Mohon tunggu...
Hassanah
Hassanah Mohon Tunggu... Freelancer - Just a sister

Si penyuka ketenangan, aroma hujan, dan suara katak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fir dan Ulat Bulu

24 Juni 2023   17:03 Diperbarui: 24 Juni 2023   17:10 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai, Fir. Apa kabarmu di Kota Keadilan? Dalam amplop ini kukirim juga sepoi angin yang menggoyangkan dedaunan hingga embun-embun yang menempel di atasnya jatuh, tepat di atas ranting dan daun kering kesukaanmu. Pun langit biru yang sedikit kekuningan di sebagian sisi, serta kabut tipis dengan berkas mentari pagi khas pegunungan. Kemudian penonton setia yang setiap kali kita bermain ayunan, mereka selalu malu-malu di balik dahan atau cabang-cabang pohon kayu untuk mencuri pandang, binatang berbulu dan bergigi lucu: tupai dan kelinci.

Ah ... sudah lama sekali rasanya kita tidak bermain ayunan bersama. Tapi setiap kali aku merindukanmu, aku akan duduk di ayunan itu sendirian sambil menghitung pohon-pohon. Dan biasanya, Opa akan menghampiriku lalu bercerita tentang bagaimana megahnya kota tempat tinggalmu. Hanya saja, aku heran karena setiap kali berkata ingin mengunjungimu, ia selalu berwajah tak suka. Apakah biaya ke sana sangat mahal, Fir?

Tapi kau tidak perlu khawatir. Aku pasti akan mengunjungimu suatu hari nanti karena nilai pelajaranku terus meningkat dan membuat Opa-Oma terkejut tak percaya. Wali kelasku bahkan menanyakan rahasianya. Dan kalau aku terus meningkatkannya serta mendapat sebuah keberuntungan, aku bisa mendaftar kuliah di kotamu tiga tahun lagi. Aku sampai susah tidur karena tak sabar menunggu momen itu terjadi.

Oh iya, Fir, maaf kalau kau bosan membaca kalimat ini, tapi aku benar-benar merindukanmu. Di sini, sangat sepi sekali tanpa kehadiranmu.

Seandainya waktu itu aku tidak terlambat pulang sekolah karena kelas tambahan menjelang ujian, aku pasti ikut mengantarkanmu pergi bersama yang lain. Di tanggal yang aku sukai, di hari pembukaan Piala Dunia ke-18, aku merasa ditinggalkan lagi. Dan entah mengapa, sejak saat itu aku jadi begini: melihatmu dalam mimpi sambil bermain melawan asap dari kayu basah milik Opa, mendorong ayunan yang kau duduki, dan tentu saja bermain bola sepak dengan aku sebagai penjaga gawang. Hanya satu saja yang kurang, Fir, yaitu permainan kesukaanmu, permainan teka-teki kata.

Fir, kenapa orang dewasa terlalu banyak pikirannya? Apa yang membuat mereka takut-takut sehingga mengorbankan kepercayaan seseorang? Apakah mereka takut kalau aku menjadi tak bergairah dan akhirnya gila? Apa mereka takut aku kembali seperti dulu saat pertama kali datang ke sini? Apa mereka takut aku membusuk di rumah lamaku seorang diri? Aku tahu mereka ingin melindungiku, tapi nyatanya mereka hanya menunda rasa sakit itu sementara. Bisakah kau mengerti apa yang aku rasakan, Fir?

Dulu, biasanya, ketika aku bercerita tentang kekecewaan kepadamu, kau pasti akan berkata, "Jangan cengeng! Anak-anak itu harusnya banyak tertawa bahagia, bukan menangis terus-terusan." Jelas sekali kau mengejekku saat itu, tapi aku menyukai kalimat-kalimatmu.

Aku masih ingat saat kau datang menemuiku pertama kali dengan topi aneh yang pada akhirnya aku menjadi terbiasa melihatmu menggunakan itu. Kau membawa seekor ulat bulu dalam toples dan dua keping koin cokelat, lalu menyuruhku memilih salah satu secara tiba-tiba. Dan apa kau masih ingat ketika aku meninggalkanmu saat itu sambil menangis? Kau benar-benar aneh! Mana ada orang yang baru berjumpa pertama kali tiba-tiba menyodorkan ulat bulu, Fir. Kau ini.

Ah iya, mengingat itu, sepertinya aku juga teringat satu hal. Aku belum meminta maaf kepadamu sampai detik ini, bukan? Oke, kalau begitu aku akan sengaja menjatuhkan kuas lukismu lalu berkata: Sorry.

Apakah kau mau memaafkanku, Fir? Katakanlah iya seperti dulu-dulu, saat aku sering kali tak sengaja mengganggumu melukis pemandangan di halaman belakang rumahmu yang menyatu dengan halaman belakang rumah Opa. Apakah kau masih suka melukis? Bagaimana dengan kuas kirimanku untukmu bersama surat sebelumnya sebagai hadiah tahun baru? Apakah kau menerimanya? Aku akan menunggu balasan surat-suratmu setiap awal tahun dan bulan Juni seperti ketika menunggumu kembali dari kota untuk pengobatan waktu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun