai pegal . Dan aku mau tahu ada apa ribut-ribut di dalam rumah.
      "Siapa yang makan ikan asin ini?" Tanya ibu. Anak-anak mereka saling pandang dan menggeleng-gelengkan kepala.
      "Tadi pagi masih ada bu,"tukas Bunga.
      "Coba lihat, ada gak?" teriak ibu.
      "Tapi bu, di rumah kan gak ada siapa-siapa, lalu kenapa ikannya bisa hilang ?"
      "Ada apa ribut-ribut sih,"tukas Dina  saat sampai di rumah.
      "Itu ikan asin ibu."