Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setop Mudik, Mencegah Penyebaran Covid-19

1 April 2020   18:35 Diperbarui: 19 April 2020   12:38 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Presiden Joko Widodo. Sumber: KompasTV

Perlu pemikiran positif dan kehati-hatian dalam menyikapi kondisi darurat sipil agar masyarakat dapat ikut serta berpartisipasi. Bentuk partisipasi tersebut termasuk tidak melakukan mudik atau tidak melakukan piknik dalam masa darurat Covid-19, tapi tetap #diRumahAja

Mudik atau pulang, merupakan ritual tahunan yang sekaligus menjadi model dan modal sosial khas "pulang kampung" di Indonesia, tapi tidak berlaku bagi negara lain. Selain mudik juga berbau antropologis dan spiritual serta mudik sangat kental nuansa sosiologisnya.

Tapi rupanya bisa berhenti pada kerepotan cara mudik yang menyusahkan dan seakan terjadi basa-basi permintaan maaf yang menyertai ucapan selamat merayakan hari raya dalam balutan kesombongan yang dibawa dari rantau. Bisa saja tampilan hedonis itu terselip dalam kesusahan demi atas nama harga diri alias gengsi pada suasana mudik. 

Fenomena negatif mudik hanya terjadi di Indonesia. Tapi maaf tidak berlaku tradisi mudik bagi penulis, namun tetap melakukan mudik diluar kebiasaan. Kecuali aktifitas bertepatan liburan saat ada di kampung halaman, jadi tidak ada persiapan dan waktu khusus. Dalam keluarga penulis, sejak kecil di kampung sudah tidak ditanamkan tradisi mudik oleh orang tua. 

Baca Juga: Perubahan Paradigma Mudik Lebaran Menyiapkan Lebaran Tanpa Kampung Halaman

Walau mudik sah-sah saja bila tidak memaksa diri. Termasuk tidak dalam kondisi atau anjuran untuk jaga jarak aman atau physical distancing dalam menghindari penyebaran wabah Covid-19 seperti yang terjadi saat ini di Indonesia. Presiden Jokowi menganjurkan masyarakat Indonesia untuk tidak mudik. 

Pemerintahan Jokowi-Maruf melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus berupaya mengampanyekan untuk tidak ada mudik dan tidak piknik demi mencegah menyebarnya wabah Covid-19.

Kementerian Perhubungan tetap menyiapkan skema pengurangan jumlah penumpang bus dalam program mudik gratis 2020 seiring diperpanjangnya masa status darurat Covid-19 hingga 29 Mei 2020 (Sumber: "Ini Skema Kemenhub jika Mudik Gratis Tetap Berjalan Saat Masa Darurat Covid-19")

Baca Juga: Dilema Larangan Mudik: Orang Susah Makin Susah

Teguran Terdahsyat Seluruh Dunia

Sekitar 190 negara sudah dan sementara dihinggapi oleh si Corona. Sesungguhnya dengan adanya Covid-19, Tuhan ingin menyampaikan pesan dengan mengatakan bahwa cara hidup dan kehidupan manusia selama ini berada dalam kekeliruan yang maha besar dan sesat.

Sebut misalnya dalam kehidupan silaturahim. Dewasa ini, manusia melakukan silaturahim hanya berdasar pada kepentingan duniawi. Bukan lagi berdasar pada perintah Tuhan untuk selalu mempertahankan hubungan silaturam karena semata taat pada Maha Pencipta.

Hanya karena kepentingan dunia (Baca: Bisnis atau materi) yang bisa saja setiap saat terjadi kesalahpahaman atau berada dalam kerugian. Maka berani saja memutus tali silaturahim diantara mereka. Karena harta, jabatan, perbedaan politik dan lainnya, silaturahim dikorbankan. Sikap hedonis materialistik selalu dikedepankan dari pada rasa persahabatan atau kekeluargaan. 

Begitu hinanya diri ini yang hanya berpandangan sempit. Padahal bisa saja hubungan bisnis, kerja, kekeluargaan tidak bertemu atau putus pada kepentingan secara pribadi atau kelompok. Tapi tidak seharusnya tali silaturahim ikut diputuskan. Itu merupakan perbuatan hina sebagai bangsa beragama. 

Baca Juga: Larangan Mudik Imbas Covid-19, PBNU: Silaturahim Daring Afdol

Fakta kekeliruan itu bahwa Tuhan dengan fulgar menegur atau memperingati dengan menurunkan wabah Covid-19, tanpa perlu analisa mendalam. Wabah Covid-19 meminta manusia untuk jaga jarak sebagai pencegah (baca: putus silaturahim). Ya tentu termasuk menghindari ibadah berjamaah di masjid ataupun gereja dan rumah ibadah lainnya.

Semua itu merupakan pukulan telak dari Tuhan agar bisa kita memahaminya dan segera berubah. Bahwa begitu tidak mengenakkan hanya terus berada di rumah. Terasa asing tanpa keluar rumah dengan bebas alias silaturahim sesama. Bisa saja keluar, tapi mau kemana?  Semua manusia pada takut ketularan Covid-19. Sementara si Corona juga tidak dipahami ada dimana.

Sesungguhnya Tuhan menutup pula pintu ilmu dan pengetahuan untuk memahami si Corona, dengan fakta belum ditemukan obat mujarab atau anti virus untuk menyembuhkannya. Kecuali hanya dengan istirahat di rumah dan jaga jarak aman antar manusia. Bisa jadi hanya mengandalkan pada kekebalan tubuh (bioplasmik) yang telah disiapkan oleh Tuhan pada semua manusia tanpa kecuali.  

Sangat jelas pesan utama yang hendak disampaikan Tuhan pada hamba-Nya adalah segera tobat dari kesombongan dan tidak memakan harta orang lain dan jangan korupsi, termasuk segera restorasi cara dan/atau merubah motivasi dalam silaturahim. Tingkatkan kadar silaturahim yang bukan hanya berdasar pada kepentingan duniawi semata.

Mari kita mengambil hikmah atas turunnya wabah Covid-19 oleh Tuhan Ymk. Karena manusia sendiri yang mengubdangnya dengan sikap angkuh dan serakah. Sungguh Covid-19 ini merupakan cara Tuhan memperingati atau menegur manusia untuk melakukan restorasi dalam silaturahim.

Baca Juga: Tips Jaga Kesehatan Mental saat Pandemi Virus Corona Covid-19

Tidak Jelas Ruang dan Waktu si Corona

Kenapa pencegahan Covid-19 berada pada ruang ketidakpastian ? Agar manusia tidak mampu mempergunakan ilmunya secara pasti. Hanya bisa memprediksi saja. Ahirnya Covid-19 harus diberi waktu yang panjang dan itupun tidak pasti kapan berahirnya.

Semua ini terjadi karena kekuasaan Tuhan. Artinya Tuhan hendak mengatakan bahwa janganlah sombong dan serakah diatas kuasa dan kekuatan manusia. Karena sesungguhnya yang kuasa itu hanyalah Tuhan Ymk. Tuhan Yang Maha Esa (Allah itu Tunggal dan bukan Jamak).

Dengan ruang dan waktu yang berada pada ketidakpastian tersebut, jelaslah bahwa Tuhan ingin dan meminta segera hamba-Nya untuk melakukan introspeksi diri dan keluarga serta memperbaiki hubungan sosial kemasyarakatan untuk melakukan perubahan sikap dalam hidup kehidupan.

Bila kita manusia masih saja abai dalam menjamu si Corona, artinya kita tidak berubah sikap dalam kehidupan. Berarti manusia belum mencegah dan melawan si Corona. Termasuk masyarakat urban yang punya hobby mudik agar segera introspeksi dan belajar untuk tidak mudik pada masa tamu di Corona berada di tempat kita.

Si Corona harus kita cegah dengan "diam dalam introspeksi". Jangan ikutkan si Corona itu ikut mudik, akan meracuni keluarga dan kampung yang masih bersih dari noda.

Cara mencegah penyebaran Covid-19 dengan menjamunya di rumah masing-masing. Tidurkan si Corona dengan cara temani di rumah. Jangan pergi jauh-jauh apalagi mudik ke kampung halaman. Ingat pula bahwa tradisi mudik itu bukan tradisi orang cerdas.

Baca Juga: Resmi! Presiden Jokowi Tetapkan Status Pembatasan Sosial Berskala Besar, Polri Diperbolehkan Ambil Langkah Hukum, Sedang Kepala Daerah Dihimbau Tak Gegabah: Tidak Buat Kebijakan Sendiri.

Karena jika masyarakat urban memaksakan untuk mudik maka akan membahayakan diri sendiri dan orang lain, termasuk orang-orang dalam perjalanan dan khususnya keluarga dan handai taulan di kampung yang masih bebas Covid-19.

Karena otomatis si Corona akan ikut mudik bersama Anda, tidak mungkin si Corona tinggal sendiri di rumah. Hargai dan temani si Corona #diRumahAja agar segera pamit di rumah besar Indonesia. Jangan menjadi Carrier atau pembawa virus Covid-19 itu ke kampung halaman karena akan pasti menulari orang-orang terkasih.

Sepanjang masih memperdebatkan hal-hal teknis yang terlalu dominan, maka kemungkinan besar tamu terhormat si Corona akan masih betah bertahan di dunia dan bahkan akan semakin melebarkan sayap ke negara yang belum dihinggapi.

Coba kita manusia, khususnya masyarakat Indonesia sedikit berbalik kebelakang untuk memahami kehadiran si Corona dengan kacamata non teknis. Segera masing-masing introspeksi pada diri, keluarga dan aktifitas keseharian kita sebagai umat bersosialisasi dan beragama. Apa yang salah dari progres kehidupan kita ?

Coba responsif dan proaktif terhadap hal teknis dan non teknis. Bukan reaktif apalagi panik. Berpikir macam-macam, termasuk dengan gegabah mencari peluang bisnis ditengah penderitaan atas wabah si Covid-19.

Baca Juga: Ketika Pulau Sulawesi Harus Diisolasi Terbatas

Rekomendasi Cegah Mudik

Pemerintah dan pemda tengah menyiapkan strategi-strategi perbantuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat terdampak Covid-19. Maka selayaknya masyarakat urban jangan meninggalkan tempat, demi menghindari kerugian karena hilang dari pendataan.

Dalam situasi Darurat Sipil, sebaiknya segera pemerintah dan pemda serta asosiasi pengusaha, melakukan pendataan masyarakat atau pengusaha terdampak. Termasuk dan khususnya kota-kota metropolitan dan megapolitan, harus valid mendata para pekerja kelas bawah dan mahasiswa yang masih ngekos. Untuk segera diberi bantuan selama masa darurat Covid-19 agar mereka tidak mudik.

Mudik dan Berlibur Cerdas

Berliburlah atau mudik ditengah-tengah kesibukan pekerjaan, itu cara cerdas mudik ke kampung halaman. Belajar mudik dengan memadukan aktifitas masyarakat urban dan kampung halaman atau kampung mana saja.

Coba ubah paradigma, tradisional mudik ke mudik profesional dengan cara "berpiknik" dalam suasana masa aktifitas "disela" pekerjaan dengan silaturahmi keluarga dan sahabat. Sangat mungkin dilakukan, apalagi saat ini hampir setiap hari ada komunikasi antara orang di rantau dan kampung (Baca: tidak rindu banget). Maka selayaknya tradisi mudik ikut dirubah seiring perkembangan zaman.

Sampaikan kepada keluarga di kampung halaman bahwa cara-cara mudik selama ini harus kita rubah. Mudikkan hati atau mudik non fisik demi saling menjaga jiwa dan raga untuk menaati anjuran pemerintah dan agama. Serta tidak menyusahkan orang lain dalam aktifitas mudik. 

Bisa jadi dan diharapkan kedepan, dengan perubahan paradigma seiring meningkatnya kecerdasan, maka kita akan bersilaturahim bukan sekali dua kali se tahun. Tapi akan sering ketemu dalam kolaborasi aktifitas keseharian dengan berpiknik dari/dan ke kota atau kampung.

Semoga tidak mudiknya masyarakat urban dalam tahun ini menjadi pelajaran berharga untuk tahun-tahun berikutnya agar terjadi perubahan besar dalam hidup kehidupan. Kekeliruan dalam tradisi mudik juga bisa segera diahiri dan sekaligus berani belajar mudik cerdas alias mudik bukan pada masa-masa liburan khusus saja, seperti lebaran, natal dan lainnya. Segera keluar dari zona nyaman.

Surabaya, 1 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun