Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hiruk Pikuk Pembentukan Kabinet Jokowi-JK

24 Oktober 2014   18:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:52 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14141263461723636038

Heran.... Apa salahnya Presiden Joko Widodo (Jokowi)  melibatkan KPK dan PPATK dalam menyeleksi pembantunya (baca;menteri). Pelibatan KPK dan PPATK sama sekali tidak mengurangi hak prerogratif Presiden. Presiden sendiri punya Hak Prerogratif, lalu Presiden sendiri yang meminta pertimbangan. Terserahlah presiden atau wapres, mau minta pertimbangan kepada siapa saja, termasuk ke Tukang Becak atau Pemulung Sampah sekalipun. Lalu orang yang tidak punya hak malah mempermasalahkannya. Aneh bin ajaib memang Indonesia ini.

Paling mengherankan para pakar Hukum Tata Negara antara lain Irman Putera Sidin, menyatakan tindakan Jokowi tersebut inkonstitusional pada acara Talk Show Tvone beberapa hari lalu. Mana yang benar sesungguhnya, apa Rakyat yang “BODOH” atau Pakar yang “BEGO”.... hehehe.

Hak Perogratif juga dimiliki Presiden untuk menentukan cara atau sistem dalam menyeleksi menteri. Upaya Jokowi ini perlu diapresiasi. Ini merupakan upaya membangun kabinet yang bersih dan bebas korupsi. Benarlah Pak Jokowi-JK meminta saran atau croschek pada KPK dan PPATK untuk seleksi menteri dalam upaya pencegahan korupsi, itupun bukan berarti yang lolos KPK dan PPATK tersebut tidak akan korupsi ke depan, tapi ini upaya untuk mengetahui secara pribadi sikap seseorang tersebut. Termasuk pada PPATK itu untuk croschek Harta Kekayaan sang calon menteri, ini semua sangat wajar. Artinya Jokowi-JK punya niat dan upaya agar kabinetnya “bersih” dari tindakan korupsi, ini pula termasuk upaya pencegahan korupsi.

DPR untuk Nomenklatur dan KPK/PPATK untuk Pribadi.

Kenapa Jokowi-JK melibatkan KPK/PPATK tersebut ? itu semata karena Jokowi-JK tentu mempunyai keterbatasan dibandingkan KPK/PPATK dalam menyikapi hal tersebut. Sekedar diketahui bahwa, Pak Jokowi-JK meminta pertimbangan ke KPK/PPATK untuk “MENILAI” secara “pribadi” calon menteri, sebaliknya pertimbangan “NOMENKLATUR KABINET” untuk atau secara “Institusi atau kelembagaan”, jadi sangat jelas duduk masalahnya.

Sebenarnya rakyat sama sekali tidak mempermasalahkan, cuma yang gerah dan ribut itu adalah :


  1. Orang atau lawan politik Jokowi_JK
  2. Orang atau para pakar yang tidak dilibatkan langsung oleh Jokowi_JK
  3. Orang sirik secara umum, itu merupakan karakter yang terjadi di Indonesia saat ini
  4. Orang yang ingin dipanggil oleh Jokowi_JK ke Istana Negara, untuk mengisi menteri
  5. Iri hati diantara para pakar atau politikus itu sendiri.
  6. Media yang tidak berpihak pada Jokowi_JK (tebak sendiri deh.....)

Saran Sederhana Rakyat

Karena waktu (14 hari setelah Jokowi_JK dilantik) masih cukup waktu untuk Jokowi_JK mengumumkan menterinya. Maka sebaliknya tenang-tenang sajalah, jangan buat kisruh, apalagi memanfaatkan “Salah” itu ilmu Tata Negara. Rakyat saat ini sudah capek di”atasnama”kan oleh kepentingan pribadi/golongan/partai.

Pesan khusus untuk KPK/PPATK, bahwa setelah memberi penilaian terhadap calon meteri, tidak perlu memberikan komentar yang berlebihan, itu akan menimbulkan saja resistensi. Khusus untuk pertimbangan “Nomenklatur Kabinet” oleh DPR, kedepan sebaliknya pula kponteks ini dimasukkan dalam kategori sebagai Hak Prerogratif Presiden, yang tidak mengharuskan “Dejure” diajukan ke DPR oleh Presiden. Nanti bila Presiden salah menggunakan Hak Prerogratif tersebut, barulah DPR atau Pakar Tata Negara atau Rakyat menghadang langkah Presiden yang salah itu.

Kepada media (online/offline) agar tetap mengedepankan profesionalisme dan independensi jurnalistik, jangan bekerja diatas kepentingan “politik” pemilik media. Kalau ada kepentingan ingin diselipkan, karena memang sangat susah saat ini bekerja “ideal”, maka redaksi sebaiknya buat kemasan berita yang cerdas. Jangan “ASAL” memberitakan, ini akan menjadi bumerang sendiri.

Mari kita masyarakat Indonesia membiarkanb dan merespon Pak Jokowi-JK berkreasi dan bekerja untuk membuktikan janji-janji politiknya saat kampanye Pilpres yang lalu dan terus mengawalnya dengan cerdas dan berkepribadian Indonesia Aseli. Insya Allah Indonesia “BISA” hebat dan “Berubah” ditangan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun