"Apa gunanya mencabut subsidi pupuk organik, bila petani atau UMKM di daerah tidak didorong memproduksi pupuk organik dari sumber daya sampah yang melimpah." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.Â
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengeluarkan program sosialisasi dan pelatihan sejuta petani dan penyuluh dengan tema utama adalah "Wirausaha Pertanian". Ini akan sia-sia bila sifatnya seremoni belaka dan hasilnya hanya pencitraan saja.
Maksud kegiatan ini merupakan upaya Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menggenjot wirausaha pertanian dan memastikan kebutuhan pangan tetap tercukupi, tapi itu akan sia-sia bila tidak kolaborasi dengan lintas kementerian.
Sektor pertanian Indonesia yang menjadi andalan pemerintah ini tidak akan meninggalkan posisi terpuruk bila masih menerapkan pertanian konvensional dengan mengandalkan pupuk kimia. Unsur hara tanah sudah tidak terkondisi lagi, harus direklamasi dengan kompos.Â
Baca juga:Â Pemerintah Cabut Subsidi Pupuk Organik, Ini Solusi Petani?
Semua program Pemerintah cq: Kementan dalam kemandirian pangan akan gagal bila tidak beralih ke pertanian organik, harus segera berubah. Secara revolusioner  meninggalkan pertanian konvensional yang mengandalkan pupuk kimia dan segera konversi ke pupuk organik berbasis sampah.
Baca juga:Â Kementerian Pertanian Gagal Membangun 1000 Desa Organik
Bukankah itu semua maksud daripada dicabutnya subsidi pupuk organik, agar petani diajari atau dimampukan untuk produksi sendiri pupuk organik yang dibutuhkan.
Kementan harus segera masuk di Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas Sampah).Â
Perpres 97/2017 tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dimana regulasi induknya adalah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).