Bila Perpres ini dijalankan tetap kembali ke pola lama secara sentralistik, sama saja mengelola sampah terpusat di TPA atau di PLTSa (yang sesungguhnya sudah harus diminimalisir sampah 80%, itu idealnya). Sementara pada prinsipnya pengelolaan sampah sesuai amanat regulasi persampahan adalah berbasis komunal orientasi ekonomi, sangat berbeda dengan amanat perpres ini. Perpres Jaktranas Sampah ini saling tumpang tindih antara penanganan sampah Kawasan, TPA dan PLTSa. Harusnya konsentrasi saja pada kawasan (80%) dan TPA (20%), tanpa PLTSa lagi.
Memang cerdik konseptor Perpres Jaktranas Sampah ini, agar tidak nampak terbaca maka hanya dibumbui program-program lainnya dan hanya berganti nama atau judul saja bernama Perpres Jaktranas Sampah. Jelas kalau PLTSa dijalankan tentu butuh lagi bahan baku yang cukup besar, ya untuk apa lagi ada pengelolaan sampah kawasan, disini letak tumpang tindihnya, kami duga sengaja diputar balik, agar tujuan pembangunan PLTSa dapat lolos. ?!
Benar-benar para pembantu presiden, khususnya KLHK tidak memahami masalah internal (sampah secara komprehensif) dan masalah eksternal (hakekat pembangunan dan pengembangan pertanian organik, energi terbarukan  dan lain sebagainya). Mata dan hati oknum di KLHK seperti tertutup oleh pemikiran yang tergerus mengatasi sampah plastik yang sesungguhnya tidak susah diatasi bila memang berniat mengatasinya dengan benar tanpa ada muatan-muatan negatif yang mengiringinya, karena sampah plastik merupakan hal yang mudah terjual dan dibutuhkan oleh usaha atau industri daur ulang plastik, tinggal melaksanakan dengan benar undang-undang persampahan. Â
Termasuk didalamnya oknum pemerintah (sepertinya ini sudah lintas kementerian) penuh ambisi untuk membangun PLTSa, jelas ini pola konglomerasi yang jauh dari amanat regulasi. Singkatnya semua ini mis regulasi. Apalagi PLTSa ini sudah terjadi penolakan dan resistensi yang besar. Perpres Jaktranas Sampah ini sangat berpotensi untuk digugat lagi bila pemerintah keukeh menjalankannya. Heran juga KLHK ini, bisa dan berani berbuat kesalahan kedua kalinya pada kasus yang sama. Tanpa perubahan substansi, hanya berganti baju saja.
Bagaimana bisa terwujud upaya peningkatan pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga hingga mencapai sekitar 12 juta ton per tahun (target pemerintah sendiri). Bila pemakai pupuk organik terbesar (Baca: Kementerian Pertanian) tidak dilibatkan dalam Perpres Jaktranas Sampah. Jelas bahwa implementasi dari Perpres  Jaktranas susah tercapai dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Malah kami yakini akan menggerus dana rakyat lewat APBN/D yang lebih besar lagi tanpa hasil yang maksimal, hanya akan menjadi pembohongan dan pembodohan publik saja.
Saran Perbaikan Perpres Jaktranas Sampah
Demi atas nama efisiensi, segera revisi Perpres Jaktranas Sampah, antara lain:
- Hapus Rencana Pembangunan PLTSa pada Jaktranas Sampah. Ingat bahwa Perpres PLTSa ini sudah pernah dicabut oleh Mahkamah Agung. Jangan terulang kesalahan lagi. Fokus saja pada pengelolaan sampah kawasan. Lebih kepada Pro Rakyat dan Pro Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK), terkhusus pada Pro Kesehatan.
- Terbitkan kembali Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah yang telah dicabut oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada tahun 2016 yang lalu. Permendagri ini sangat penting, karena sebagai pedoman dan kekuatan pemda provinsi, kabupaten dan kota dalam melaksanakan amanat regulasi sampah. Permendagri ini merupakan pedoman utama pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Bila permendagri ini tidak diterbitkan kembali, maka jelas Perpres Jaktranas Sampah ini, hanya akan memuluskan proyek pembangunan PLTSa yang sudah tertolak itu.
- Pada Perpres Jaktranas Sampah harap dicantumkan regulasi tentang lingkungan, persampahan dan limbah B3 termasuk limbah medis, regulasi CSR, regulasi perlindungan konsumen dll. Agar tidak keliru seperti kesalahan terhadap Surat Edaran tentang Kantong Plastik Berbayar. Menghindari salah tafsir regulasi yang sekaitan dengan persampahan dan komponen-komponennya.
- Perlu perhatian kepada oknum di KLHK khususnya pada Ditjen PSLB3, bahwa bila hendak membuat kebijakan atau regulasi, jangan hanya menghadirkan atau meminta pendapat orang-orang atau lembaga yang hanya bisa ABS atau AIS saja, terlebih oknum-oknum yang tidak memahami masalah. Ini yang membawa Anda celaka, sehingga setiap kebijakan yang dibuat itu, selalu saja mendapat sorotan yang tajam. Karena memang penuh ketimpangan yang ada didalam kebijakan tersebut. Sudah banyak contoh-contoh kasus yang demikian ini. Segera sadar dan berubahlah untuk Indonesia lebih bersih.
Jangan Tumpuk Masalah
Ingat pula, khusus pada KLHK. Jangan tumpuk masalah. Rakyat Indonesia tidak sebodoh yang Anda bayangkan itu. Kami sudah capek menyaksikan "permainan regulasi" yang dilakonkan oleh para oknum birokrat yang masa bodoh mendengar masukan-masukan yang komprehensif.
Masih Menjadi pekerjaan rumah, bahwa begitu kacau-balau pengelolaan sampah Indonesia. Nyaris hampir semua pemda kabupaten dan kota memanfaatkan kesempatan atas "kelemahan atau kelalaian" pemerintah cq: KLHK sebagai Leading Sector persampahan Indonesia. Mari urus negara ini dengan baik dan benar serta bertanggung jawab. Janganlah membuat regulasi secara serampangan, seakan ada tujuan tertentu alias diduga hanya memenuhi pesan-pesan sponsor.
Bila memang ada, diharapkan para "sponsor" dalam dan luar negeri, hentikan dukungan Anda terhadap oknum-oknum penguasa dan pengusaha nakal sebelum dipaksa dihentikan oleh penegakan hukum, Ingat dalam Perpres Jaktranas Sampah tersebut ada dilibatkan penegak hukum (polisi dan jaksa), diharapkan pula para penegak hukum dan juga KPK mencermati keadaan yang rawan koruptif ini. Sudah diduga dan dapat dipastikan ada permainan busuk dibalik semua ini dan seakan sampah plastik itu menjadi momok yang paling mencekam dan menakutkan. Sangat dipaksakan kondisi bahwa sampah plastik saat ini mendominasi pokok masalah sampah, padahal volumenya sangat minim bila dikelola dengan benar, hanya sekitar 14 % dari total sampah an organik. Dampak negatifnya berimbas pada pengelolaan sampah lainnya yg tidak kalah menariknya dipermainkan angka-angkanya seperti sampah organik dan limbah B3 yang terus diangkut ke TPA dengan dominasi sekitar 80% volume sampah organik di Indonesia.
Mari luruskan niat dan regulasi sampah, hanya demikian yang bisa mengantar Indonesia Bebas Sampah !!!
Green Indonesia Foundation
Jakarta - Indonesia
Asrul Hoesein (08119772131)