Pengelolaan sampah di Indonesia, tantangannya pada oknum leading sektor persampahan yang ingin tetap monopoli pengelolaan sampah. Mari kita jujur bahwa rakyat Indonesia adalah patuh pada aturan, hanya saja panutannya hilang dan bersembunyi dibalik kekuasaannya untuk mempermainkan dana-dana persampahan.
Sedikit tertarik untuk mengulas status atau pendapat atau mungkin berupa temuan seorang sahabat penggiat persampahan Renung Rubi dalam status face booknya berjudul "Tantangan Persampahan Indonesia" (19/08).Â
Dalam facebook Saudaraku Renung Rubi tersebut diatas menulis "Dari 500 an Bupati/Walikota Hanya Sedikit yang PEDULI ALOKASI ANGGARAN SAMPAH. Di dalam Kabupaten/Kota dari sekian OPD ... yang mengurusi sampah hanya DLH atau DKP yang "agak" Peduli Sampah. Dari sekian banyak personil DLH hanya segelintir orang yang PEDULI SAMPAH ....." (maaf sedikit saya edit huruf-hurufnya Bang Renung)
Sebenarnya hampir semua bupati dan walikota di 514 kabupaten dan kota serta gubernur dari 34 provinsi di Indonesia. Termasuk beberapa kementerian terkait, semua mengeluarkan alokasi dana untuk persampahan. Baik dari APBN, APBD (1 dan 2), CSR dll. Namun hanya tidak semua orang atau masyarakat mengetahuinya.
Begitu pula Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) bukan mereka tidak peduli hanya saja leading sektor persampahan baik di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) maupun SKPD di tingkat pemerintah daerah (pemda) ada kesan monopoli dalam urusan sampah.Â
Hal inilah yang menjadi hambatan pelaksanaan Pasal 13, 44 dan 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Pasal-pasal tersebutlah menjadi bumerang bagi oknum pemda, karena "merasa" ladangnya akan direbut oleh rakyat yang seharusnya menjadi eksekutor dalam pengelolaan sampah.
Kurang terbuka pada kementerian dan OPD lainnya di pemda, misalnya yang berhubungan erat dengan persampahan adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi/UKM dan Kementerian Perindustrian beserta seluruh OPD atau SKPD di pemda masing-masing, maka muncul disharmonisasi antar lembaga dan OPD.Â
Kalau kementerian lain diluar KLHK termasuk diluar OPD DLHK pada pemda tidak berinisiatif untuk mengambil peran positif di masyarakat, maka hancurlah pengelolaan sampah. Inilah terjadi praktek selama ini oleh pemerintah dan pemda, sehingga Indonesia terus dirundung masalah sampah yang tidak berkesudahan.Â
Padahal sangat jelas telah diatur dalam UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, peran pemerintah dan pemda 1 dan 2 termasuk dalam Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas), termuat didalamnya peran masing-masing kementerian dan lembaga (K/L).
Lebih mikronya lagi pada oknum-oknum pejabat SKPD atau internal Dinas Lingkungan Hidup (dh: Dinas Kebersihan) di pemda. Ada terjadi semacam sekat yang diciptakan atas penempatan posisi yang terlibat langsung pada unit-unit tugas dan yang tidak dilibatkan (tidak ada peran) oleh pimpinan SKPDnya yang sengaja ingin bermain dalam pusaran sampah.