"Bila pemerintah mau bersungguh-sungguh mengatur dalam rangka pengurangan timbunan sampah plastik, maka pelarangan SUP saya anggap tidak tepat" Prof. Akbar Tahir, Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Tulisan bersumber dari Facebook Prof. Akbar, pemahaman ini penting untuk diketahui oleh stakeholder persampahan di seluruh Indonesia. Terima kasih Prof. Akbar yang tidak henti-hentinya memberi pelajaran sekaligus mengingatkan agar jangan salah menyikapi sampah plastik.
Dunia internasional saat ini tengah giat-giatnya melakukan berbagai upaya untuk mengurangi kebocoran (emisi) sampah plastik ke lingkungan perairan, khususnya lingkungan lautan yang porsinya memang sangat besar di muka bumi ini.
Beberapa strategi intervensi yang banyak digunakan di muka bumi ini adalah pengurangan atau bahkan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai (SUP: single use plastic), pengurangan penggunaan plastik personal dan penerapan sistem deposit di banyak negara (maju).
Saat ini, ada 14 item atau kelompok produk plastik yang menjadi fokus para ahli di muka bumi ini, seperti: kantong plastik, plastik pembungkus (soft wrappers), botol plastik, gelas plastik, tutup botol, filter rokok, sanitary products, tali plastik, jaring, pelampung, perabot/furnitur berbahan plastik, kotak makanan (food container), tangki/ember plastik, alat makan plastik (cuttlery, stirrer, straw) serta fragmen-fragmen keras plastik lainnya.Â
Semuanya, ternyata memiliki 'kualitas' berbeda yang menyebabkan laju degradasinya pun berbeda-beda. Belum lagi dengan perbedaan zona iklim (temperate, sub-tropic ataupun tropic) semuanya menyisakan masalah dalam membuat model estimasi laju degradasi masing-masing item yang ujungnya adalah emisi mikroplastik di lingkungan akuatik. Hal ini semakin diperumit dengan lokasi sampah plastik itu berada: daratan, sungai, pantai atau di permukaan laut.
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mereduksi peningkatan tumpukan sampah plastik di lingkungan. Tapi belum banyak yang berhasil, terlebih bila di negara dimana penggunaan plastik tidak disertai dengan pengelolaan sampah padat yang baik serta tingkat kesadaran warga yang masih sangat rendah, seperti Indonesia.Â
Masih banyak praktik pembakaran sampah dilakukan akibat tidak terkoleksinya sampah-sampah padat secara optimal. Semua ini membuat ciut nyali kita akan kemampuan kita dalam mengelola sampah padat yang kandungan unsur plastiknya sangat besar.
Belakangan ini, banyak pemerintah daerah yang mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai, yang umum dikenal di negara-negara maju: kantong plastik, sedotan plastik dan wadah makanan dan minuman berbasis styrofoam.Â
Sementara itu, bahan-bahan berkemasan plastik yang sangat banyak jenisnya kurang mendapat perhatian. Sebut saja sachet shampoo/sabun/kopi, bungkus mie instan dan produk-produk segar seperti tempe dan kue jajanan, refill minyak goreng/pewangi cucian dan masih banyak lagi.