Pola Se-Desentralisasi dalam Kelola Sampah
(Konsep Bersih Mandiri)
Melalui UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, mengamanatkan untuk mengelola sampah ditingkat hulu>produsen sampah (masyarakat, kawasan industri,pasar tradisional/mall, dll). Seharusnya pemda Kab/Kota persegera merealisir dengan “tegas dan disiplin”, membuat atau merevisi perda, merancang master plan pengelolaan sampah berbasis komunal.
Bentuk pengelolaan sampah yang kebanyakan dilaksanakan di Indonesia adalah pola sentralisasi, dengan pelaksanaan system open dumping di TPA (pola ini harus ditinggalkan paling lambat tahun 2013. sebagaimana amanat UU.18/2008 Tentang Pengelolaan Sampah). Dalam pengelolaan sampah kota setidaknya dikenal ada tiga bentuk, yaitu sentralisasi, desentralisasi serta sentralisasi-desentralisasi. Namun pada pola pengelolaan sampah yang baik bukan bentuk sentralisasi dan juga bukan desentralisasi (karena masyarakat belum terpola dalam mengelola sampah), jadi yang ideal saat ini adalah bentuk atau pola sentralisasi-desentralisasi (se-Desentralisasi), masyarakat dengan bimbingan pemerintahmembentuk Instalasi Pengelolaan Sampah Organik (IPSO) disetiap sumber sampah yang dominan (tahap awal) lalu pemerintahmembentuk Industri Daur Ulang Sampah semacam Instalasi Pengelolaan Sampah Kota (IPSK) untuk menunjang dan membantu pemasaran dari IPSO yang telah didirikan oleh kelompok usaha bersama (KUB) oleh masyarakat, ini kami sebut sebagai pola komunal atau “konsep bersih mandiri” dalam mensiasati problem persampahan di Indonesia.
Berpijak dari kondisi yang ada, untuk memecahkan masalah sampah harus melihat pola penanganan yang ada saat ini. Dengan demikian pada titik mana dari mata rantai pembuangan sampah tersebut dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sehingga sampah yang masuk ke TPA pada akhirnya hanya berupa sampah yang benar-benar tidak dapat diolah kembali, misalnya sampah B3 (beracun, berbau dan berbahaya) yang langsung masuk ke pembakaran sampah (insenerator) yang ada di TPA. (lihat gambar dibawah ini; bagan alir solusi sampah)
Penanganan Sampah dengan Peran Aktif Masyarakat
Masalah sampah di berbagai kota di Indonesia dapat dipecahkan dengan baik apabila peran aktif masyarakat meningkat. Pada umumnya proses pengelolaan sampah dengan basis komunal dari beberapa tahapan proses, antara lain :
1.Mengupayakan agar sampah dikelola, dipilah dan diproses tahap awal mulai dari tempat timbulan sampah itu sendiri (dalam hal ini mayoritas adalah lingkungan rumah tangga). Upaya ini setidaknya dapat mengurangi timbulan sampah yang harus dikumpulkan dan diangkut ke TPS sehingga bebannya menjadi berkurang.
2.Pada fase awal di tingkat rumah tangga setidaknya diupayakan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan sampah anorganik dipilah serta dikumpul menurut jenisnya sehingga memungkinkan untuk di daur-ulang. Pemberdayaan TPS perlu ditingkatkan dengan pembuatan IPSO disana untuk mendampingi pengelolaan di tiap rumah tangga. Hasil pengamatan kondisi TPS di beberapa kab/kota di Indonesia diketahui bahwa masing-masing sampah anorganik sangat memiliki nilai ekonomi.
3.Tahapan selanjutnya adalah pengolahan sampah yang tidak memungkinkan untuk diolah di setiap lingkungan rumah tangga yang mempunyai TPS. TPS yang ada dengan menggunakan pendekatan ini kemudian diubah fungsinya menjadi semacam pabrik pengolahan sampah terpadu, yang produk hasil olahnya adalah kompos, bahan daur ulang dan sampah yang tidak dapat diolah lagi.
4.Tahapan akhir adalah pengangkutan sisa akhir sampah, sampah yang tidak dapat didaur ulang atau tidak dapat dimanfaatkan lagi di TPS sekitar 10-20% sampah menuju TPA. Pada fase ini barulah proses penimbunan atau pembakaran sampah akhir dapat dilakukan dengan menggunakan incinerator.
Berdasarkan tahapan proses di atas kunci penanganan sampah berbasis masyarakat (komunal) ini sebenarnya terletak pada rantai proses di tingkat rumah tangga dan di tingkat kelurahan/desa (yaitu di TPS). Yang melibatkan langsung masyarakat sebagai pengelola plus (pemilik home industri). Tanpa system komunal ini mustahil sampah dapat diatasi dengan tuntas atau berkelanjutan (sustainable). Cara penanganan seperti ini sebenarnya bertujuan untuk :
1.Membudayakan cara pembuangan sampah yang baik mulai dari lingkungan rumah tangga hingga ke TPS dengan menggunakan kresek/box sampah.
2.Menata TPS menjadi pusat pemanfaatan sampah organik dan anorganik secara maksimal.
3.Menjadikan sampah organik dan anorganik yang tersisa dari pengelolaan di tingkat komunal menjadi bahan baku bahan pembangkit listrik dan biogas berbasis sampah kota.
4.Program pengelolaan sampah berbasis komunal ini secara pasti akan memotong mata rantai distribusi sampah dari TPS ke TPA.
5.Menciptakan usaha baru di tingkat masyarakat, yang akhirnya akan memandirikan masyarakat dalam mengelola sampahnya sendiri.
Substansi Program Pro Green
Secara holistic dalam mensukseskan program progreen, haruslah dimulai dengan program bersih lingkungan dengan mengelola sampah dengan bijaksana. Sesungguhnya inilah inti dari program progreen. Bukan hanya menanam pohon saja, seperti selama ini yang dilakukan pemerintah (akan terjadi pemubadziran anggaran saja) tapi dengan mengelola kebersihan untuk dijadikan sarana dan prasarana pupuk dan pemupukan agar tanaman menjadi hijau, tentu didalanmnya akan tercipta sebuah proses kreatifitas dan aktivitas di tingkat masyarakat komunal (tercipta kemandirian). Diharapkan dengan pola komunal ini, masyarakat tentu akan peduli menanam pohon dan tidak terlalu susah memeliharanya, karena pupuknya yang berbasis sampah kota dapat dengan mudah diperoleh (sustainable).
Implementasi model ini tergantung sikap dan kemauan keras pemerintah untuk meninggalkan cara lama dalam menangani persampahan di kab/kota di Indonesia serta dukungan serius dari masyarakat selaku produsen sampah dalam memperlakukan sampahnya sendiri. Semakin sadar masyarakat dan pemerintah akan pentingnya kebersihan lingkungan akan semakin mudah proses ini dapat dilaksanakan. Untuk itu peran pemerintah, LSM serta peran dunia usaha dalam mensosialisasikan hal ini serta harus didukung dengan penerapan dengan tegas dan bijak UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah serta UU.No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu, pemerintah Kab/Kota harus mengikutinya dengan jalan membuat atau merevisi perda tentang pengelolaan sampah ini yang sifatnya lebih tegas dengan bernapas pada kedua undang-undang tersebut diatas, juga didalamnya akan tercipta sumber PAD baru bagi daerah itu sendiri, pada akhirnya akan menentukan keberhasilan dalam penanggulangan masalah sampah khususnya di perkotaan dan termasuk pula mengantisipasi limbah pertanian dipedesaan, demi menuju hijaunya Indonesia. Sukses program progreen Indonesia.
Gerakan Indonesia Hijau Foundation
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H