"Jangan main-mainlah Brother Jenderal Sigit. Nanti polisi semakin jelek namanya Pak Kapolri. Harap Presiden Jokowi turun sekali lagi dan kali ini bukan melalui mulut, tapi dengan Surat Perintah Presiden (SPP)."
Dalam laman berita TVOne News, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengatakan dari puluhan reka adegan pihaknya belum mendapati benang merah dari kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir "J".
Lha apa masalahnya, mau ulangi rekonstruksi??? Serius sedikit Pak Andi Rian, kasi lurus pekerjaan ini, saya terjemahkan ke bahasa Bugis, SeriusQi Cappo Pak Andi Rian, pallurui jama-jamang'E (bahasa dan logat Bugis), kebetulan penulis dan Andi Rian, sama dari Bugis, Sulawesi Selatan.
Diketahui dalam rekonstruksi atau reka ulang adegan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir "J"
Para tersangka telah melakukan 74 reka adegan dari 78 yang direncanakan dari dua lokasi yakni rumah mewah milik Irjen Pol Ferdy Sambo dan di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri, Jl. Saguling dan Jl. Duren Tiga, Pancoran Jakarta Selatan (30/8/2022).
Apanya yang kurang, mau bawa ke masalah pelecehan? Ah tidak mungkinlah, apalagi alat bantu teknologi yang ada atau dipergunakan membantu polisi saat ini cukup canggih.
Apalagi dengan pisisi Tersangka Bharada "E" sebagai justice collaborator (JC), malah tamnah enak menemukan jejak kasus atau motif kasusnya serta peran masing-masing tersangka.
Dulu saja tanpa alat canggih, tidak ada istilah polisi tidak menemukan jejak kasus pembunuh. Tidak ada istilah polisi buta dalam kasus pembunuhan, apalagi kasus Sambo Cs. Sangat mudah membacanya.
Penulis ketahui cara-cara kerja polisi dalam kaitan rekonstruksi dengan BAP dan gerakan tersirat dan tersurat, saat para tersangka adu argumen.
Kebetulan ayah penulis (Almarhum Hoesein) juga seorang polisi dan satu sekolah atau satu angkatan di kepolisian orang tua si Ferdy tuh, Almarhum Mayjen Pol Pieter Sambo.