"Banjir yang merendam sejumlah wilayah di Jabodetabek dikarenakan kerusakan ekosistem dan ekologi. Banjir juga terjadi lantaran masyarakat yang membuang sampah sembarangan" Presiden Jokowi.
Membaca fenomena dan pemberitaan banjir yang mengepung Jakarta (1/1/20). pemberitaan Ikut membanjiri media maisnstream atau dunia nyata dan berita daring dan medsos. Hampir tidak ada yang membenarkan dan malah menjadi soroton kepada Gubernur Jakarta Anies Baswedan (Anies).
Kasian juga Anies, seharusnya di-support untuk membantu pemikiran dan semangat dalam menemukan dan membangun solusi. Sorotan sampai bergeser ke efek Pilkada Jakarta yang lalu. Padahal pestanya sudah berlalu dan selesai.
Kelihatan pula Anies yang tidak tahan emosi "mengarah debat" dalam sikapi berbagai macam sorotan, cemoohan, dan lainnya. Sebagai pemimpin mesti santai saja menyikapi sorotan pada dirinya.
Seharusnya tenang dan jangan emosi. Itulah resiko yang harus diterima, ditengah kemerosotan kepercayaan rakyat saat ini pada pemerintah sangat menurun dan hampir punah.Â
Teruslah berbenah membangun Jakarta yang memang multidimensi sekaligus multikomplek. Karena prinsipnya, bila tidak mau dibenci jangan menjadi pemimpin. Apalagi Jakarta super plural.
Begitu seriusnya Anies menanggapi setiap kritik tajam tentang banjir Jakarta sampai Anis kehilangan konsentrasi dan sempat membantah pernyataan Presiden Jokowi soal banjir karena menyebut sampah sebagai salah satu penyebab banjir.
Anies sampai merujuk kawasan Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur yang sempat tidak berfungsi pada hari Rabu (1/1/2020) karena serangan banjir. Padahal, di bandara itu sampahnya hanya sedikit atau dianggap tidak ada.
Anies pasti tidak paham bahwa sungai sekitar Bandara Halim juga sungainya sudah menyempit dan kotor akibat banyaknya sampah yang tidak terurus baik. Bisa jadi dalam area bandara memang tidak kelihatan sampah.
Tapi sampah di luar pagar bandara bagaimana? Tentu banyak sampahnya. Karena Jakarta termasuk daerah di Indonesia yang belum mengelola sampah dengan benar sesuai perundangan persampahan yang ada. Jakarta sama saja daerah kecil di Indonesia mengelola sampahnya di TPA secara open dumping. Seharusnya ditinggalkan sejak tahun 2013 yang lalu.