Mengunjungi Maggar di Belitung Timur ada ciri khasnya. Banyak terdapat warung kopi di sepanjang jalan dan ramai dikunjungi banya orang.Banyak orang yang ada di warung tersebut baik pria maupun perempuan, Saling bicara satu sama lain sambil menikmati kopi hangat. Tapi jangan berharap lihat kedai kopi yang mewah. Hanya berupa warung-warung di tepian jalan dengan atap seng.Â
Kadang berdinding kadang tidak. Meja dan kursinya berbahan kayu, dimana kursinya kadang berupa kursi panjang yang bisa ditempati banyak orang. Dengan harga kopi yang murah meriah dan buka 24 jam, warga bisa menikmati kapan waktu karena buka begitu lama.Karena banyaknya pengunjung pemilik warung selalu menyediakan seduhan kopi dalam panci besar. Jadi bubuk kopinya dimasukan dalam saringan sehingga akan terpisah ampasnya. Nah bila ada pengunjung akan dididihkan kembali di panci kecil. Dan kopi akan siap disajikan pada penikmat kopi.
Akhirnya kota Manggar ini dicanangkan sebagai kota 1001 warung kopi oleh gubernur Bangka Belitung  . Dan didirikanlah sebuah tugu yang berbentuk teko dan cangkir. Tradisi minum kopi sudah lama dijalani penduduk Belitung.Dulu pekerja tambang sebelum dan sesudah kerja akan mampir di warung kopi untuk minum kopi sambil melepas lelah. Â
Akhirnya penduduk menjadi suka sekali nongkrong di warung kopi. Walau hanya beli satu cangkir kopi tapi ngobrolnya bisa berjam-jam. Suasana akrab banyak terjalin di sini, bahkan rapat kantorpun ada yang di warung kopi. Mungkin suasana yang santai bisa membuat rapat tidak terlalu tegang dan bisa memecahkan masalah yang ada.
Katanya sih pemerintah akan menyediakan lahan untuk membuat perkebunan kopi yang akan dikelola masarakat sehingga kebutuhan akan kopi yang banyak di Belitung bisa terpenuhi. Walau terlihat warung kopi yang berjejer banyak tetapi mereka semua akur-akur tak ada persaingan besar karena mereka punya langganan tersendiri.Â
Sebetulnya katanya tradisi minum teh dan kopi ini dilakukan oleh orang Cina Kuncit atau Parit yang bekerja juga di penambangan timah. Orang-orang Cina ini suka sekali bercengkerama di warung kopi . Sampai akhirnya penduduk asli orang Melayu ikutan juga suka minum kopi di warung kopi. Dan tradisi minum kopi akhirnya menjadi kebiasaan juga warga asli setempat. Dan yang mereka jual bukan kopi yang seduhan tapi mereka mengolah sendiri dari biji kopi mentah sehingga rasanya juga akan terasa berbeda.
Berhubung bukan penggemar kopi karena bermasalah dengan perut, makanya saat ada di kota Manggar tak mencicipi kopi di warung kopi di sana. Hanya melihat deretan warung kopi yang berisi orang-orang yang sedang menikmati kopi. Suasana yang terlihat nyama dan terlihat mereka menikmati walau dalam warung kopi yang sederhana. Mungkin suasana yang seperti ini yang mereka nikmati.Â
Entah kalau di sini sudah ada kafe kopi seperti di kota --kota besar seperti Jakarta, apa mereka tetap betah ngopi di sana. Mudah-mudahan sih tak ada kafe besar di sana karena justru warung-warung kopi sederhana seperti inilah yang menjadi ciri kota Manggar yang bisa menarik juga bagi wisatawan yang gemar minum kopi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H