Sandwich generation adalah istilah yang merujuk pada individu yang terjepit di antara tanggung jawab menghidupi orang tua yang menua sekaligus membesarkan anak-anak. Fenomena ini bukanlah hal baru, tetapi menjadi semakin relevan di kalangan generasi Z, yang saat ini memasuki usia dewasa dan mulai mengambil peran sebagai penopang utama dalam keluarga. Namun, apa yang membuat fenomena ini unik bagi Gen Z, dan bagaimana mereka menghadapi tantangan tersebut? Â
Realitas Ekonomi Generasi Z
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, tumbuh dalam situasi ekonomi global yang penuh tantangan. Menurut laporan Deloitte (2023), 45% dari Gen Z mengaku mengalami tekanan finansial yang signifikan. Mereka menghadapi kenaikan biaya hidup, upah yang stagnan, dan akses terhadap pekerjaan yang sering kali tidak stabil, terutama dalam ekonomi berbasis gig. Â
Di Indonesia, realitas ini diperparah dengan adanya budaya kolektivitas keluarga yang kuat. Survei BPS (2022) menunjukkan bahwa 60% masyarakat Indonesia masih tinggal dalam keluarga besar, di mana tanggung jawab keuangan sering kali dibebankan kepada anak tertua atau mereka yang sudah bekerja. Banyak dari mereka harus menopang kebutuhan pendidikan adik-adik, membiayai pengobatan orang tua, hingga melunasi utang keluarga. Â
Generasi Digital: Kreativitas Sebagai SolusiÂ
Di tengah tekanan tersebut, Gen Z justru menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Berbeda dengan generasi sebelumnya, mereka memanfaatkan teknologi untuk menciptakan peluang pendapatan tambahan. Ekonomi gig, seperti berjualan di marketplace, menjadi kreator konten, hingga bekerja lepas (*freelance*), telah membuka jalan baru bagi Gen Z untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Â
Sebuah studi dari McKinsey (2023) menunjukkan bahwa 72% Gen Z di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah menghasilkan pendapatan dari sumber non-konvensional, seperti media sosial atau bisnis daring. Kreativitas ini tidak hanya membantu mereka bertahan tetapi juga membuktikan bahwa mereka mampu berpikir di luar kotak untuk memecahkan masalah finansial. Â
Namun, ada sisi gelap dari pola hidup seperti ini. Banyak Gen Z yang harus mengorbankan waktu pribadi, pendidikan, atau bahkan kesehatan mental demi memenuhi ekspektasi keluarga. Tekanan ini berpotensi memunculkan kelelahan emosional dan *burnout*, yang dapat berdampak jangka panjang pada produktivitas dan kualitas hidup mereka. Â
### **Kesadaran Finansial dan Kesehatan Mental** Â
Hal yang membedakan Gen Z dari generasi sebelumnya adalah kesadaran mereka terhadap pentingnya kesehatan mental dan literasi finansial. Generasi ini semakin vokal dalam mendobrak stigma bahwa tanggung jawab keluarga hanya menjadi beban satu individu. Mereka mulai mengadvokasi pentingnya perencanaan finansial yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Â
Menurut survei Katadata Insight Center (2023), 65% dari Gen Z di Indonesia menyatakan minat untuk mempelajari investasi dan asuransi sebagai cara untuk mengurangi beban finansial. Selain itu, banyak dari mereka yang mulai memanfaatkan platform edukasi daring untuk mengembangkan pemahaman tentang manajemen keuangan. Â
Di sisi lain, Gen Z juga memperjuangkan pentingnya berbagi tanggung jawab dalam keluarga. Mereka menyadari bahwa sandwich generation bukan hanya soal uang, tetapi juga soal komunikasi yang sehat antar-generasi. Banyak dari mereka yang berani membuka percakapan sulit dengan orang tua, seperti soal biaya kesehatan atau pendidikan, yang sebelumnya dianggap tabu. Â