Mohon tunggu...
HM.Amin Said Patangkai
HM.Amin Said Patangkai Mohon Tunggu... profesional -

Benci Tapi Butuh itulah benci terhadap Yahudi yang menindas Pelestine tetapi kerja ama orang keturunan Yahudi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konsep "Good Governance" Manusia Bugis (1)

31 Januari 2010   18:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:09 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_65545" align="alignleft" width="500" caption="Orang atas berdiri diatas kemewahan dengan menelanjangi orang bawah sehingga tidak merasa telah putus urat malunya"][/caption] Seiring perkembangan dunia, istilah good governance hanya dijadikan konteks ritorika politikdan kemunafikan pradigma pembangunan.Good governance pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1991 dalam sebuah resolusi The Council of the European Community yang membahas Hak Asasi Manusia, Demokrasi, dan Pembangunan.. Di dalam resolusi itu disebutkan, diperlukan empat prasyarat lain untuk dapat mewujudkan Pembangunan yang berkelanjutan, yaitu mendorong penghormatan atas hak asasi manusia, mempromosikan nilai demokrasi, mereduksi budget pengeluaran militer yang berlebihan dan mewujudkan good governance. Istilah good governance telah diterjemahkan dalam bentuk pemerintahan yang amanah ,  baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (Effendi, 2005). Dalam kepustakaan Bugis, untuk terwujudnya permerintahan yang baik, seorang pemimpin dituntut memiliki 4 kualitas yang tak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Sebelumnya,Pernah saya posting dalam http://umum.kompasiana.com/2009/07/12/siapapun-presidennya-dengan-ada-tongeng-bangsa-baik-sukses/(satu kata dengan perbuatan) . Keempat kualitas itu terungkap dalam ungkapan Bugis:

Maccai na Malempu; Waraniwi na Magetteng (Cendekia lagi Jujur, Berani lagi Teguh dalam Pendirian.)

Bila ungkapan di atas diurai maka ada empat karakteristik seorang pemimpin yang diangap dapat memimpin suatu negeri, yaitu: cendekia, jujur, berani, dan teguh dalam pendirian. Ungkapan itu bermakna bahwa kepandaian saja tidak cukup. Kepandaian haruslah disertai dengan kejujuran, karena banyak orang pandai menggunakan kepandaiannya membodohi orang lain. Karerna itu, kepandaian haruslah disetrtai dengan kejujuran. Selanjutnya, keberanian saja tidak cukup. Keberanian haruslah disertai dengan keteguhan dalam pendirian. Orang yang berani tetapi tidak cendekiawan dan teguh dalam pendirian dapat terjerumus dalam kenekadan. Syarat terselenggaranya pemerintahan negeri dengan baik terungkap dalam Lontarak bahwa pemimpin negeri haruslah:

  1. Jujur terhadap Tuhan YME dan sesamanya manusia.
  2. Takut kepada Tuhan YME dan menghormati rakyatnya dan orang asing dan berlaku adil kepada rakyatnya.
  3. Mampu memperjuangkan kebaikan negerinya agar berkembang biak rakyatnya, dan mampu menjamin tidak terjadinya perselisihan antara pejabat kerajaan dan rakyat.
  4. Mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya.
  5. Berani dan tegas, tidak gentar hatinya mendapat berita buruk (kritikan) dan berita baik (tidak mudah terbuai oleh sanjungan).
  6. Mampu mempersatukan rakyatnya beserta para pejabat kerajaan.
  7. Berwibawa terhadap para pejabat dan pembantu-pembantunya.
  8. Jujur dalam segala keputusannya.

Kemudian, I Mangada’cina Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang ,membuat pesan yang isinya bahwa ada lima sebab yang menyebabkan negeri itu rusak, yaitu:

  1. Kalau raja yang memerintah tidak mau diperingati.
  2. Kalau tidak ada cendekiawan dalam suatu negara besar.
  3. Kalau para hakim dan para pejabat kerajaan makan sogok.
  4. Kalau terlampau banyak kejadian-kejadian besar dalam suatu negara.
  5. Kalau raja tidak menyayangi rakyatnya.

Tetapi melihat ajaran diatas sangat menyedihkan dan menyakitkan apabila keturunan dari panrita/intelektual bugis-makassar  yang begitu menekankan konsep ada tongen dari 4 sifat diatas ditambah pesan 5, melupakan atau langsung meninggalkan sehingga tidak heran mereka terlibat dalam dugaan dan terbukti melakukan korupsi seperti, Beddu Aman, Hamka Yandu, Nurdin Halid dan Abdul Hadi Jamal , mereka semua kehilangan jati diri.  Inilah semua akibat kalau manusia meninggalkan kearifan lokalnya sehingga keinginan mengatasi kebutuhan tidak terasa  urat malunya telah terputus-putus beberapa kali, karena dasar kurang Siri/malu maka ia menjadi perkara biasa. konsep Good governance hanya sekedar ritorika yang dijiplak dari barat yang melahirkan manusia berdasi tetapi tak bercelana... Insyaallah serial berikutnya Konsep pemerintah menurut Kajao La Liddong Salam Kompasiana Haspa Dg.Rani

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun