Mengherankan adalah asosiasi industri daur ulang plastik yang merasa dirugikan, kenapa tidak manfaatkan asosiasinya untuk merangkul para pihak, antara lain lintas asosiasi, LSM/NGO yang paham masalah problematik tata kelola sampah serta perusahaan berkemasan itu sendiri membuat paper sistem dan kebijakan EPR lalu mendesak pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang berbasis regulasi.Â
Bukan justru saling bersinggungan diluar, yang tidak ada artinya. Malah lebih memperlihatkan permainan yang mengarah pada subyektifitas dan kekakuan dalam berusaha dan berorganisasi. Bukan hanya untuk memperjuangkan kepentingan perusahaan atau kelompok sendiri yang subyektif. Manfaatkan organisasi ke jalan yang benar, jangan malah ingin melindungi permainan kotor dibalik organisasi.Â
Itulah gunanya keberadaan organisasi atau asosiasi untuk mengawal usahanya agar berada pada rel dan norma yang ada, Â jangan diputar balik fungsi asosiasi.Â
Kadin Indonesia juga harusnya turun menengahi masalah sampah tersebut. Tidak boleh dibiarkan perusahaan nasional dan multinasional bertindak seenaknya, bisa tambah hancur pengelolaan sampah. Organisasi di persampahan juga terlalu banyak saling silang dan tidak saling menguatkan, justru saling melemahkan.Â
Baca Juga:Â Sumber Kekacauan Pengelolaan Sampah Indonesia
Siapa Pengelola SampahÂ
Industri daur ulang plastik juga selama ini belum masuk sebagai kategori pengelola sampah, karena mereka hanya membeli bebas bahan baku plastik khususnya jenis scrap PET dan lainnya. Pengelola sampah itu merupakan rangkaian hulu-hilir, rantai kegiatannya harus terintegrasi.Â
Mereka harus bahu membahu, gotong-royong Memastikan perbedaan. Perhatikan sampah itu sendiri berbaur rupa benda yang berbeda jadi satu dan dipilah Lalu dimanfaatkan, itulah kehidupan paradox yang harus dimaknai positif. Jangan hidup linear seperti sampah itu sendiri. Jangan terlalu sederhana mengartikan dan memahami regulasi... ?!
Makanya dari dulu industri daur ulang kurang peduli atas adanya bank sampah dan terlebih munculnya pembentukan Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) sebagai medium circular economy pengelolaan sampah di Indonesia, karena mungkin merasa terganggu, padahal justru PKPS akan menjadi penyelaras kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah hulu-hilir.Â
Disitulah Kesalahpahaman industri daur ulang terhadap PKPS, malah PKPS akan membantu industri daur ulang, industri berkemasan, usaha pelapak, pemulung dan pengelola bank sampah. Semua penghasil dan pengelola sampah berhak menjadi anggota biasa dan/atau anggota luar biasa PKPS. Kepemilikan PKPS bersifat multy stakeholder dan bukan single stakeholder. Â
PKPS merupakan pusat kordinasi pembinaan sosial dan bisnis para pihak pengelola sampah, termasuk hubungan dengan pemerintah dan pemerintah daerah. Artinya PKPS adalah basis circular economy, silakan baca regulasi dengan baik dan jangan baca dan pahami hanya pasal per pasal saja. Termasuk baca regulasi turunannya.Â