[caption id="attachment_165362" align="aligncenter" width="548" caption="Presiden SBY, Bibit dan Chandra, Jaksa Agung(dok.rul)"][/caption]
Kejaksaan melalui Kajari Jakarta Selatan (1 Desember 2009) memutuskan penghentian perkara Bibit-Chandra (kasus pemerasan dan penyalahgunaan wewenang) dengan menerbitkan Surat Keterangan Penghentian Perkara(SKPP). Atas keputusan itu Anggodo Widjojo (AW) mengajukan prapradilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada tanggal 19 April 2010Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan permohonan prapradilan AW dengan memutuskan dan membatalkan SKPP Bibit-Chandra karena tidak memiliki legal standing. Selanjutnya Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jakarta Selatan tersebut.
Atas kondisi tersebut, maka Jaksa Agung Hendarman Soepandji di kantor Kepresidenan Jakarta, Kamis (10/6/2010) yang tentu mendapat dukungan sebelumnya dari Presiden SBY, memastikan akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Pengajuan PK tersebut tentu akan berpengaruh pada kerja KPK itu sendiri, karena jelas bahwa Bibit-Chandra kembali menjadi tersangka, maka otomatis Bibit-Chandra tidak boleh tangani perkara di KPK lagi, yang pasti peran Bibit dan Chandra hanya sebatas memberikan kontribusi pikiran dan pendapat dalam pengambilan kebijakan pada institusi superbodi tersebut, namun sebenarnya kontribusi itu sudah valid lagi, karena Bibit dan Chandra tentu akan konsentrasi pada perkaranya.
Unsur Ketua KPK saat ini sisa dua orang saja (M.Jasin dan Haryono), ini jelas pasti lumpuh, pincang, dipinggir jurang dan tentu tidak menggigit lagi, terlebih kedua wakil Ketua KPK tersebut bukan berlatar-belakang hukum. Banyak kalangan mengusulkan bahwa sebaiknya M.Jasin dan Haryono sekaligus mundur saja (tentu hak-haknya tidak terabaikan), dan langsung pemilihan atau memilih ketua dan wakil ketua KPK (5 orang), itu mungkin lebih tepat dan lebih gampang dari pada memilih satu orang calon Ketua KPK seperti yang sementara berlangsung saat ini (baca juga saran Amien Rais). Sekedar catatan Pansel Ketua KPK saat ini mengharap disisa paruh waktu pendaftaran akan muncul calon ketua KPK yang baik, itu berarti pendaftar yang lebih seratus orang tersebut (didominasi pengacara/konsultan hukum)belum ada masuk nominasi ??? wah ini lebih gawat sobat !!!
Kembali ke masalah pengajuan PK (terhadap pembatalan SKPP Bibit-Chandra) oleh Jaksa Agung, juga dinilai keliru banyak kalangan. Sementara Jaksa Agung mengatakan bahwa Hakim PN Jaksel dan PT. DKI Jakarta keliru dan tidak adil dalam putusan prapradilan Anggodo Widjojo itu. Wah bingung nih, Jaksa Agung sendiri (malah bersama Kepolisian) pernah memutuskan P21 (kenapa jaksa tidak P22 sebelumnya). Kalau begini, artinya bagi masyarakat benarlah apa yang diputuskan pengadilan (PN dan PT) tersebut karena meluruskan jalan yang salah/keliru oleh jaksa dan polisi sebelumnya dan memperlihatkan jalan terbaik atau mengantar perkara yang sudah P21 itu supaya digelar perkaranya di pengadilan negeri (Bibit-Chandra kembali jadi tersangka, perkara dilanjutkan = Batal SKPP), mungkn itu yang benar ya…???? Selamat “Baravo” dan sukses buat hakim PN Jaksel dan PT DKI Jakarta, berani menembus batas……. (orang-orang seperti ini yang pantas memimpin KPK, tapi itu menurut saya, entah menurut penentu republik ini).
Sekiranya Jaksa Agung tetap memilih mengajukan PK ke MA, jelas MA pasti hati-hati menerimanya, karena jelas bahwa PK hanya boleh dilakukan terhadap putusan pemidanaan, sementara praperadilan sendiri tidak masuk pokok perkara, pula termasuk kasasi. Juga dalam KUHAP telah diatur, yang berhak PK adalah terpidana atau ahli waris. Namun kenapa Jaksa Agung mau PK ????!!!! Atau entah berubah lagi nanti, Presiden SBY akan gunakan Hak Abolisi atau Deponeringlah…..wah memang membingungkan hukum di Indonesia, kalau yang terjerat itu orang besar (berpengaruh), hukum nampak diutak-atik, namun bila rakyat kecil, hukum berjalan normal-normal saja, inikah namanya tebang pilih..???, wahai para pemimpin, sadarlah sebelum Allah SWT sadarkan Anda….atau menunggu reformasi jilid II..???
Kronologis Kasus Bibit-Chandra
- Tanggal 2 November 2009, Presiden SBY membentuk Tim Independen (disebut dengan nama Tim Delapan) Kasus Bibit-Chandra.
- Tanggal 3 November, 2009, Mahkamah Konstitusi (MK) siding dengan agenda memutar rekaman dugaan rekayasa dari Anggodo Widjojo; Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan; Anggodo Widjoyo diperilsa Mabes Polri; Tim Delapan mulai bekerja mengklarifikasi pihak-pihak terkait dengan Kasus Bibit-Chandra.
- Tanggl 23 November 2009, Presiden SBY berpendapat Kasus Bibit-Chandra diselesaikan diluar pengadilan, katanya demi memenuhi rasa keadilan.
- Tanggal 1 Desember 2009, Kejaksaan Agung melalui Kajari Jaksel memutuskan penghentian perkara Bibit-Chandra dengan menerbitkan SKPP.
- Tanggal 19 April 2010, PN Jaksel mengabulkan permohonan praperadilanAnggodo Widjojo dan membatalkan SKPP Bibit-Chandra, SKPP ditolak karena tidak memiliki legal standing. Atas putusan itu Kejakgung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
- Tanggal 3 Juni 2010, PT DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jaksel.
- Tanggal 10 Juni 2010, Jaksa Agung memastikan pengajuan PK atas pembatalan SKPP. Bibit-Chandra tetap berstatus tersangka.
- Tanggal 11 Juni 2010, Bibit-Chandra tidak lagi menangani perkara di KPK.
[caption id="attachment_165373" align="aligncenter" width="532" caption="Korupsi Menjerat Masa Depan Rakyat, Dukung Terus KPK (dok.rul)"][/caption]
Solusi demi tetap EKSISnya KPK.
- Kalau Negara ini mau eksis sebagai Negara hukum (rule of law), segera non-aktifkan Bibit-Chandra, Ini juga merupakan perintah UU KPK, karena walaupun pengajuan PK oleh Jaksa Agung, proses hukum tetap berjalan. Bibit-Chandra tentu tidak bisa pula menangani perkara.
- SebaiknyaM.Jasin dan Haryono mengundurkan diri (legowo) demi bangsa dan negara, kalau ini menjadi pilihan, maka beliau berdua akan dikenang “positif” dalam pemberantasan korupsi baik oleh dunia khususnya Indonesia. Karena dipastikan beliau tidak akan mampu mengatasi KPK walau didampingi ratusan tenaga di KPK, mungkin lebih mudah di intervensi oleh yang lebih kuasa lagi.
- Kapolri dan Jaksa Agung (khusus dalam kasus Bibit dan Chandra) konsistenlah, kenapa kedua institusi itu sudah putuskan P21 malah tidak dilanjutkan proses hukumnya di pengadilan, ini menandakan bahwa ada tekanan, tapi entahlah……!!!!!
- Agar tidak lebih malu lagi, lebih baik Jaksa Agung urungkan niatnya untuk mengajukan PK, kembali laporkan kepada Presiden SBY, bahwa ini tidak sesuai dengan aturan di negara kita (maaf kami bukan bermaksud mengajar, tapi Cuma mengingatkan saja, supaya polemic tidak lebih menggila lagi).
- Sebaiknya Bibit-Chandra (legowo) pula meminta kepada Presiden SBY dan Jaksa Agung, agar perkaranya ini lebih baik diselesaikan saja di PN sampai tuntas. Hal ini akan berdampak positif baik kepada masyarakat (pembelajaran) terlebih kepada pribadi Bibit-Chandra karena akan mendapat kepastian hukum (bersalah atau tidak) dan tidak memperoleh keputusan “semu”. Ingat Pak Bibit dan Pak Chandra, dunia ini sementara, akhirat (kekal) menanti Anda, mari menghitung-hitung umur kita.
- Masalah Bibit-Chandra kalau memang dilanjutkan di PN, tentu akan muncul masalah baru (dugaan), tapi itu lebih baik dari pada muncul belakangan. Bibit-Chandra kelak di PN, bicaralah “bernyanyi” blak-blakan itu lebih baik (IQ)….sportif (EQ) dan agamis (SQ). Tentu Allah SWT akan berpihak dikebenaran.
Bagaimana teman-teman kompasianer…..coba beri solusi yang lebih positif lagi demi keutuhan/kemandirian KPK (bebas dari tekanan) agar KPK tidak tersandra oleh kepentingan sesaat, yang akhirnya kinerja KPK tidak kondusif lagi dalam upaya pemberantasan korupsi, semuanya akan terhambat. Satu-satunya harapan kita dalam pmberantasan korupsi itu ada di tangan KPK (maaf untuk lembaga peradilan lain-polisi dan jaksa-sedikit susah ya???) dan memang pemberantasan korupsi menjadi tugas khusus KPK..... Mari kita kuatkan lembaga KPK ini…Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H