Sampai saat ini belum ada pengelola sampah menikmati insentif atas Pasal 21. Hal ini menjadi pelanggaran pemerintah dan pemda karena tidak memberi haknya kepada rakyat atau pengusaha yang mengelola sampah.
Pemerintah dan pemda hanya selalu menuntut haknya tanpa memenuhi kewajiban sebagai regulator dan fasilitator. Hanya menyalahkan dan menuntut masyarakat untuk jalankan kewajiban tanpa memberi insentif atas haknya sebagai  pengelola sampah di sumber timbulannya.
Hal inilah menjadi pertarungan kepentingan oknum birokrasi, asosiasi, pengusaha dan masyarakat, sehingga Pasal 13,44 dan 45 serta Pasal 21 UUPS tidak dilaksanakan dengan benar dan berintrgritas sampai hari ini. Makanya, Indonesia masih terjadi darurat sampah
Baca juga: Regulasi | Refleksi Ahir Tahun 2019 Pemerintahan Jokowi Menyoal Listrik Sampah, BPPT Keliru Sikapi Sampah dan PLTSa
Jangan coba dan berani bermain curang dalam urusan sampah. Bisa jadi akan tergilas dan termakan oleh sampah, ahirnya sampah menjadikan manusia pengelolanya itu akan seperti sampah yang tidak bernilai atau menjadi manusia sampah.
Bukan cuma sampah yang harus dipilah, tapi manusia perlu dipilah yang jujur dan yang tidak neko-neko mengurus sampah. Harus yang berintegritas, harus memiliki pribadi jujur dan memiliki karakter kuat untuk tidak berspekulasi mempermainkan dana sampah yang berpotensi datang dari berbagai sumber.
Perhatikan sudah mulai jarang muncul elit-elit atau stakeholder yang berani bicara atau menulis di media tentang solusi sampah, apalagi kampanye larangan plastik. Umumnya mereka sudah tiarap tersandera atau menyandera dirinya. Mungkin mulai capek dan sadar akan kekeliruan berpikir dan bertindak selama ini.
Kembalilah ke jalan yang benar, tidak ada abadi dalam hidup kecuali perubahan itu sendiri. Jangan malu berubah. Perubahan dan inovasi adalah sebuah keniscayaan. Mari semua sadar bahwa manusia lahir atas kolaborasi dari perbedaan. Begitu pula solusi dari sebuah masalah akan tercipta atas kolaborasi dari perbedaan yang menyatu.
Masalah sampah di Indonesia bukanlah soal ketidakpatuhan rakyat dan/atau terkendala teknologi. Tapi kendalanya adalah oknum birokrasi yang menjadi biang keroknya karena tidak taat regulasi dan tetap ingin monopoli sampah untuk dibawa ke TPA. Rakyat sudah faham semua kebobrokan dalam urusan sampah.Â
Anehnya pemerintah pusat melakukan pembiaran pada pemda dan menjust masyarakat yang tidak patuh. Padahal mereka sendiri yang tidak patuh.