Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hapus Bank Sampah dan TPS3R sebagai Resolusi Darurat Sampah Indonesia

20 April 2020   13:15 Diperbarui: 20 April 2020   13:26 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kondisi sampah laut pesisir saat penulis survey di Pantai Tanjung Bira, Bulukumba Sulawesi Selatan (3/2020). Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN

"Sampai saat ini yang saya tahu belum ada satu kota pun yang berhasil menangani sampah," Presiden Joko Widodo

Sebuah resolusi paradoks berdasar perilaku masyarakat dan oknum pemerintah dalam mengatasi persampahan di Indonesia melalui bank sampah dan TPS3R. Semakin hari, bulan dan tahun tidak memberi arah win-win solusi pada perkembangan atau progres yang positif.

Malah terjadi penghianatan regulasi atas UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) oleh para pemikir dan pengelola sampah dan paling parah serta adanya indikasi oknum pemerintah diperkuat oleh asosiasi dan perusahaan, memutar balik fakta terhadap makna ramah lingkungan.

Pemerintah melalui lintas kementerian dan lembaga termasuk beberapa daerah dengan menonjolkan sikap yang tidak adil pada sebuah produk dengan abaikan produk lainnya. Sangat dipaksakan keberpihakan itu pada kelompok tertentu, demi sebuah rencana mengabulkan keinginannya meraup hasil yang tidak manusiawi.

Berdasar pula pada pengalaman sebagai penggiat persampahan yang selalu kritis dan konsisten meluruskan jalannya regulasi. Tapi rupanya oknum pemerintah, pemda, asosiasi serta LSM seakan sepakat ingin tetap menghancurkan jalannya regulasi sampah itu sendiri. Sehingga tidak ada sistem terintegrasi secara nasional. 

Baca Juga: Sumber Kekacauan Pengelolaan Sampah Indonesia

Opini kali ini, penulis selaku Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta. Mencoba beri solusi ganda dari solusi sebelumnya yang telah diserahkan kepada lintas K/L, khususnya pada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Presiden Jokowi serta Wakil Presiden pada rentan waktu antara tahun 2015-2017.

Reformasi Tata Kelola Sampah

Berhubung sejak lahirnya UUPS tahun 2008 dan sampai tahun 2020 belum ada gerakan cerdas oleh KLHK sebagai leading sektor sampah. Agar tercipta atau terbangun sebuah sistem yang berkesesuaian dengan regulasi UUPS yang sangat bagus tersebut. 

Justru terkesan bahwa Indonesia tidak memiliki regulasi. Sampai orang asing yang tidak paham masalah sampah, datang mengajari bangsa Indonesia. Sungguh sangat memalukan. 

GiF mencoba memutar kemudi solusi agar bisa meramu sistem pengelolaan sampah yang sesederhana mungkin tanpa ada bank sampah dan TPS3R, namun resolusi tetap mengikuti regulasi tanpa ada pelanggaran. Cuma sedikit perlu ada revisi UUPS dan aturan lainnya yang tentu harus mengikat kepada pemangku kepentingan.

Alasan resolusi tata kelola sampah adalah:

  1. Bank sampah dan TPS3R hanya dijadikan accesories Adipura dan bancakan korupsi oleh oknun pemerintah dan pemda serta kroninya.
  2. Asosiasi Bank Sampah Indonesia (Asobsi) nampak tidak mampu mengelola organisasinya, sehingga bank sampah seperti anak kehilangan induk.
  3. Kementerian LHK hanya jadikan Asobsi sebagai tambahan kekuatan atau pelengkap kebijakan alias jadi lembaga pembenaran, bukan mencari kebenaran tata kelola sampah dan begitupun sebaliknya. Sepertinya saling memanfaatkan dalam suasana  kedaruratan sampah Indonesia. 
  4. Kementerian PUPR ikut kewalahan dan tidak mampu mengurus TPS3R dan TPA yang dibangunnya sendiri di seluruh Indonesia. Tidak ada sinergitas dengan KLHK. Terjadi mis leading di lapangan. 
  5. Lintas asosiasi juga abai terhadap keberadaan bank sampah dan TPS3R. Padahal keduanya saling berkontribusi atau saling membantu. 
  6. Perusahaan CSR diduga menjadikan bank sampah sebagai pendukung permainan dana CSR yang melimpah ruah dan tentu diketahui oleh pemerintah dan pemda.
  7. Beberapa alasan yang krusial lainnya, namun penulis sebagai pengamat tata kelola sampah akan memberi penjelasan bila dibutuhkan oleh stakeholder.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Resolusi Tata Kelola Sampah

  1. Hapuskan bank sampah dan TPS3R sebagai pengelola sampah kawasan.
  2. Serahkan pengelolaan sampah secara nasional (pengawalan program dan manajemen) kepada lembaga nir laba dengan sistem berjaring. Fungsi eksekusi tetap oleh dan/atau pengawasan pemda masing-masing kabupaten dan kota seluruh Indonesia dengan cara pelelangan atau kompetisi terbuka melalui uji program, kompetensi dan sistem tata kelola sampah yang profesional.
  3. Tertibkan asosiasi berbasis industri daur ulang dan produk berkemasan. Agar bisa menjadi mitra sejajar pemerintah dalam monitoring dan evaluasi (monev) jalannya tata kelola sampah. Sekaligus menjadi penjamin produk ex sampah pada tata nilai ekonomi sampah.

Baca Juga: "Sampah" Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi

Keterpaksaan memberi resolusi tata kelola sampah ini, selain alasan diatas juga kondisi TPA sudah operload dan masih open landfill yang seharusnya di setop sejak tahun 2013 (7 tahun lalu). Terjadi resistensi dan penutupan TPA oleh warga terdampak TPA di berbagai daerah di Indonesia.

Sementara TPA menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat dan pemda. Tapi rupanya pemerintah pusat membiarkan masalah berlarut-larut tanpa ada solusi yang komprehensif. Hal ini bisa memancing terjadinya instabilitas dan komplik horizontal atau pemicu ketegangan antar warga terdampak TPA, pemulung, pengusaha daur ulang dan pemda setempat.

Juga terlebih didasari pengamatan GiF atas lemahnya pengelolaan sampah dan asosiasi sepertinya lemah dan lumpuh alias mati akal pada masa darurat pandemi Covid-19. Padahal solusinya sangat gampang bila mereka pada mengerti keberadaannya.

Khususnya kondisi saat ini, sampah dan limbah B3 yang ada di rumah sakit seluruh Indonesia menumpuk tajam dan umumnya perusahaan mitra rumah sakit mundur karena industri daur ulang tidak mengadakan pembelian. Seakan terjadi pembiaran masalah, yang seharusnya tidak terjadi karena adanya asosiasi.

Maka alangkah baik dan bijaknya para pemangku kepentingan untuk mereformasi diri dan karakter untuk setop permainan negatif menuju pengelolaan sampah yang manusiawi tanpa pembohongan dan pembodohan publik.

Surabaya, 20 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun