"Program Desa Wisata akan gagal bila tidak mengelola sampahnya dengan benar, karena pengelolaan sampah yang berkelanjutan merupakan tolak ukur utama dari semua program yang ada." Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.Â
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui jumlah desa di Indonesia yakni 81616 desa. Sementara, Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki desa paling banyak (8.576 desa). Jumlah tersebut lebih banyak 7 desa dibandingkan dengan Jawa Tengah yakni 8.569 desa.
Hampir seluruh Indonesia dari 514 kabupaten dan kota, yang tersebar di 34 provinsi. Secara rinci, ada 416 kabupaten dan 98 kota di seluruh tanah air (belum dirinci provinsi baru di Papua), belum ada pemerintah daerah (pemda) menyentuh sampah di desa.Â
Khususnya pengelolaan sampah di 81.616 jumlah desa yang ada belum tersentuh sampahnya oleh pemda cq: Dinas Lingkungan Hidup atau Dinas PU atau Kimpraswil masing-masing. Semua dengan alasan klize, yaitu terbatas kendaraan dan biaya biaya operasional.Â
Baca juga:Â Pengembangan Desa Wisata Bebas Sampah
Termasuk kelurahan yang ada di setiap kecamatan yang jauh dari ibukota kabupaten juga sama sekali belum disentuh oleh petugas kebersihan dari pemda masing-masing.
Dalam kondisi keterbatasan pengelolaan sampah oleh OPD atau dinas terkait pada pemda kabupaten dan kota, maka tidaklah heran bila di desa-desa menemui masalah dalam urusan sampah yang ahirnya muncul tempat pembuangan sampah (TPS) liar yang ahirnya bermasalah atau melanggar hukum dan terjadi komplik horizontal, ini semua harus dihentikan dengan cara ikuti regulasi sampah.Â
Salah satu strategi untuk nyalakan gen kreatif masyarakat, bangkitkan perekonomian Indonesia melalui Desa Wisata, yaitu pengelolaan sampah secara berkelanjutan dengan mengikuti pedoman yang ada dalam regulasi sampah, banyak potensi sosial dan ekonomi bisa terangkat dan tergali bila mengelola sampah secara integrasi dan beregulasi.
Aktifitas kelola sampah akan berfungsi ganda, selain fungsi utamanya akan menjaga dan membersihkan lingkungan. Juga berdampak ekonomi bagi masyarakat dan/atau pada sasaran desa wisata tersebut untuk efektifitas  keberlanjutan kegiatan warga.