Sungguh miris membaca berita online di Harian Jogja "Buang Sampah ke Piyungan Dibatasi, Sleman Dapat Jatah Rabu dan Sabtu" karena sesungguhnya sangat mudah diselesaikan, tapi justru persulit diri sendiri karena tidak mengikuti arah regulasi.
Semoga artikel pendek ini bisa dibaca oleh Raja Jogja atau Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga sebagai Gubernur DI Yogyakarta, agar masalah TPA Piyungan ini bisa segera diatasi bersama pemda yang membuang sampah disana.
Banyak warga DI Yogya menghubungi penulis tentang kondisi Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) Piyungan Kabupaten Bantul Provinsi DI Yogyakarta, mengatakan bahwa Gubernur DI Yogya tidak mampu selesaikan masalah sampah di DIY.
Mungkin Gubernur DIY bukan tidak mampu, tapi bisa jadi beliau yang juga sebagai Raja Yogya, cuma tidak mengetahuinya saja masalah tersebut. Karena TPA Piyungan urusan kota dan kabupaten untuk menggunakannya.
Setiap harinya TPA Piyungan menerima atau menampung 700 ton sampah dari Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta sendiri. Hampir setiap tahun masyarakat sekitar TPA mengeluh karena berbagai masalah khususnya bau sampah yang menyengat.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) selalu saja berencana mengembangkan teknologi pengolahan sampah, tapi sampai sekarang juga tidak terwujud.
Penulis sudah dua kali memenuhi undangan Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta (LO DIY) untuk membicakan solusi TPA Piyungan tersebut.
Penulis sudah berikan solusi TPA Piyungan pada LO DIY dan memberi rekomendasi untuk membangun TPA Sanitary Landfill disamping melakukan pemilahan sampah di sumber timbulannya.
Hal tersebut didasari pada Pasal 11, 13 dan 44 UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Juga penulis melalui LO DIY meminta pada Gubernur DIY, agar jangan melanjutkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).