Sore itu aku tak ketinggalan sudah nongkrong di depan televisi. Tiap sore aku tak bisa diganggu gugat kalau sudah acara sinetron Tukang Ojeg Pengkolan. Entah mengapa aku suka sekali dengan ceritanya. Dan tokoh yang aku suka adalah tokoh mas Pur atau mas Purnomo. Memang orangnya nyeleneh dan suka-suka. Dengan tampang yang memang pas-pasan.
Aku begitu trenyuh dengan nasibnya dalam hal mencari pasangan. Selalu gagal dan gagal lagi. Semua karena tampangnya. Padahal dia begitu mencintai tapi semua banyak yang menolaknya. Bahkan dia harus melihat sahabat-sahabatnya di pangkalan ojeg semua menikah sedang dia hanya bisa melihat kebahagiaan sahabatnya. Ironis dan aku jatuh kasihan pada dirinya. Dan mulai suka dengan mas Pur.
"Nia, tolong beliin mak, gula dulu. Mak mau bikin kopi buat bapakmu,"teriak mak dari dapur. Gak tahu orang lagi nonton, si mak itu ganggu kesukaan orang saja. Aku mendumel sendiri tapi tetap belum beranjak dari depan televisi.
"Nia, iki anak jaluk dipentung sirahe ." Mak sudah ada di sampingku sambil matanya melotot.
"Mengko wae mak, sitik meneh iki sinetrone." Aku mulai minta dispensasi. Tapi mak sudah berkacak pinggang, artinya aku harus segera membelikan kopi. Huh, si mak juga kalau lagi nonton sinetron yang gak jelas itu juga suka lupa waktu. Dan gak mau diganggu gugat. Giliran aku, malah sibuk nyuruh sana sini.
"Ojo ngedumel wae. Pergi sana,"tukas mak sambil mendorong tubuhku ke arah pintu. Dengan berat hati aku meninggalkan rumah . Dan sialnya di warung bu Inah lagi banyak yang membeli jadi aku harus menunggu lama. Dan benar juga sampai rumah acara ojeg pengkoaln sudah selesai. Aku mengerutu,.
Pagi itu aku lari pagi di sekitar komplek . Biasa hari minggu sambil cuci mata juga . tiba-tiba ada yang menegur aku dari belakang.
"Nia ya?" aku menoleh dan kaget saat aku melihat mas Pur ada di sana dengan senyum lebarnya.
"Kok tahu nama aku?"
"Tahu dooooong,"tukas mas Pur. Begitu sering dia ucapakan di sinetron. Aku tertawa lepas bersama mas Pur.
"Kamu kan suka sekali nonton sinetronku kan?"