"Ketidaktegasan Pemerintah Pusat dalam menerapkan regulasi sampah menjadikan Pemerintah Daerah (Pemda) ikut tidak disiplin dalam mengelola sampah di daerah, maka terjadinya Indonesia darurat sampah bukan karena masyarakat yang tidak sadar, tapi elit stakeholder sampah yang tidak peduli pada bangsanya." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.
Kenapa Indonesia Darurat Sampah? Fakta selama kurun waktu 2015-2022, dalam perjalanan empiris, penulis mengamati secara langsung di hampir semua daerah di seluruh Indonesia. Pemerintah dan pemda acuh tak acuh menjalankan UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), ahirnya Indonesia terjadi darurat sampah.
Coba baca UUPS dan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012, sangat jelas bahwa TPA open dumping harus alias wajib di setop tahun 2013 dan fakta sampai hari ini, sekitar 438 TPA di seluruh Indonesia masih open dumping. Jadi semua TPA di Indonesia wajib dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh aparat hukum Polisi dan Jaksa serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan membagi bobot masalahnya.
Alasan pemerintah bahwa tidak ada biaya, itu alasan omong kosong dan sangat imposible alasan klasik itu, baca deh Pasal 15 UUPS, industri produk berkemasan yang menjadi sumber utama pabrik sampah, wajib menarik kembali sisa produknya alias sampah produknya.
Baca Juga:Â Apa Kabar Usia 12 Tahun UU Sampah?
Ulah Oknum Pemerintah
Memang berat terlaksana pengelolaan sampah di Indonesia tertata baik sesuai regulasi sampah, karena Kementerian Kordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marives) sebagai Kordinator Nasional Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas Sampah) tidak mengagregasi lintas kementerian yang ada dalam Jaktranas Sampah, sementara itu merupakan tugas pokoknya sebagai kordinator nasional. Pemerintah pusat hanya mendorong daerah melaksanakan Jaktranas melalui Jakstrada, tapi justru dilepaskan saja tanpa memberi panutan kedisiplinan yang tegas dari pemerintah pusat.
Nampak nyata Kemenko Marves banyak bicara tentang ke arah teknis pengolahan sampah, seharusnya bicara atau manage non teknis  atau lebih ke arah harmonisasi antar pemangku kepentingan (stakeholder) dengan membahas sisi pengelolaan (managemen) sampah dalam hal ini membahas suprastruktur atau membangun sistem persampahan yang terang benderang.
Diperparah lagi bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai Dewan Pengurus Harian Jaktranas Sampah, juga abai pada UUPS. Maka jangan heran bila Indonesia tidak menemukan solusi yang benar dan bertanggungjawab.
Baca Juga:Â Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia