[caption id="attachment_65907" align="alignleft" width="450" caption="Pemerintah yang baik bagi presiden kita adalah pencitraan (Sum.Rakyat merdeka)"][/caption] Dalam artikel pertama tentang" good governance" manusia Bugis, saya telah janji untuk memberikan referensi dari salah satu tokoh intelektual jadul Bugis " La Mellong" dengan gelaran Kajao Laliddong. Kajao Laliddong lahir pada masa pemerintahan Wé Benrigau, Raja Bone ke IV dan diperkirakan meninggal di Kampung Laliddong pada masa pemerintahan La Inca, Raja Bone ke VIII. Dikenal sebagai seorang cendikiawan, negarawan, dan diplomat ulung yang buah pikirannya menjadi konsep pangadereng yang kemudian bermetamorposis menjadi pola dasar pemerintahan kerajaan di negeri-negeri Bugis dan Makassar pada umumnya, khususnya Kerajaan Bone. Pangadereng ini pula menjadi prinsip hidup masyarakat Bugis-Makassar dalam menjalani kehidupan sehari-hari.Kajao Laliddong yang semasa kecilnya bernama La Méllong adalah pabbicara –Penasihat, Pemimpin Masyarakat dan Duta Keliling Kerajaan Bone pada masa pemerintahan La Uliyo Bote’é dan Tenri Rawe Bongkangé. Kedua raja inilah yang banyak menggali buah pikirannya. La Méllong juga dianggap sebagai seorang negarawan yang mempunyai pemikiran jauh ke depan (sumber manurung'e). Sesuai dengan judul artikel ini, maka saya tidak mengangkat cerita-cerita dari rakyat (lecco-lecco ada seperti Abu Nawas) yang keabsahannya masih dipertanyakan. Walaupun kita ketahui ia adalah seorang ahli pemikir yang hebat dan punya nilai humor yang tinggi untuk menyelesaikan masalah (kayak JK aja) dengan kelicikan tanpah lari dari kejujuran akhir setiap tindakan atau pendapat yang diberikan sangat bijaksana, bahkan Raja pun di mentahkan titahnya dengan kebijaksanaannya. Menurut catatan lontara, pada masa pemerintahan La Tenri Rawe Bongkangé, La Méllong to Suwallé alias Kajao Laliddong diangkat menjadi penasihat dan duta keliling Kerajaan Bone. Di sebutkan pula sebagai seorang ahli pikir, seorang negarawan dan diplomat ulung dari negara dan bangsanya. Dalam perjanjian Caléppa (red. Ulu kanayya ri Caléppa) antara Gowa dan Bone (1565), La Mellong Kajao Laliddong memainkan peranan penting. Juga dalam perjanjian persekutuan antara Bone, Wajo dan Soppéng yang lazim disebut Perjanjian LamumpatuE ri Timurung (1582) yang mempertemukan tiga raja, La Tenrirawe Bongkangé –Mangkau (Raja) Boné/Arungponé, La Mungkace Arung Wajo, La Mappaleppe –Datu Soppeng. Ajaran-ajaran Kajao Laliddong termuat dalam berbagai lontara, diantaranya LATOA seperti yang dikutif di bawah ini: Dalam dialog Kajao Laliddong dengan Arungponé; “aga tanranna namaraja tanaé” (apa tandanya apabila negara itu menjadi besar/sukses)?” Berkata Kajao Laliddong; “dua tanranna namaraja tanaé Arungponé, seuwani malempu namacca Arung Mangkaué, maduanna tessisala-salaé.” (Dua tanda negara menjadi jaya Arungpone, pertama raja yang memerintah memiliki sifat jujur lagi pintar, kedua tidak bercerai-berai/bersatu). “Naiya tulaé pattaungeng Arungpone (adapun yang menyebabkan wahai Raja Bone)" 1. sewwani narekko matanré cinnai Arung Mangkaué ( pertama apabila raja yang memerintah memiliki selera /pencitraan yang tinggi) 2. maduanna naterini warangparang tomabbicaé,( kedua apabila pejabat pemerintah/intelektual menerima sogok) 3. matellunna nakko sisala-salani taué ilalengpanua, tanranna toparo narekko maeloni baiccu tanamarajaé.” ( dan ketiga apabila apabila terjadi perselisihan di dalam negeri, tanda itu pula lah negara besar menjadi kecil.) Bertanya Kajao Laliddong kepada Arungpone: “Aga sio Arungponé muaseng tettaroi rebba alebbiremmu, pattokkongpulanai alebbireng mubakurié, ajana tatterré-terré tau tebbe’mu, ajana pada wenno pangampo warangparang mubakurié”(“Apa yang Arungpone maksud tidak akan membiarkan jatuhnya kemuliaanmu, menjaga dan menegakkan kemuliaan yang Arungpone miliki, tidak membiarkan rakyat bercerai berai, harta benda yang kamu miliki tidak seperti berondong jagung berhamburan.”) Kemudian dijawab sendiri oleh Kajao Laliddong: “Iya inanna warangparangngé tettaroéngngi tatterré-terré tau tebbenna, temmatinropi matanna Arung mapparentaé riesso-riwenni nawa-nawai adécéngenna tanana, natangngai olona monrinna gaué napogauI, maduanna maccapi pinru ada Arung Mangkaué, matellunna maccapi duppai ada Arung Mangkaué, maeppana tekkallupa surona poada ada tongeng.” (Adapun yang mengemban harta itu Raja/Arungpone, yang tidak membiarkan rakyatnya bercerai-berai, tidak terpejam siang-malam mata raja (pejabat pemerintah) memikirkan kebaikan negerinya, mengkaji sebab dan akibat (baik-buruk) sebelum bertindak, kedua raja harus pandai menyusun dan mengungkapkan kata-kata, ketiga raja harus pandai memberi jawaban, keempat utusan/yang mewakilinya tidak lalai untuk senantiasa berkata benar.”) Berkata lagi Kajao Laliddong: “engka tu matu narioloi dua wettu, iyanaritu wettu manu sibawa wettu pennyu. Naiya tanranna wettu manué itai kedona manu mabbitte sikomuatu mabbittena luppe’ni sala seddinna menré ri coppo bolaé natingkoko tongeng, na dé manu bali tingkokona, luppe’niro ri tanaé. Makkalejja’na ajéna ri tanaé rilellunna ri manu naewaé mallotténg denre”. Menurut Kajao Laliddong: “iyyatu denre manu mattingkokoé ricoppobolaé iyatu manu cau. Makkuaniro gaunna tomaseng engngi alena ajjoareng.” (Ada masa kita akan lewati 2 zaman/era, yaitu zaman/era Ayam dan Penyu, ada tanda zaman Ayam adalah lihatlah perangai ayam yang di sabung/laga , tak begitu lama ia berlaga lompatlah satu naik atap rumah sambil berkokok , dan ketika tidak dibalas kokokannya(yakin ) oleh lawannya, ia melompat turun ke tanah, sampai saja kakinya di tanah ia pun dikejar dari ayam lawannya tadi, yang berkokok di atap rumah adalah ayam pengejut( karena ia berkokok seakan berkata saya adalah khasatria), begitulah karakter orang yang menganggap dirinya pemimpin yang baik yang dipoles pencitraan)... Mudah-mudahan kita tidak termasuk abbatireng manu ccau alias pengejut yang kekhasatriaannya hanya di mulutnya bukan tindakannya... Salam Kompasiana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI