Makassar (19/2) - Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof. Dr.Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA didampingi Direktur Green Indonesia Foundation Asrul Hoesein yang juga sebagai penulis buku "Bank Sampah, masalah dan solusi", meluncurkan buku tersebut setelah pembukaan Lokakarya Solusi Sampah Indonesia dengan Tema "Mereduksi Pencemaran Sampah Plastik Melalui Konsep 3R Reduksi-Reuse-Recycle, di Kampus Unhas Tamalanrea, Gedung IPTEKS Unhas Makassar (18/2).
Pada peluncuran buku tersebut ikut hadir antara lain dari Kementerian Kordinator Bidang Maritim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koperasi dan UKM, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintah daerah seluruh Sulawesi Selatan, Ketum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Ketum Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia (APDUPI), Ketum INAPLAS, para pengelola Bank Sampah dan Primer Koperasi Bank Sampah serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Asrul: "Bank sampah harus berbentuk yayasan dan secara bersama - mutual - dalam satu kabupaten dan kota membentuk badan hukum usaha berupa Primer Koperasi Bank Sampah atau PKBS, juga bank sampah harus di klasifikasi menurut wilayah domisilinya"
Buku "Bank Sampah, Â masalah dan solusinya" merupakan catatan dan temuan penulis dalam mengamati progres bank sampah sejak berdirinya sampai sekarang yang tidak menunjukkan perkembangan dan bahkan tidak menemukan jatidirinya baik sebagai perekayasa sosial maupun perekayasa bisnis.
Kerja sosial bank sampah selalu menghasilan atau terjadi efek ekonomi (bisnis) secara bersamaan, disini letak keunikan dalam mengelola "kegiatan sosial" bank sampah pada misi sebagai perekayasa sosial dalam merubah paradigma masyarakat pada kelola sampah.
Tanpa kerja sosial dan bergotong royong mustahil bank sampah menemukan bentuknya dalam menemukenali dunia usaha yang semestinya. Maka pengelola bank sampah perlu dibekali ilmu dan pemahaman tentang kewirausahaan sosial. Semakin banyak kerja sosial bank sampah, maka semakin banyak pula efek bisnis yang diperolehnya.
Maka jangan takut mengedepankan nilai atau kerja sosial dalam mengelola bank sampah. Artinya disamping mendapat fasilitas dari pemerintah, CSR, EPR atau hibah lainnya. Juga pasti akan mendapat keuntungan ganda atas efek ekonomi yang muncul.Â
Tapi memang dibutuhkan kelembagaan yang berbeda dari kerja sosial dan ekonomi, namun pemiliknya secara bersama dan berbisnis secara gotong-royong atau mutual melalui koperasi bersama antar bank sampah dan bekerja sosial pada masing-masing bank sampah sesuai klasifikasi wilayah domisilinya serta kemampuan menciptakan ide, inovasi dan kreatifitas para pengelola bank sampah itu sendiri.
Jadi pada proses kerja sosial masing-masing bank sampah tetap terpisah dari target sasarannya masing-masing. Tapi dalam mencapai hasil maksimal ekonomi atau bisnisnya, bank sampah haruslah satu rangkaian kemitraan dalam "rumah bisnis bersama"Â yang diwadahi oleh primer koperasi bank sampah (PKBS) dalam satu wilayah kabupaten dan kota.
Pada Lokakarya Solusi Sampah Indonesia yang bersamaan peluncuran buku ini, Asrul juga sebagai narasumber dalam lokakarya mengusulkan pada pemerintah, asosiasi dan maupun pada perusahaan CSR untuk membuat program Bank Sampah Keliling dan Bank Sampah Mart, demi percepatan pencapaiaian target dan mengejar ketertinggalan dalam pengelolaan dan pengembangan bank sampah pada setiap desa dan kelurahan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H