"Mengelola sampah tanpa ikuti regulasi, pasti akan mati suri dan itu fakta terjadi sejak 2012. Dalam regulasi sampah, semua mengenal kalimat > sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga < menjadi substansi utama dalam pengelolaan sampah, dengan kalimat tersebut sangat jelas bahwa setiap rumah tangga harus diagregasi pada kelompok sosial dan selanjutnya masuk pada rantai nilai ekonomi sampah." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.
Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) sudah memasuki tahun ke-14. Tapi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), masih saja wara-wiri tanpa arah dan tujuan yang jelas atas solusi programnya. Semua proyek pemerintah dan swasta hampir pasti mangkrak disana-sini tanpa ada perubahan yang mendasar menuju perbaikan.
Padahal UUPS dengan berbagai regulasi turunannya sudah sangat memadai untuk mengejawantah dan ciptakan program dengan baik dalam mengaplikasi tata kelola sampah yang pro pada rakyat, pro pada produsen sampah serta pro pemerintah dan pemerintah daerah (pemda). Sampah dapat mensejahterakan masyarakat dan menjadi sumber PAD baru bagi pemda.
Sesungguhnya urusan tata kelola sampah tidaklah seribet yang dibayangkan, asal saja bisa memahami kunci daripada setiap solusi yang ditempuh. Kenali karakteristik sampah dan karakteristik bisnis sampah. Sebenarnya yang bikin masalah dalam urusan sampah adalah oknum penguasa dan pengusaha nakal sendiri yang mau monopoli uang rakyat dari sampah dan perusahaan produk berkemasan.
Persoalan mendasar pada tata kelola sampah terjadi di tingkat elit penguasa dan pengusaha yang sangat nampak berkamuflase saja dalam menampilkan programnya yang hanya ingin menilep "uang rakyat" ditengah ketidaktahuan masyarakat tentang haknya yang melekat pada sampah. Terjadi pembohongan dan pembodohan pada masyarakat.
Baca Juga:Â Presiden Jokowi Absolut Melakukan Transformasi Bank Sampah dan TPS3R
Kebersamaan dan Kepemilikan
Kunci utama dari solusi sampah adalah membangun kebersamaan dalam ikatan kepemilikan antar produsen sampah. Karena tanpa kepemilikan yang dimaksud, secara otomatis pengolahan sampah akan berhenti di tengah jalan alias mangkrak.
Hal ini yang menjadi hambatan pula para pemain sandiwara (elit penguasa dan pengusaha) untuk melancarkan aksinya ditengah masalah yang sengaja dibuatnya sendiri. Juga ada yang menumpang diatas masalah yang ada. Mereka tidak sadar bahwa ada hukum alam yang mengintai keserakahannya dikemudian hari.
Dalam menghambat laju perjalanan para mafia sampah, yang memang sengaja membuat masyarakat jadi bodoh. Agar tidak memahami intrik-intrik jahat yang dilakukannya, adalah dengan cara bersatu padu di garis depan (sosial), lalu menyatukan kelompoknya untuk aksi ekonominya demi berhadapan dengan para mafia sampah yang jahat.