Kekesalan Presiden Jokowi tumpah dan marah saat memimpin rapat terbatas dengan topik Perkembangan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan pengelolaan sampah secara umum di hadapan para Menteri dan Gubernur.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang paling bertangungjawab terhadap pengelolaan sampah. KLHK sebagai leading sector pengelolaan sampah. Maka seharusnya KLHK cq: Ditjen PSLB3 menyikapi kondisi darurat sampah yang menjadi sorotan Presiden Jokowi.
KLHK terlalu lama berkutak-katik pada masalah sampah plastik dan itupun tanpa solusi. Malah semakin parah dengan mendorong pelarangan penggunaan kantong plastik pada pemerintah daerah, sampai pada rencana cukai kantong plastik yang diduga bermuatan "pesanan" dari kelompok usaha tertentu.
"Rapat terbatas mengenai sampah ini sudah kita lakukan seinget saya sudah 6 kali saya jadi wali kota. Saya ngomong apa adanya," kata Jokowi, di Kantor Presiden, Jakarta. Selasa (16/7/2019).
Presiden Jokowi tak mampu menutupi kekesalannya atas masalah sampah Indonesia yang belum maksimal ditangani oleh para menteri dan pemerintah daerah.
Memang seharusnya Menteri LHK Dr. Siti Nurbaya Bakar jujur saja pada Presiden Jokowi bahwa proyek pembangunan PLTSa menuai resistensi dan penolakan, terbukti Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah telah melakukan uji materi terhadap Perpres 18 Tahun 2016 Tentang PLTSa 7 Kota, yang telah dicabut oleh Mahkamah Agung pada ahir tahun 2016.
Sangat jelas KLHK dan lintas menteri yang mendukung PLTSa sangat ngotot ingin membangun PLTSa dengan diterbitkannya kembali Perpres 35 Tahun 2018 Tentang PLTSa 12 kota. Perpres 35 Tahun 2018 ini kami anggap perpres reinkarnasi atas Perpres 18 Tahun 2016. Menteri LHK mestinya melakukan evaluasi atas kinerja bawahannya yang membidangi pengelolaan sampah.
Fakta tidak validnya PLTSa tersebut, berkaca pada PLTSa yang telah dibangun tahun 2018 oleh BPPT dan diresmikan penggunaannya sekitar bulan Maret 2019 dengan kemampuan produksi 100 ton/day. Sampai saat ini belum menghasilkan listrik sampai sekarang. Ada apa? Namun disarankan bahwa rencana PLTSa ini sebaiknya dibatalkan, karena memang tidak layak Indonesia mengelola sampahnya dengan teknologi bakar sampah yang sifatnya sentralisasi.
Sangatlah pantas Presiden Jokowi marah dan kesal karena menteri-menterinya tidak ada yang mampu menyelesaikan masalah sampah ini. Padahal sampah sangat mudah diselesaikan bila menjalankan regulasi persampahan.
Solusi sampah bukan di hilir seperti aksi sapu-sapu di pantai, sungai dan TPA. Namun solusi sampah berada di hulu. Hulu sampah ada di rumah tangga dan sejenis rumah tangga.
Sangatlah mudah sampah itu dikelola dan diselesaikan, sepanjang melaksanakan amanat regulasi UU. No. 18 Tahun 2008 (UUPS). Khususnya pasal 13, 44 dan 45 UUPS, dijalankan massif dan terstruktur. Dalam sikapi bisnis sampah, harus dengan pola sosial entrepreneurship atau model kewiraswastaan sosial.