Mohon tunggu...
HM.Amin Said Patangkai
HM.Amin Said Patangkai Mohon Tunggu... profesional -

Benci Tapi Butuh itulah benci terhadap Yahudi yang menindas Pelestine tetapi kerja ama orang keturunan Yahudi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sifat Kemerdekaan Sebelum Indonesia Mengenal Kata "MERDEKA"

31 Januari 2010   08:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:09 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_65160" align="alignnone" width="400" caption="Permasyhuran Raja untuk menjaga kemerdekaan"][/caption] Setelah menposting artikel tentang kemerdekaan dalam sejarah Indonesia yang tidak di Indonesiakan (nasionalkan) , saya kembali melanjutkan tentang butir-butir kemerdekaan sesuai dengan kearifan jaman dulu orang bugis(kearifan orang bugis sekarang menjiplak dan mempelajari budaya lain daripada budaya sendiri) Butir-butir adek amaradekangeng tersebut teruntai dalam adagium : “Napoallebirengngi to WajoE, maradekaE, na Malempu, Na Mapaccing ri gau’ salaE, mareso mappalaong, na maparekki ri warang paranna”.  Diterjemahkan (oleh penulis) : Orang Wajo lebih memilih kebebasan, jujur, bersih dari prilaku buruk, ulet bekerja, dan hemat. Perjanjian di Lapaddeppa (sekarang Lapaduppa, penulis) tersebut diprakarsai oleh Arung Saotanre yang bergelar Arung Bettengpola, salah satu …. (negara bagian) Kerajaan Wajo selain Talotenreng dan Tua. Sepanjang masa pengabdiannya, sedikitnya 5 kali (setiap kali terjadi kekosongan pemerintahan) beliau ditawari bahkan ditekan oleh dewan adat menjadi Arung Matowa Wajo, tapi selalu ditolaknya, karena tidak mau menghianati isi perjanjian Mallamungpatue ri Lapadeppa. Pesan Lataddampare Puang Rimaggalatung, Arung Matoa Wajo IV (1491-1521) La Taddampare Puang Rimaggalatung, adalah salah satu cendikiawan hebat yang dimiliki oleh Kerajaan Wajo, sama dengan La Tiringen To Taba, beliau juga berkali-kali menolak untuk menjadi Arung Matoa Wajo, namun setelah berkali-kali didesak oleh dewan adapt, akhirnya pada tahun 1491 beliau dilantik menjadi Arung Matoa Wajo IV. Sumber lain mencatat, Puang Rimaggalatung sempat dua kali menjabat sebagai Arung Matoa Wajo yakni pada tahun 1482-1487, dan menjabat kembali pada tahun 1491-1521, sayangnya penulis belum menemukan catatan tentang latar belakang dari peristiwa tersebut. Setelah mendapatkan persetujuan dewan adat, Puang Ri Maggalatung menetapkan Hukum adat seperti berikut : 1. Harta benda orang Wajo tidak boleh dirampas. 2. Orang Wajo tidak boleh ditangkap, jika tidak terbukti kesalahannya. 3. Orang Wajo tidak boleh dihukum, jika tidak terbukti melakukan kejahatan, apalagi jika tidak mempunyai kesalahan. 4. Barang-barang atau orang-orang yang serumah dengan mereka, tidak boleh dirampas atau ditangkap, jika mereka tidak sekongkol atau seniat dengan mereka. 5. Siapa saja yang menggali lubang, maka dialah yang harus mengisinya, tidak boleh orang lain. (berani berbuat, berani bertanggung jawab, pen) 6. Orang Wajo tidak diperkenankan menyita barang orang lain, kecuali telah ada keputusan Pengadilan Adat. 7. Orang Wajo tidak diperkenankan saling menanami sawah atau kebun orang lain. (Tidak boleh mengusai tanah orang lain, pen) 8. Tidak saling memfitnah dalam hal terjadi pencurian. 9. Walaupun seorang Putra Mahkota, mengenali suatu barang miliknya yang ada ditangan orang lain, ia tidak boleh langsung mengambilnya tanpa ada keputusan Pemangku adat. 10. Orang Wajo tidak boleh saling memfitnah 11. Orang Wajo tidak boleh menyatakan sesuatu ada, padahal tidak ada. 12. Orang Wajo harus saling percaya dan bersaksi pada Tuhan Yang Maha Esa. Butir-butir adek amaradekangeng tersebut teruntai dalam adagium : “Maradeka to Wajo’e najajian alena maradeka, tanaEmi ata, naia tau makketanae maradeka maneng, ade’ assimaturusengnami napopuang”  Diterjemahkan (oleh penulis) : Orang Wajo merdeka, dan terlahir dalam kondisi sudah merdeka, hanya tanahlah yang menjadi abdi, setiap mereka yang hidup diatas tanah Wajo memiliki hak kemerdekaan, dan hanya adat turun-temurun yang telah disepakatilah yang dijadikan pengikat. Mengulang ungkapan dari Puangnge Ri Timpengeng, La Taddampare Puang Rimaggalatung menambahkan asas kemerdekaan orang Wajo dengan bunyi; “RI LALENG TAMPU’ MUPI NAMARADEKA TO WAJO’E”. Diterjemahkan (oleh penulis) : Bahkan sejak dalam kandungan, sudah merdekalah orang Wajo Dalam versi lain, adapula ungkapan yang berbunyi; ”Maradeka To WajoeE, najiajian alena maradeka, napoada adanna, napobbicara bicaranna, napogau gau’na, ade’ assimaturusengnami napopuang” Diterjemahkan (oleh penulis) : Merdeka orang Wajo, terlahir dalam kondisi sudah merdeka, mereka bebas mengutarakan pendapat, bebas berbicara, bebas berekspresi, dan hanya adatlah yang mengikat mereka. Kesemua adagium atau ungkapan kemerdekaan tersebut, kemudian dirumuskan oleh Prof. Mr. DR. H. Andi Zaenal Abidin Farid, sebagai berikut : ADE’ ASSIMARADEKANGENGNA TO WAJOE Maradeka To WajoE, najajiang alena maradeka, tanaemi ata, naia tomakketanae maradeka manengngi, ade assamaturusengnami napopuang. Naia riasengnge maradeka, laje’ tenriatteangngi, lao maniang, lao manoran, lao alau, lao orai’. Mangnganga tange’na Wajo nassu’ ajenamato mpawai massu’. Mallaja-laja tange’na Wajo nauttama, ajenamato pattamai. Mallekku tenri pakke’de, tenrirappa, tenrireppung, tenrisampoate’, tenripateppai elo arung mangkau’. Naia pali’na Wajo ri to WajoE teppuppu, tenripinra, tenripaleangi. Namua naware’ rikoangngi, naiamua napopali, nakkalukkukengngi nalao. Namua nacappa loli risampakengngi natania napapoli nalajerengngi iarega naoppokengngi, apa ia palina Wajo ri to WajoE, pangaja. Naia pa’bunona, pakkatuo. Apa ia to WajoE, tempeddingi riuno sangadinna gau’na mpunoi.Temppeddingtoi risalang bicaranna sangadinna gauna memeng, tutunna memeng pasalai. Tenriampa’i ri ada-adanna, iakia naita alena, naissengtoi alena. Tennapasalaleng ammaradekangenna temppeditoi riatteang mapada eko padana maradeka. Naripatammutoi naripakedde mato narekko nattamaiwi Wajo bali, iaregga engka bicaranna teppura napuraparosokkang balie purapi repettui bicaranna nalajepaimeng nallekku paimeng. Mabbojo-wajo macekkemi to WajoE ri Wajo. Diterjemahkan oleh Penulis : Orang Wajo merdeka, dan terlahir dalam kondisi sudah merdeka, hanya tanahlah yang menjadi abdi, setiap mereka yang hidup diatas tanah Wajo memiliki hak kemerdekaan, dan hanya adat turun-temurun yang telah disepakatilah yang dijadikan pengikat. Merdeka bagi orang adalah, ia bebas pergi kemana ia suka, ia bebas bermigrasi, tidak dilarang ke Selatan, Utara, Timur ataupun Barat. Pintu negeri Wajo terbuka lebar, sehingga mereka bisa meninggalkan Wajo, mereka juga bebas memasuki Wajo kembali sekehendak kaki mereka. Orang Wajo tidak boleh dipaksa, jika mereka tidak mentaati atau tidak melaksanakan sebuah perintah yang tidak ada dasar hukumnya. Harta benda dan orang-orang yang serumah dengan mereka, tidak boleh dirampas, tidak boleh dikebat, tidak boleh disita, tidak juga ikut dipertanggung jawabkan, jika tidak ada sangkut pautnya dengan kejahatan yang dilakukan oleh mereka. Kehendak Raja tidak boleh dipaksakan dan ditimpakan secara mutlak kepada mereka. Peraturan, hukuman atau kewajiban yang telah ditetapkan tidak boleh dirubah atau diganti. Namunn, peraturan, hukuman atau kewajiban sekecil dan sebesar apapun, jika tidak memiliki dasar hukum adapt, maka mereka boleh menolaknya. Karena sesungguhnya amar hukum yang berlaku di Wajo adalah nasehat. Adapun ketetapan hukum yang sesungguhya adalah ketetapan hukum pemilik kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa. Karena, sesungguhnya orang Wajo tidaklah boleh dibunuh, kecuali ia membunuh dirinya sendiri dengan aib sebagai akibat dari perbuatannya yang tercela. Mereka, tidaklah boleh dituduh persalahkan kecuali sudah terbukti di Pengadilan, bahwa mereka melakukan perbuatan atau perkataan yang tercela. Orang Wajo tidak boleh dilarang mengeluarkan pendapat, tapi pada diri mereka terikat ketetapan untuk tahu diri dan mengetahui batasan-batasan dari segala pendapatnya. Mereka, tidak diperkenankan menyalahgunakan kemerdekaannya. Mereka dibebaskan melakukan perjanjian atau kerjasama dengan orang merdeka lainnya. Orang Wajo boleh ditahan ditanah Wajo, atau diperintahkan diluar hukum adat, hanya jika Wajo diserang oleh musuh atau jika mereka memiliki perkara yang belum diselesaikan di Pengadilan. Jika musuh sudah diusir dan perkara mereka sudah diputuskan pengadilan, maka mereka boleh meninggalkan negeri Wajo. Sesungguhnya orang Wajo, hanya akan merasa tentram jika tinggal ditanah Wajo. Sungguh sebuah kearifan lokal yang sangat maknawi nan adiluhung, sangat bersebrangan dengan kondisi Wajo saat ini. Pemerintah dan Rakyat tidak lagi segendang sepenarian. Bahkan cenderung menggunkan hukum hutan rimba sebagaimana dalam ungkapan bugis kuno sianre bale tauwwe. Budaya sipakatau, sipakalebbi, sipakainge, kini berubah menjadi sipakatau-tau, sipakalebbi-lebbi, dan sipakalinge-linge. Pesan leluhur untuk saling sirenreseng peru, seperti dalam ungkapan mali siparappe, rebba sipatokkong, malilu sipakainge, kini berubah menjadi malii sipareppa-reppa, rebba sipatongko-tongko, malilu sipakalinge-linge. Sungguh ironis, dalam lambang pemerintah kabupaten Wajo, tertulis jelas semboyang “maradeka to WajoE ade’na napopuang”. Kini, adagium itu tidaklah lebih dari sekedar coretan yang tertimbung endapan dikedalaman dua puluh tujuh (27) Kilo Meter didasar danau Tempe. Mungkin adagium yang layak kita ungkapkan sekarang adalah “maddareke’ to WajoE, matanre siri’mi nade nappau” atau “madoraka to Wajo, Andi’E-na napopuang”. Tapi apapun itu, saya tetap cinta dengan Wajo saya, seperti orang Inggris berkata “Right or wrong is my country”. --------------- Ini salah satu referensi dari Kerajaan Bugis makassar belum lagi dari Bone,gowa,Luwu dan kerajaan lain termasuk ajatappareng yg disusun oleh para Panrita/intelektual dulu yang berkarakter "Mahardika" (cerdas,bijak, murah hati dan bersifat Bangsawan), bukan seperti intelektual sekarang yg menghuni gedung mewa lengkap dasinya yg berkarakter "MAHABENGGO" (Licik,culas,buas,pilih kasih dan bersifat Bangsat-Wan) Mudah-mudahan tidak termasuk orang "Mahabenggo" termasuk headlines Kompasiana seperti ada sesuatu kelihatan pilih kasih.....yeyyy Cidda bellang lope... Tidak termasuk ji'ki to Daeng Suryadi La Oddang Happy end month

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun