Mohon tunggu...
Hasna Zafirah
Hasna Zafirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Education Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar Matematika yang Memanusiakan Hubungan

14 Juli 2022   10:31 Diperbarui: 14 Juli 2022   10:42 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menguasai matematika masih dinilai penting oleh masyarakat hingga saat ini. Masyarakat menganggap seolah-olah murid yang nilai matematikanya 100 itu pintar dan cerdas. Namun sejatinya kecerdasan bukan hanya dinilai dari nilai matematikanya. Sehingga tak jarang matematika justru membuat cemas, tertekan hingga stress. 59% anak Indonesia tidak bahagia belajar (Survei KPPPA tahun 2020). Dan 93% orang tua belum memprioritaskan kebahagiaan anak (hasil survei Psikolog Anak, Ayoe P. Sutomo M. Psi, 2020). Padahal sebagian besar waktu anak adalah untuk belajar, salah satunya belajar matematika. Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa kita hidup berdampingan dengan matematika setiap harinya. Bagaimana bisa matematika menjadi mata pelajaran yang judgemental seperti itu. Mungkin ini karena gurunya juga yang bisa dibilang galak sehingga belajar matematika semakin terasa menegangkan. Tulisan ini bermaksud mengupas secara ringkas mengenai belajar matematika yang memanusiakan hubungan dan memberikan kebahagiaan belajar bagi anak-anak.

Memanusiakan hubungan berarti memperlakukan manusia lainnya sebagaimana layaknya manusia diperlakukan. Dalam pendidikan, memanusiakan hubungan juga diperlukan. Manusia yang kita maksud disini adalah murid. Terlalu banyaknya miskonsepsi dalam pendidikan di negara kita ini membuat kita lupa bahwa memanusiakan hubungan juga terdapat pada nilai pancasila yang mana menjadi dasar negara kita dan pancasila itu sendiri terbentuk karena latar belakang profil masyarakatnya. Mari kita berpikir sejenak. Jika nilai memanusiakan hubungan adalah profil masyarakat Indonesia, mengapa belum adanya penerapan itu dalam pendidikan kita? Sebelum menelaah lebih jauh, kita pahami dulu apa itu memanusiakan hubungan khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar, sepatutnya guru memiliki empati bukan kejar materi tanpa hati. Menurut Najeela Shihab (2017) dalam bukunya yang berjudul Memanusiakan Hubungan, "Di lapangan, proses belajar mengajar sering melupakan pendekatan kemanusiaan. Bahkan guru-guru yang sudah berkarya puluhan tahun lamanya, sering merasa lebih bertanggung jawab kepada benda mati seperti dokumen (kurikulum) atau (pelaksanaan) kebijakan, dibanding manusia kecil atau pun dewasa yang hidup di depan mata. Padahal, dalam banyak sektor kehidupan, hubungan menjadi modal utama perjalanan dan kesuksesan.". Lalu bagaimana caranya agar proses belajar mengajar di kelas khususnya pada mata pelajaran matematika memanusiakan hubungan? Berikut ini beberapa tips dari penulis yang bisa diterapkan di kelas:

  • Mengenal Murid

Seringkali tujuan pembelajaran ditentukan untuk memenuhi target yang terdapat pada kurikulum. Namun dalam merdeka belajar, tujuan pembelajaran perlu disesuaikan dengan profil murid. Berarti guru perlu mengenal muridnya terlebih dahulu. Dalam hal ini, yang perlu guru pahami adalah adanya diferensiasi. Setiap murid memiliki latar belakang yang berbeda, selain itu gaya belajar, minat dan bakatnya juga berbeda. Guru sebagai fasilitator di kelas, diharapkan mampu memfasilitasi kegiatan belajar yang tujuannya sesuai dengan profil murid tersebut. Pendidikan yang Memanusiakan Hubungan, selalu berangkat dari pengenalan karakteristik anak dan menyesuaikan dengan kesiapan anak, Najeela Shihab (2017). Karena sekarang bukan zamannya lagi mengejar materi yang ditetapkan kurikulum tanpa memahami kebutuhan muridnya.

Banyaknya permasalahan murid yang berbeda-beda dalam menghadapi matematika, membuat guru perlu berinovasi dan mengembangkan kreativitas dalam merancang pembelajaran. Pembelajaran yang tidak bermakna atau tidak diketahui kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kerapkali membuat murid menganggap pembelajaran itu kurang penting, contohnya matematika. Ketika murid sekolah dasar diajarkan Faktor Persekutuan Terbesar dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (FPB dan KPK) mereka merasa materi ini agak sulit. Yang membuat ini sulit adalah ketika murid disuguhkan dengan rumus terlebih dahulu. Inilah yang disebut Pembelajaran Berbasis Konten. Sebaiknya murid diajak untuk melihat dulu suatu kejadian atau pengalaman dalam kehidupan yang berkaitan dengan FPB dan KPK. Setelah murid memahami konsepnya, guru memberikan kalimat matematika yang gunanya untuk menyederhanakan suatu persoalan dan menghitungnya dengan efektif dan efisien. Dalam proses ini, guru mengajak murid untuk bahagia dalam belajarnya.

  • Menentukan Asesmen yang Tidak Menghakimi

Setelah proses belajar, biasanya guru memberikan latihan soal atau lembar kerja untuk menentukan nilai murid dan memasukkannya ke lembar administrasi. Tidak jarang juga murid diberikan drilling soal. Dari nilai angka yang guru dapatkan menjadikan pelabelan kemampuan murid. Terlebih dalam matematika, seringkali segala sesuatunya dinilai dari angka yang didapatkan. Ini merupakan miskonsepsi dari asesmen formatif atau asesmen terhadap proses belajar. Tujuan dari dilakukannya asesmen selama proses belajar ini adalah untuk mencari tahu pemahaman murid dan menentukan celahnya bukan untuk menghakiminya. Sehingga selama proses belajar matematika yang bermakna ini, pada prinsipnya asesmen dilakukan guru untuk membangun dan membantu murid memperbaiki diri serta mengembangkannya.

Memanusiakan Hubungan dalam pendidikan, matematika khususnya adalah hal esensial dan menjadi perjalanan yang menyenangkan bagi murid. Karena memanusiakan hubungan adalah nilai dari merdeka belajar dan merdeka belajar adalah berpusat pada murid. Mari memanusiakan hubungan dalam setiap langkah yang membersamai untuk mengantarkan pada kebahagiaan murid dan kualitas pendidikan Indonesia yang lebih baik dan merdeka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun