Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Money

Restructuring BUMN Menjadi BUMR

21 Mei 2010   07:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:04 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Proses globalisasi berjalan terus tanpa menunggu bangsa kita siap atau tidak. Era dimana pergeseran paradigma pembangunan tidak dapat dielakkan, bahkan menjadi sebuah keharusan bila bangsa ini ingin terus menjadi bagian dari percaturan internasional. Untuk itu kita tidak boleh terbelenggu dalam text book yang ada (memakai pola lama, seperti yang terjadi saat ini) kita perlu berpikir cerdas mencari alternatif pembangunan ekonomi yang berbasis masyarakat (komunal) namun diterapkan dengan bisnis model yang state-of-the-art dengan paradigma ekonomi jaringan.

Dalam lingkaran ekonomi “economy circle” di era pasar bebas dimana kekuatan capital sangat dominan, maka peran pemerintah adalah penyeimbang lingkaran ekonomi tersebut kalau diterjemahkan secara kongkret, maka tugas besar pemerintah adalah sebagai pelindung lapisan masyarakat yang paling bawah melalui berbagai bentuk insentif kesejahteraan social ekonomi, tidak hanya melalui sumbangan pajak dari mereka yang kuat namun lebih dari itu melalui corporasi kerakyatan yang terorganisir.

Dari dinamika yang telah dilewati kini tiba saatnya untuk menyadari dan menata kembali prioritas nasional desentralisasi melalui otonomi daerah terus menuju ke otonomi desa, juga perlu dijalankan skenario nasional (star awal dengan melaksanakan skenario regionalmanagement atau kerjasama antardaerah; klik di sini situs Lekad ) yang cerdas, modern, yang memahamidan memanfaatkan jaringan finansial global demi kepentingan rakyat secara nasionaladalah jawaban yang tepat. Bagaimanapun ke depan bangsa kita harus segera membangun sinergi antara kekuatan finansial global dalam prioritas kepentingan rakyat secara nasional dengan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda bila tidak maka sampai kapanpun kita akan terus terpuruk, tanpa mampu untuk bangkit.

Tiga faktor utama yang menghambat pertumbuhan sektor riil adalah tingginya tingkat suku bunga, mahalnya energi (kelangkaan), lemahnya distribusi karena hancurnya infrastruktur jalan dan belum tercukupinya transfortasi yang memadai. Itulah sebabnya diperlukan perubahan sistem atau Indonesia Corporate Restructuring tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong karena semua komponen itu ada dalam suatu siklus ekonomi. Dengan demikian jaringan usaha kerakyatan(ekonomi kerakyatan) akan memperoleh bentuk terbaiknya, tinggal kesungguhan penguasa untuk menerapkannya dengan serius.

Menata Ulang BUMN/BUMD

Sesungguhnya BUMN/D dan juga bisnis-bisnis lembaga negara yang manapun adalah sapi perahan bagi elit tertentu saja. Disanalah maka hampir semua BUMN ( kurang lebih 150 BUMN di Indonesia) pada merugi“katanya”. Oleh karena itu hanya bisnis yang belum profitable sajalah yang di urus negara (misalnya produksi sarana dan prasarana militer tetap BUMN) selebihnya BUMN/D ditata ulang agar kepentingan rakyat benar-benar bisa dikedepankan.Untuk itu BUMN/D yang memang profitable ke depan di ubah menjadi BUMR (Badan Usaha Milik Rakyat) atau BUMP (Badan Usaha Milik Petani, baca buku Pertanian Masa Depan Kita, atau penjelasan Agus Pakpahan, Deputi Menteri Negara BUMN tentang BUMP klik di sini sesuai dengan skema baru dalam pengaturan perekonomian rakyat yang diintegrasikan financial global. BUMN/D sudah menyimpang dari fungsi mensejahterahkan rakyat lalu perlu pula dilakukan “corporate restructuring” menuju BUMR/BUMP. Lembaga usaha ini sebagai Gerakan Ekonomi Rakyat berskala Nasional dan International (berpikir global namun bertindak local). Berjuang untuk melawan ketidakadilan pasar, demi terwujudnya sistem perekonomian yang kokoh, tangguh, mandiri dan dinamis, sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD1945.

Dasar pendirian BUMN oleh para para founding fathers ditujukan sebagai alat negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat, kenyataannya kini menjadi ajang rebutan (penggerogotan) para elit politik/birokrasi (maaf), BUMN adalah sarang korupsi. Ini akan berakibat fatal kepada nasib BUMN/D itu sendiri sebagai corporasi BUMN/D yang seharusnya mampu bersaing secara global, ini malah menjadi pada terpuruk, akibatnya rakyat tidak mendapat manfaat, malah rakyat menjadi konsumen menopang system corpoasi BUMN/D yang membebani rakyat baik berupa menyedot dana masyarakat maupun dalam bentuk layanan yang mahal dan tidak konpetitif tanpa ada pilihan lain. Dalam buku “Mengutamakan Rakyat” klik di sini (Mayjen TNI Saurif Kadi, Jakarta 2008) dicontohkan adalah jumlah SIMPEDES (Simpanan Pedesaan) jauh lebih besar ketimbang KUPEDES (Kredit Usaha Pedesaan). Ini berarti penyedotan dana masyarakat namun alokasi untuk kredit rakyat kecil dan susahnya bukan main, sehingga tidak seimbang antara dana terkumpul dengan dana tersalur untuk mendukung usaha rakyat. Contoh lain adalah telekomunikasi dimana harga layanan telekomunikasi di Indonesia termahal di dunia.

Mahalnya tarif komunikasi, juga barang dan jasa yang lain seperti listrik (nah sekarang muncul lagi rencana kenaikan TDL, sementara pemadaman tetap saja dan tidak terkontrol. Bagaimana ini ? dan air, pada hakekatnya adalah pemerasan oleh Negara atau minimal di legal kan oleh Negara. Apalagi rakyat untuk menggunakan barang dan jasa yang dibutuhkan tanpa alterbatif pilihan karena monopoli antara lain juga sulitnya mendapatkan pupuk, belum lagi contoh-contoh yang lain misalnya di bidang perkebunan, begitu pula BUMN/D yang bergerak di bidang layanan public seperti transportasi baik udara, laut dan darat, ini malah kalah bersaing dan cenderung mau bangkrut juga.

Solusinya lagi-lagi subsidi dari APBN yang pada hakekatnya juga membebani rakyat. Sementara pesaing dari swasta nasional dan asing terus masuk dan menggeser peran mereka (khususnya UKMK), menjadi pertanyaan bahwa kenapa hal ini dipertahankan ?. Diharapkan kepada Presiden RI melalui Menteri BUMN untuk melakukan pembaharuan “corporate restructuring”terhadap BUMN/D menjadi BUMR/P. Karena kalau tidak…..Kan lama-lama habis juga potensinya, karena itu semua milik rakyat bahkan cenderung dilupakan bahwa dasar pendirian BUMN oleh founding fathers adalah untuk mensejahterahkan rakyat, karena semua itu bukan milik pemerintah dan apalagi bukan milik elite politik atau partai-partai penguasa. Kita harus jujur kini yang terjadi mereka-mereka malah memeras dan merugikan rakyat dengan berbagai bentuk seperti yang telah dicontohkan tersebut diatas.

BUMN Menjadi BUMR atau BUMP

Ke depan tentu dengan konsep BUMR atau BUMP (Badan Usaha Milik Petani), siapapun ia yang menjadi konsumen atau klien dari BUMR/BUMP adalah juga pemilik saham. Dengan demikian rakyat secara langsung mendapat keuntungan dari BUMR-BUMP yang ada. Begitu pula dalam pengelolaan kekayaan alam tidak lagi menempatkan rakyat sebagai penonton di wilayahnya. Tapi melalui konsep yang disusun secara integral dari Master Plan, Corporate Plan sampai keperencanaan yang bersifat detail (Business Plan) sudah disusun dalam satu kerangka yang utuh dengan menempatkan rakyat sebagai pihak yang diuntungkan.

Disinilah pentingnya pengintegrasian perencanaan dalam bentuk master plan, corporate plan dan bahkan business plan agar kepentingan rakyat tercermin di dalamnya secara terukur dan tentu pula terjadi tranfaransi atau bisa disebut pula fair trade bukan free trade. BUMR atau BUMP, rakyat dilibatkan dalam pengelolaan infrastruktur public dalam artian rakyat disamping sebagai pengguna sekaligus sebagai pemilik. Berbeda dalam system ekonomi liberal keuntungan yang di dapat oleh corporate/perusahaan hanya akan dinikmati oleh pemegang saham dan kepentingan public/rakyat diatur secara tidak langsung melalui pajak atau pungutan lainnya. Sedangkan dalam BUMR atau BUMP,rakyat secara langsung dapat ikut menikmati keuntungan yang didapat dari bisnisnya tersebut. Dengan cara ini akan membuat rakyat membeli pulsa telepon, listrik, air bersih, pupuk, jasa angkutan dan jasa lainnya dengan mudah dan murah serta cepat pula.

Ini bukan omong kosong karena Negara tetangga sudah melaksanakannya bahkan dengan melibatkan global financial lahirlah model Air Asia klik di sini (jasa penerbangan). Kita tidak usah repot-repot mikir tinggal adopsi saja. Tidak ada salahnya kita belajar apa yang dilakukan oleh Mahathir Muhammad mantan PM Malaysia atau yang dilakukan di Thailand oleh Thaksin Shinawatra, serta Vietnam juga sudah mengikutinya. Sekarang kini persoalannya tergantung kemauan sang pemipin saja dalam hal ini presiden serta dukungan dari parlemen (DPR), kini saatnya peran BUMR atau BUMP yang tepat untuk dilaksanakan sebagai wajah baru dari BUMN/Dyang sudah parah kondisinya, mari kita pikirkan bersama demi kemaslahatan bangsa dan Negara yang kita cintai ini.

Pemerhati, Peneliti dan penulis mari mencurahkan perhatian yang intens pada bidang pengembangan ekonomi perdesaan dalam upaya kita mengembangan sistem ekonomi yang modern tetapi tetap merakyat, khususnya dalam pengertian rakyat (petani) mendapatkan manfaat yang pantas dari hasil kerja dan sumbangannya bagi masyarakat luas……… Coba mari kita diskusikan mengenai hal tersebut diatas, semoga kita mendapat solusi, agar bangsa ini dapat tegar seiring dengan perkembangan ekonomi dunia….Harus libatkan rakyat secara langsung (basis komunal) Bagaimana ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun