"Jauhi kecelakaan lalu lintas dengan cara mendekatinya, artinya ingat selalu bahaya mengintai bila pengendara tidak berhati-hati. " Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta.Â
Kenapa ada psikotes dalam syarat mengambil atau mendapatkan Surat Izin Mengemudi atau SIM? Ya, memahami atau mengukur diri sendiri dalam menyikapi perbedaan demi perbedaan antara individu dan Individu atau antara reaksi individu yang sama dalam situasi yang berbeda.
Tidak dipungkiri bahwa banyak diantara kita di Indonesia umumnya pintar mengemudikan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat dan seterusnya. Tapi banyak pula yang tidak taat pada aturan lalu lintas, terlalu mudah melanggar.Â
Namun melihat kenyataan di lapangan, sangat banyak yang tidak pandai atau tidak cakap dalam berkendara di jalan raya. Baik dalam menyikapi rambu lalu lintas maupun kurang pengertian antar pengendara, semuanya ingin terdepan.
Selain lebih mendahulukan rasa yang tidak terkontrol artinya emosional dan juga perpaduan emosional dan pemahaman atau pengetahuan atas rambu-rambu lalu-lintas yang kurang dipahami.
Karena semua itu tidak adanya penegakan hukum mulai dari proses memperoleh SIM maupun ilmu-ilmu berkendara kurang dimengerti. Itu sering muncul istilah SIM warung kopi.
Semua itu penyebab utamanya adalah penegakan hukum lalu lintas yang tidak tegas dan sangat lunak. Termasuk mengambil Surat Izin Mengemudi (SIM) sangat gampang dan bisa dibayar tanpa tes lagi.
Satu contoh di negeri jiran Malaysia, tidak akan diberi SIM bila tidak memiliki kendaraan. Pemohon SIM harus menunjukkan STNK kendaraan yang namanya sama dengan keterangan penduduk, ini syarat utama memiliki SIM.
Selanjutnya di Malaysia, selain administrasinya sangat ketat, juga tes kendaraan ikut ketat yang tidak ada kemungkinan bisa petugasnya di sogok.