Dalam pandangan Islam manusia diajarkan untuk bersikap seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Seperti yang kita ketahui bahwa dunia hanya sementara dan akhirat adalah tujuan akhir sebenarnya, ibaratkan manusia yang sedang dalam perjalanan dan singgah sementara untuk beristirahat. Tujuan manusia hidup di dunia sebenarnya adalah untuk mempersiapkan bekal dan memanfaatkan kehidupannya dengan sebaik-baiknya.
Imam Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak kemudian Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Syu'abul Imam serta yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah saw memberi nasehat kepada para umatnya untuk memanfaatkan berbagai kesempatan dalam hidup untuk mempersiapkan diri di dunia demi kehidupan di akhirat nanti. Rasulullah saw bersabda,Â
Artinya: "Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, dan hidupmu sebelum datang matimu."
Selain hadist tersebut, Allah juga berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Qashash ayat 77, yang bunyinya:
Artinya: "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (Al-Qashash/28: 77).
Maksud dari ayat ini menjelaskan bahwa manusia harus mengupayakan harta benda yang dimiliki untuk mendapatkan pahala, bukan untuk kesombongan dan kezaliman, karena harta benda yang dimiliki tersebut hanya titipan yang Allah berikan di dunia. Kita juga sebagai manusia jangan sampai melupakan atau meninggalkan bagian yang telah ditegakkan menjadi hak dan milik kita, yaitu beramal dengan ketaatan kepada Allah dan juga mencari rezeki yang telah dihalalkan oleh Allah di dunia. Allah Swt juga berfirman bahwa kita sebagai manusia harus berbuat baik kepada orang lain saat di dunia dengan menginfakkan harta yang telah diberikan Allah kepadamu, dengan berbagai macam cara dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dengan melapangkan rezekimu.
Dalam kata  ahsin yang diambil dari kata hasan dan memiliki arti baik, bisa saja diartikan bahwa kata perintah tersebut mencakup segala sesuatu yang bisa disentuh oleh kebaikan. Untuk kata kamaa memiliki arti "sebagaimana" tetap ada beberapa ulama yang enggan mengarikan kata tersebut menjadi "sebagaimana" karena sebesar apapun usaha yang manusia lakukan untuk bebuat baik, pasti dia tidak akan dapat melakukan sebagaimana yang Allah telah lakukan. Atas dasar itu para ulama mengartikan kata kamaa menjadi "disebabkan karena" alasannya, karena Allah telah melimpahkan berbagai macam karunia, maka seharusnya manusiapun melakukan Ihsan dan upaya perbaikan sesuai kemampuan.
Dalam penggalan ayat "dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi," ayat ini menjelaskan bahwa kerusakan di sini menyangkut banyak hal, di dalam Al-Qur'an ditemukan contoh-contohnya, yaitu hal yang merusak fitrah kesucian manusia seperti, tidak memelihara tauhid yang telah Allah anugerahkan kepada setiap insan. Ada juga keengganan menerima kebenaran dan pengorbanan nilai-nilai agama seperti, pembunuhan, perampokan, penganiayaan, berfoya-foya, merusak kelestarian lingkungan dan masih banyak lagi.
Ada dua catatan penting mengenai ayat ini, pertama, dalam pandangan Islam, hidup duniawi dan ukhrawi merupakan satu kesatuan. Islam tidak mengenal istilah amal dunia dan amal akhirat. Karena semua amal di dunia bisa menjadi amal akhirat yaitu amal yang disertai dengan keimanan dan ketulusan demi mendekatkan diri kepada Allah begitu juga sebaliknya.Â
Kedua, pentingnya mengarahkan pandangan kepada akhirat sebagai tujuan dan kepada dunia sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Dalam penggalan ayat fiimaa aataakallah yang memiliki arti "pada apa yang dianugrahkan Allah", memberikan makna bahwa semakain banyak hal yang diperoleh dengan cara yang halal di dunia, semakin terbuka juga kesempatan untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat nanti.
Dosen Pengampu: Dr. Hamidullah Mahmud, M.A.