Nah anehnya lagi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama Pemprov. DKI Jakarta telah melakukan peletakan batu pertama pembangunan pengolahan sampah melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTsa) di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Rabu (21/3).Â
PLTSa ini katanya mampu membakar semua jenis sampah hingga 50 ton per hari dan menghasilkan listrik hingga 400 kilowatt (Kw). Jadi memang Jaktranas Sampah tersebut sangat lucu, karena di dalamnya mengendorse pengelolaan sampah kawasan melalui mekanisme Bank Sampah tapi yang difokus adalah PLTSa. Jadi sangat diduga Jaktranas Sampah tersebut hanya ingin mengantar pembangunan PLTSa yang sebelumnya sudah dicabut perpresnya oleh MA.Â
PLTSa Bantargebang sangat potensi digugat lagi. Belum lagi ditelisik bagaimana bentuk atau aplikasi tender yang telah dilakukan tersebut oleh BPPT, juga anggarannya sangat tinggi. Seharusnya BPPT mengendorse pengelolaan di kawasan timbulan sampah melalui Bank Sampah serta Pembangunan Sanitary Landfill Bertingkat di TPST Bantargebang, sebagaimana yang dilakukan TPA Sundakwon Korea Selatan.
[Dilematis] Terurai versus Kelola ?!
Seharusnya bila prinsip "kelola" sampah menjadi basic berpikir dan bertindak, ya tidaklah mengganggu proses modernisasi (peradaban) yang jelas tidak bisa dihindari. Karena modernisasi sendiri seiring dengan prinsip "proses" keberlanjutan.
Tapi memang keras dugaan saya, masalah sampah (apalagi plastik) sangatlah di plintir untuk tujuan atau maksud sesat oleh oknum "kapitalis" tertentu atau terjadi benturan kepentingan pengusaha besar dengan memanfaatkan oknum birokrasi dan mitranya baik dari LSM/NGO, person, lembaga/asosiasi dll yang pada fakta oknum tsb selalu penulis berbeda pandang pada forum resmi dan tidak resmi, karena kami hanya ingin regulasi sampah dijalankan dengan benar dan bertanggungjawab. Artinya semua stakeholder sampah tidak ada boleh dirugikan, atau terjadi win-win solusi.
Begitu juga Kementerian Perindustrian, sebaiknya urus Industri saja dengan mewajibkan setiap produk berdasar pada SNI. Tegakkan SNI saja dengan tidak melakukan pemihakan pada produk tertentu. Biarkan industri berproduksi sesuai SNI kantong plastik. Serahkan mekanisme pasar yang akan memilih sesuai kemampuan daya beli.Â
Urusan sampah bukan pada pembatasan produksi. Tapi pembatasan pasca produksi atas sisa produksi yang terpakai atau yang menjadi sampahnya, yang selanjutnya itu urusan KLHK dan/atau kementerian terkait lainnya. Ini urusan semua tumpang-tindih antar kementerian. Ejawantahlah regulasi dengan jujur dan berkeadilan.
Mari bersama merubah wajah pengelolaan sampah Indonesia dengan baik dan benar.
Berita Terkait:
1. Aneh Menteri Pertanian Tidak Dilibatkan Dalam Jaktranas Sampah