[caption id="attachment_194879" align="aligncenter" width="468" caption="Prabowo Subianto, Ketua Umum HKTI 2010-201 (Gbr: google image) "][/caption]
Tulisan ini termotivasi dari opini teman kitaImansyah Rukka, Direktur Eksekutif Nasional Petani Center dengan judul “Menakar Kiprah HKTI” catatan Munas VII HKTI 2010. Opini tersebut dimuat di Harian Fajar, Makassar Sulawesi Selatan, hari ini tgl 15 Juli 2010 pada hal.4 Rubrik Opini. Baca Fajar Online dan postingan lainnya sekaitan "HKTI, Buktikan Kiprahmu Kepada Petani"
Saya mencoba menindaklanjuti harapan dan kegelisaan rekan Imansyah tersebut. Kenapa ? karena itu merupakan kegelisaan dan harapan sekaligus merupakan opini dan harapan petani Indonesia, harapan saya juga sebagai petani, harapan kita semua. Karena komunitas inilah yang mayoritas mendiami bumi Indonesia. Hampir 100 % para pejabat, pengusaha, pedagang, PNS serta komunitas lainnya punya DNA petani. Itu tidak bisa dipungkiri.
Harapan petani ini pula ditujukan kepada Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI),sebagai lembaga yang “mungkin” dapat melindungi para petani Indonesia telah saya posting di blog pribadi saya “AsrulHoeseinBrother” dan di”rumah sehat kompasiana” ini dengan judul“Tingkatkan Kesejahteraan Petani Melalui HKTI” dan postingan “Prabowo versus Oesman Sapta di HKTI 2010-2015”.
Termasuk harapan petani ini pula saya titip pada Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S), yang rencana (kalau tidak molor lagi) akan melaksanakan Forum Koordinasi Nasional (Fornas) II P4S pada tanggal 18-23 Juli 2010, di pusatkan secara nasional di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan judul postingan “Peran P4SMenuju Pertanian Organik Indonesia”, serta postingan “Indonesia Kekurangan Penyuluh Pertanian” serta harapan terbesar, kepada siapa saja yang membaca tulisan ini, karena sekecil apapun peran kita, itu sangat berarti kepada kemajuan dan kemandirian petani Indonesia. Mari memberi solusi demi kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui petani.
Kenapa menjadi penting masalah HKTI dan eksistensi petani untuk diangkat kepermukaan? Adapun yang menjadi dasar pada opini rekan Imansyah tsb (sy repost ya dinda, supaya rekan kompasianer lainnya bisa shar), yang khusus mengingatkan kepada HKTI yang berdiri sejak 37 tahun lalu (sebuah usia yang cukup matang, yang tanpa alasan lagi untuk “tidak berbuat” dan “harus berbuat” untuk bangsa dan Negara ini, terkhusus kepada komunitasnya sendiriyang bernama petani), pertimbangannya adalah:
- Bergaungnya semangat dan komitmen revitalisasi pertanian ke seluruh pelosok tanah air, sehingga menuntut seluruh stakeholders pertanian, termasuk HKTI, untuk memberikan respons dan langkah-langkah pengejawantahannya,
- Terkuaknya data sensus pertanian 2003, yang menyatakan terjadinya peningkatan angka kemiskinan petani,
- Berkembangnya isu tentang semakin melemahnya daya juang dari organisasi petani dalam memperjuangkan dan membela hak-hak petani, dan
- Adanya indikasi bahwa di beberapa daerah, eksistensi organisasi petani, termasuk HKTI, sedang mengalami degradasi pengakuan sebagai dampak dari kurang menggigitnya program yang ditawarkan.
Benarlah itu bahwa, HKTI sebagai simbol petani, harus menawarkan (aktualisasi) ide cerdas (tanpa muatan negatif) tentang tindak lanjut program revitalisasi pembanguan pertanian yang sudah diluncurkan oleh depatemen pertanian (skrg kementerian) sekitar 4 tahun lalu. HKTI harus gerah dan gelisah kalau program ini tidak dijalankan atau dijalankan namun setengah hati. HKTI sebagai lembaga atau organisasi petani, harus berdiri tegak untuk membela hak-hak petani. HKTI tidak pantas untuk berdiam diri jika ditemukan kebijakan-kebijakanyang secara nyata menyudutkandan melecehkan petani. Kalau petani sejahtera, mengambil hati apalagi kalau cuma suara di pemilu (pilpres) mudahlah itu. Tenang saja, masyarakat sudah pintar dan banyak pengalaman di periode ke II pemerintahan Presiden Yudhoyono ini.
Pesan singkat buat Prabowo Subianto.
- HKTI harus berbenah, dengan mengidentifikasi secara kelompok (aktifkan kelompok tani) sebagai basis pergerakan (sumber ide dan kegiatan) serta menjadi motivator tumbuh berkembangnya “paradigma” agribisnis di tingkat petani, ciptakan home industry di tingkat petani dan keluarganya. Karena benar dugaan bahwa HKTI terkesan jalan di tempat (stagnan). Benar sobat Imansyah, HKTI disebut “ada dan tiada”. Itu yang sering saya katakan HKTI tidak dikenal oleh petani.
- HKTI ke depan harus memediasi kerja sama dalam permodalan, baik melalui program-program pemerintah maupun perbankan/non bank yang berpihak pada petani. Fakta dilapangan, petani menjadi pemasok “tabungan” terbesar pada perbankan, khususnya melalui BRI Unit Desa, namun mereka sangat susah mengakses permodalan. HKTI ditangan Prabowo, karena fulusnya banyak sebagai modal awal, sebaiknya buat atau dirikan bank tani dengan nama “Bank HKTI” dengan pola BUMP (badan usaha milik petani), libatkan petani sebagai pemegang saham (misalnya Rp. 50.000/petani/kelompok tani). Tapi jangan pola konglomerasi, harus berbasis komunal, ya..itu BUMP.
- Paling penting pula diperjuangkan oleh HKTI, HKTI harus kritis dan tampil sebagai obor petani yang berjuang keras untuk membela dan menyuarakan petani. Kenapa petani termarjinalkan, karena otonomi daerah terhenti di kab/kota, aspirasi petani juga terhenti disana, hampir tidak ada konsep murni dari bawah (petani) serta ide para penggiat pertanian non pemerintah (komunitas ini perlu diperhatikan oleh HKTI, sebagai mitra ide/kerja).
- Pastinya……jangan jadikan petani sebagai komoditas politik, ini patut diduga, karena pengurus HKTI pusat dan daerah hampir semuanya berbaju Partai Gerindra (periode lalu, entah sekarang). Sebenarnya petani tidak terlalu pusing dengan itu, ga masalah lah, kita berpikir positif saja, yang penting HKTI harus kawal revitalisasi pertanian, serta ciptakan UKM berbasis pertanian, itu sudah lebih dari cukup, dan Indonesia perlu itu.
- Program HKTI coba kombain dengan Asosiasi Pasar Tradisional, untuk mengolah sampah pasar tradisional menjadi pupuk organik untuk membantu petani dalam mengantisipasi kelangkaan dan mahalnya pupuk kimia, ini termasuk pula peran serta mengantisipasi perubahan iklim, karena kegiatan tersebut ramah lingkungan.
Sebenarnya semua hal tersebut mudah bagi seorang Prabowo Subianto, karena beliau juga sebagai Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Distribusi Barang-barang Bersubsidi, dan banyak asosiasi lain yang dipegang oleh beliau yang hampir hulunya ada di masyarakat (petani). Semua itu bila di kombain dengan HKTI, saya yakin tidak susah untuk mewujudkan atau mengejawantahkannya.
HKTI harus mampu menjadi kekuatan yang mengagregasi aspirasi politik petani. Selama ini HKTI dinilai tak mampu memperjuangkan kepentingan petani, petani tetap menjadi obyek dan termarjinalkan oleh syahwat kekuasaan, sehingga Indonesia gagal berhadapan dengan pasar bebas (termasuk pasar local sendiri), melalui pembukaan keran impor produk-produk pertanian yang begitu deras. Dengan begitu para petani akan tetap Berjaya. Bangkit dari petani, oleh petani dan untuk petani. Bangun kemandirian Indonesia dari desa.
Salam Petani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H