Baca juga:Â Menjadi Pembeda dalam Membangun Tata Kelola Sampah Indonesia
Perlu diketahui bahwa kewajiban perusahaan produsen dalam konsep EPR berbeda dengan CSR. Dana CSR bersumber dari keuntungan perusahaan tiap tahunnya. Sementara EPR lebih luas lagi, artinya CSR yang diperluas.Â
Karena perhitungan tanggung jawab EPR berdasarkan dan/atau dari jumlah produk yang berpotensi menjadi sampah.Â
Jadi harus dibedakan, keduanya merupakan tanggungjawab yang berbeda dan harus terpisah. Jangan tumpang tindih mengaplikasi antara CSR dan EPR. Bila tidak hati-hati, akan banyak bermasalah dikemudian hari.Â
Berpotensi menjadi bancakan korupsi, sebagaima pelaksanaan CSR saat ini, sangat bermasalah. Sesuai pemantauan GiF, banyak perusahaan mempermainkan dan CSRnya sendiri yang mungkin tidak diketahui pemilik perusahaan.Â
Permainannya cukup rapi bersama oknum pemerintah dan pemda. Menciptakan program populis pencitraan dengan menggunakan dana CSR. Sering penulis sebut bahwa permainan kotor CSR dimulai dari perusahaan dan menular ke oknum pemerintah dan pemda.
Baca Juga:Â Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia
Bagaimana EPR di Indonesia?
Landasan menjalankan EPR di Indonesia adalah UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) pada Pasal 15 "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam"
Penjelasan Pasal 15 pada UUPS lebih jauh mengatakan "Yang dimaksud dengan mengelola kemasan berupa penarikan kembali kemasan untuk didaur ulang dan/atau diguna ulang"
Untuk memudahkan pelaksanaan EPR, perlu didahului persiapan dengan melaksanakan Pasal 14 "Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya"
Baca Juga:Â Mengenal Extended Producer Responsibility