Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukuman Mati plus Pemiskinan Bagi Koruptor

3 Oktober 2012   09:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:19 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13492548211407515587

[caption id="attachment_202379" align="aligncenter" width="300" caption="Dukung KPK dalam Pemberantasan Korupsi_Asrul"][/caption]

Tulisan ini termotivasi dengan postingan Bung Anugrah dan Bung Emerson, sebenarnya awalnya saya akan berkomentar saja dikedua postingan tersebut, tapi ahinya saya buat saja tulisan (opini) ini.

Postingan Bung Anugrah Roby Syahputra (Kompasiana, 2 Oktober 2012 dengan judul Logika Koplak Pegiat LSM “Katanya” Anti Korupsi). Yang pada intinya setuju dengan  keputusan PB Nahdhatul Ulama (NU) yang hasil Musyawarah Nasional-nya merekomendasikan hukuman mati untuk koruptor, Anugrah menilai bahwa hukuman mati adalah salah satu solusi untuk mengurangi angka korupsi, dst

dan

Postingan Bung Emerson Yuntho (Kompasiana, 3 Oktober 2012 dengan Judul Memberantas Korupsi Tanpa Hukuman Mati), mengatakan bahwa Sesungguhnya ada cara lain memberikan efek jera bagi koruptor tanpa harus menghukum mati seseorang misalnya memiskinkan koruptor atau perampasan aset koruptor, menghapus pemberian remisi, pembebasan bersyarat dan grasi serta pemberian fasilitas khusus untuk koruptor selama di penjara, memaksimalkan tuntutan dan hukuman penjara bagi koruptor serta memberikan sanksi sosial bagi koruptor, dst. (Bung Emerson mengemukakan semua regulasi yang menjadikan kontra atau No Hukuman Mati).

Sebelum saya memberi tanggapan, sedikit saya kemukakan bahwa, untuk sementara dulu saya tinggalkan semua regulasi yang menyangkut HAM dst, dst. Kenapa? pasti konta-produktif bila berdasar regulasi yang ada saat ini. Karena bila pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia benar-benar akan dijalankan, maka banyak regulasi yang mesti dibuat atau direvisi (bukan pelemahan KPK) mengikuti revisi UU Tipikor/KPK yang ada saat ini. Makanya mari kita satukan persepsi dalam mengantisipasi korupsi yang semakin "mencekam dan mendera" di republik ini, memang kalau ada perbedaan persepsi sedikit tidak masalah, itulah demokrasi.

Menurut saya pendapat teman-teman tersebut, baik Anugrah maupun Emerson dalam substansi “pencegahan dan pemberantasan korupsi” semuanya benar. Untuk tulisan Anugrah mungkin judulnya atau ada beberapa penggal kalimat yang sedikit miris (pinjam bahasa Bung Emerson) atau mungkin ada beberapa uraian yang membuat rekan di ICW dan LSM lainnya miris. Tapi inti dari pada tulisan Bung @Anugrah tsb sebenarnya adalah menyetujui Hukuman Mati dan mendukung keputusan NU. Saya sebagai awam hukum dan HAM, sangat setuju hukuman mati. Karena yang harus dicegah adalah perbuatan sebelum hukumannya. Karena kalau masih dibijaksanai dengan alasan melanggar HAM, berarti korupsi masih punya "ruang dan waktu" di bumi Indonesia. Makanya berilah ancaman terberat.

Makanya pada saat ini, sementara pembahan revisi UU Tipikor atau KPK di DPR, sebaiknya mempertimbangkan semua pendapat yang ada tersebut. Janganlah berdasar regulasi yang ada saat ini baik di Indonesia maupun di Luar Negeri, Karena kalau semua berdalih melanggar HAM, akan jadi buah simalakama. Indonesia ini bisa mampus, Kenapa? Korupsi juga melanggar HAM, dan malah korupsi lebih kejam dari teroris, memangsa rakyat secara diam dan pelan namun pasti, melanggar HAM juga kan? ini menurut pendapat peribadi saya. Maka mungkin sebaiknya dalam revisi UU saat ini dan kedepan, sebaiknya ancaman hukuman bertingkat, dan yang paling berat sesuai urutannya sbb:

1.Hukuman mati plus pemiskinan (perampasan aset)

2.Hukuman seumur hidup, 20 tahun dst. plus pemiskinan dan denda (perampasan aset)

3.Tanpa Hukuman badan namun dikenakan pemiskinan dan denda (perampasan aset), korupsi kecil-kecil..hehehe. (ada juga yang kecil, padahal sama saja, korupsi juga).

4.Dst........

Aset yang dimaksud, adalah termasuk perampasan aset (asset recovery) yang ada pada keluarga dan konco-konconya (setelah diaudit) dalam mengamankan aset korupsi tersebut, termasuk dendanya. Begitu juga bagi penegak hukum yang menangani masalah korupsi termasuk pimpinannya, baik itu polisi, jaksa dan hakim, beri hukuman yang sama seperti para koruptor tersebut (saling berhubungan), agar benar-benar terjadi efek jera, atau akan terjadi pencegahan korupsi, setidaknya berpikir seribu kali bila hendak melakukan korupsi.

Memang DPR dalam membahas atau merevisi UU Tipikor dan KPK, khususnya susbtansi ancaman hukuman, sebaiknya didahului atau diadakan survey terbuka maksudnya bukan survey titipan dan dilaksanakan oleh beberapa lembaga survey secara bersamaan perihal "hukuman mati" tersebut. Pengambilan sample seluruh Indonesia, jangan cuma satu atau dua provinsi saja. Mungkin yang setuju hukuman mati akan mencapai angka 50% plus satu. Kalau pemiskinan mungkin mencapai angka 90% plus satu. Rasanya tidak elok bila sebuah LSM (gabungan) membawa proposal ke DPR atas nama rakyat. Ataukah proposal yang dibuat LSM dilempar dulu ke masyarakat by media offline dan online, agar kecurigaan masyarakat bisa berkurang. Maklumilah masyarakat saat ini kepercayaan sangat menurun kepada semua lembaga/institusi (pemerintah/swasta). Mungkin tinggal lebih separuh masyarakat yang percaya kepada KPK saja.

Pastinya, mari bersama kuatkan KPK........ Sukses KPK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun