Jakarta (3/3/19) - Kalimat Kantong Plastik Berbayar (KPB) dan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG), merupakan kalimat yang sama maknanya dan setali tiga uang dengan "Jual Kantong Plastik".Â
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan komitmen bersama anggotanya untuk mengurangi kantong belanja plastik sekali pakai (kresek) di semua gerai-gerainya secara bertahap mulai 1 Maret 2019, alih-alih demi alasan menyelamatkan bumi dari plastik. Baca "Mulai 1 Maret, Kantong Plastik di Minimarket Tidak Gratis"
Aprindo menghentikan program KPB setelah dijalankannya atas dasar kebijakan Surat Edaran (SE) KPB No. S.1230/PSLB3-PS/2016 Tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar Pada Usaha Ritel Modern min Rp.200 (uji coba 1) oleh Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang ditandatangani oleh mantan Dirjen PSLB3 Tuti Hendrawati Mintarsih, tertanggal 17 Februari 2016 dan Aprindo menghentikannya pada tanggal 1 Oktober 2016 karena alasan dasar hukumnya lemah.
Mengherankan bahwa kenapa sekarang (1/3) Aprindo berani menjalankan kembali kantong plastik berbayar dengan cara mengganti nama programnya menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) dengan hanya berdasar pada kesepakatan anggotanya peritel saja?Â
Berani sekali memungut atau memetik uang rakyat tanpa sepengetahuan (dejure) oleh pemerintah cq: KLHK. Apakah ada persetujuan (de facto) oleh oknum elit KLHK dan apakah Menteri LHK Dr. Siti Nurbaya Bakar tahu masalah ini?
Ironi Program KPTG Aprindo
Dalam survei Green Indonesia Foundation Jakarta, telah menemukan keganjilan penerapan kebijakan Aprindo di Mall Cijantung Gerai Ramayana Jakarta Timur (2/3). Dalam struk belanja tertulis "Ramayana Bazar" dengan angka Rp. 200, dalam penjelasan pelayan toko di TKP, angka Rp. 200 itu untuk harga kantong plastik dan kantong plastik besar atau kecil sama saja harganya masing-masing sebesar Rp. 200.
Ada apa semua ini? Bukankah ini semua dapat diduga terjadi pembohongan publik dan/atau merugikan publik (baca: konsumen) alias rampok uang rakyat? Kenapa hindari menulis Rp. 200 untuk harga kantong plastik belanja?Â
Ini namanya benci tapi rindu pada plastik untuk memanfaatkan plastik itu sendiri sebagai komoditi yang seksi untuk diperjuabelikan atas nama penyelamatan lingkungan.
Mana Menteri LHK Siti Nurbaya, mana Presiden Joko Widodo membiarkan masalah besar ini? Bukankah ini bisa menjadi blunder Presiden Jokowi menjelang Pilpres bulan April 2019?
Penulis sebagai pemerhati dan pengamat regulasi persampahan di Indonesia, sungguh tidak percaya bila tidak ada dorongan yang kuat oleh oknum PSLB3 KLHK. Sehingga Aprindo berani menembus batas yang sangat berliku tajam dan berbahaya untuk kembali dengan seenaknya menerapkan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) dengan mengabaikan kewajibannya untuk menyediakan kantong plastik.Â