"Kalau macam ni, Pak Leman tak nak ambil ikan dari kita lagi."
Ucapan Ken membuat Nay terisak. Bayang-bayang tangan berkulit legam meraba tubuhnya membuat dadanya panas. Kepalanya terasa seperti berputar-putar untuk beberapa saat. Bahkan bisikan si pemilik tangan berkulit legam itu sukses membuat bulu kuduknya meremang. Kejadian waktu itu seakan-akan memeluknya hingga napasnya terasa sesak.
Ken sudah tak lagi berisik. Ia berdiri di depan Nay dengan rasa penasaran dan khawatir yang menjadi satu. Semakin dilihat, Ken sadar jika kakaknya menjadi lebih kurus dibandingkan sebulan yang lalu. Bibir yang selalu dioles dengan pelembab, kini menjadi tak ubahnya sisik ikan yang dijemur. Rambut yang biasa dikuncir, kini tergerai dan dibiarkan berantakan. Dan Nay tak lagi pernah menggunakan rok kesayangannya yang selalu digunakan pada sabtu sore kala menonton pertandingan voly pemuda kampung. Ia juga menjadi jarang bersenandung di sela-sela menjemur ikan.
Entah perasaan apa yang Ken rasakan, tapi matanya menjadi panas saat melihat Nay terus terisak-isak tanpa berkata apa-apa. Ia merasa dadanya menjadi sakit sekali. Tetapi, ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Kalau diingat-ingat, Nay selalu menghindar untuk mengantar ikan ke rumah Pak Leman. Dua hari lalu, Nay menyuruh Ken dengan imbalan menggantikannya mencuci perahu. Lalu minggu lalu, Nay sengaja ikut Cik Abe untuk memanen rumput laut, padahal jelas-jelas ia sangat takut pada Cik Abe yang terkenal suka marah-marah. Dan jika diingat-ingat lagi, Nay pernah menangis serta tak keluar kamar dalam beberapa hari sepulang mengantar ikan.
Ken tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Nay. Ia tidak mengerti alasan Nay berlaku demikian. Hanya saja, ia menyadari bahwa Nay tidak baik-baik saja.
"Akak tak payah antar ikan kalau tak nak." Ken mengambil paksa keranjang ikan yang digenggam Nay. "Biar aku yang antarkan." Tangan kecilnya menarik keranjang itu sekuat tenaga.
Nay berjongkok setelah keranjang di tangannya berpindah tempat. Ia menyembunyikan wajahnya di antara lutut dan lengannya yang memeluk kedua kakinya. Bahunya bergetar dan celananya mulai basah oleh deburan ombak yang menerjangnya dengan lembut. Dengan masih tidak berkata apa-apa, Nay menangis di bawah terik matahari yang menyengat.
Ken bergegas menuju rumah Pak Leman dengan susah payah. Keranjang ikan yang dibawanya tidak sebanding dengan tubuh kecilnya. Walau tidak mudah, bukan berarti Ken tidak mampu melakukannya. Hanya saja, sepanjang perjalanan, ia memikirkan Nay dan kemungkinan-kemungkinan yang membuat kakaknya menangis seperti tadi. Apa mungkin karena ia menolak membantu Nay sore kemarin? Atau karena ia membentak Nay karena tidak mau belajar? Atau juga karena ia mengambil uang dua puluh ribu milik Nay sebulan lalu?
Bocah bertubuh kurus itu meletakkan sejenak keranjang yang dibawanya. Sambil menarik napas dalam, ia menatap rumah Pak Leman di ujung jalan. Ia juga memikirkan beberapa alasan mengapa bukan kakaknya yang mengantar. Sebab, Pak Leman akan marah-marah jika bukan kakaknya yang datang mengantar ikan. Kemudian Ken mengangkat keranjang dan melanjutkan langkahnya.
Setibanya Ken di rumah dengan cat paling mencolok di antara rumah-rumah lain, Pak Leman yang berdiri di teras tampak geram melihatnya datang sambil terhuyung-huyung. Lelaki paruh baya itu bertolak pinggang dan menanyakan di mana keberadaan Nay. Dan Ken segera berdalih kalau kakaknya demam. Walau lelaki berkemeja necis itu tidak langsung percaya dan terus mengomel tidak akan mengambil ikan dari keluarga mereka lagi, tetapi Ken kukuh dengan pernyataan sebelumnya. Dan satu kemungkinan yang muncul di kepala Ken mengenai penyebab Nay menangis ialah Pak Leman lebih galak dibandingkan Cik Abe.
Ken pun pulang setelah mendapat beberapa lembar uang. Ia berlari menuju rumah agar bisa bermain bola sepak setelah memberikan uang tersebut pada ibunya. Tetapi, di perjalanan, ia melihat Nay masih berada di tepi pantai dengan garis ombak yang sudah melewatinya. Mulanya ia ingin mengabaikannya saja, tapi setelah sepuluh langkah berjalan, kakinya mendadak enggan bergerak. Isak tangis Nay yang sebelumnya membuat Ken menjadi tak enak hati. Ia pun berbalik dan berjalan cepat menghampiri kakaknya.