Bersama riuhnya kicauan burung dan suara ayam berkokok pagi itu, Nara terbangun dari tidurnya dengan kantung matanya yang menghitam dan pipinya yang terlihat membengkak karena begadang semalaman. Nara Cesla Nasution, seorang siswi SMA kelas tiga yang tengah berjuang menghadapi ujian di masa-masa akhir sekolahnya. Nara merupakan putri dari seorang pengusaha ternama di Jakarta, ia cantik nan pintar dan kehidupannya pun bisa dibilang bak seorang putri. Namun, sayangnya ia merupakan seorang anak broken home, kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah ketika Nara masih duduk di bangku SMP dan sejak saat itu Nara tinggal bersama ayahnya. Sejak orang tuanya berpisah, Nara berubah menjadi anak yang tertutup. Ia menjadi sosok yang sangat membatasi diri dengan dunia luar. Ia hanya mau berkomunikasi dan berhubungan dengan orang-orang terdekatnya saja, salah satunya adalah Biru. Elrayan Serabiru namanya, seorang laki laki pintar yang menjadi sahabat Nara sejak ia masih kecil. Sampai mereka duduk di bangku SMA pun mereka masih tetap bersahabat. Biru adalah salah satu orang yang sangat dekat dengan Nara. Mereka selalu melakukan hampir seluruh kegiatannya bersama, mulai dari pergi ke sekolah hingga pulang dari sekolah. Namun, Biru tidak seberuntung Nara, Ia hanya anak dari seorang supir dan ibunya merupakan seorang pedagang kue keliling, tetapi meskipun begitu keluarganya sangat harmonis, Biru tidak kekurangan sedikitpun kasih sayang dari kedua orang tuanya. Kondisi kehidupan mereka yang saling bertolak belakang, tidak menjadikan mereka asing atau saling membatasi diri tetapi karena perbedaan kondisi itulah mereka selalu merasa mendapatkan hal berharga bagi satu sama lain. Biru adalah satu-satunya orang yang bisa membuat Nara merasa senang, karena mereka telah bersahabat sejak lama, jadi keduanya sudah sangat mengerti satu sama lain.
Seperti biasa pagi itu mereka pergi ke sekolah bersama-sama, Biru sudah menunggu Nara sejak 15 menit lalu di depan gerbang rumahnya, "Naraaaa" teriak Biru, bersamaan dengan itu Nara turun menuruni tangga seraya berkata keras "Bentar bii", Biru pun menghela nafas kesal karena pagi itu Nara membuatnya menunggu lama. Nara pun akhirnya keluar dengan roti di mulutnya, "sorry bi, Nara kesiangan hari ini" kata Nara dengan senyum lebarnya "Buruan nanti telat" tegas Biru dengan kesal. Mereka pun bergegas pergi ke sekolah, sesampainya di sekolah mereka berlari terburu-buru karena gerbang sekolah pagi itu hampir saja akan ditutup, tapi untungnya mereka masih bisa masuk ke sekolah. "Nara sih lama, untung masih bisa masuk"protes Biru "yang penting masih bisa masuk" teriak Nara seraya berlari ke kelasnya, Biru hanya bisa tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu. Nara dan Biru merupakan murid di SMA Tunas Bangsa, mereka merupakan murid pintar di angkatan mereka, tidak heran jika hampir semua murid-murid di sekolah itu mengenal mereka. Nara merupakan murid di kelas 12-1 sedangkan Biru merupakan murid di kelas 12-3, meskipun berbeda kelas tetapi mereka sering menghabiskan waktu bersama di sekolah. Di sekolah mereka mempunyai dua orang sahabat dekat yaitu Adi dan kia, mereka berempat sudah bersahabat dekat sejak kelas 10, jadi tidak heran jika sampai kelas 12 pun mereka sudah sangat akrab satu sama lain.
Saat itu mereka sedang sangat sibuk dengan semua kegiatan akhir sekolah, karena satu bulan lagi mereka akan menghadapi ujian akhir untuk menentukan kelulusan. Jadi, mereka sekarang lebih sering menghabiskan waktu bersama di sekolah dengan belajar dan mengerjakan tugas bersama. "Naraa" teriak Adi saat Nara akan memasuki kelasnya, "ada apa di?" jawab Nara "Pulang sekolah aku mau mampir ke toko buku? Nara ikut gaa?" "Engga di maaf ya, Nara pulang sekolah ada janji sama papah"kata Nara "okay raa", mereka pun masuk ke dalam kelas bersama. Seperti biasa mereka belajar hingga siang menuju sore di sekolah, saat bel pulang berbunyi Biru sudah menunggu di depan kelas Nara "Raa ayo kita ke toko buku sama adi terus sama kia juga" kata Adi sambil berjalan ke arah Nara "maaf ya bi, hari ini Nara ada janji sama papah jadi engga bisa ikut kalian ke toko buku" jawab Nara "oh iya raa gapapa, harus aku anter?" "ngga perlu bi, aku udah minta jemput papah" Biru pun segera bergegas mengantar Nara ke depan gerbang sekolah "hati-hati raa" disana terlihat mobil papah Nara yang sudah terparkir "duluan ya bi" Nara pun segera berjalan ke arah mobilnya dan segera masuk mobil, Biru pun masih berdiri menatap Nara hingga mobilnya hilang dari pandangannya. Di dalam mobil Nara hanya diam menatap jalanan yang ramai, hari itu merupakan hari ulang tahun papahnya, sehingga Nara berinisiatifuntuk mengajak papahnya untuk makan bersama "happy birthday pah, sehat selalu ya" kata Nara memecah kebisuan "makasih raa" jawab papahnya singkat, hubungan Nara dan papahnya memang tidak begitu baik karena mereka bukanlah seperti layaknya ayah dan putri, mereka tampak asing, itu karena mereka jarang bertemu karena sejak kedua orang tua Nara bercerai, papahnya menjadi sangat sibuk dengan bisnisnya, sehingga Nara tidak terlalu sering bertemu dengan papahnya. Tidak lama kemudian handphone papahnya pun berdering, "Hallo, kenapa rin?" ternyata yang menelepon adalah sekretaris papahnya dari kantor, perasaan Nara sudah tidak enak karena bukan sekali atau dua kali papahnya selalu membatalkanjanji dengan Nara karena urusan kantor "Ohiya saya langsung kesana rin, makasih" kata Papahnya dengan suara yang terlihat panik "kenapa pah? Harus ke kantor ya?" kata Nara dengan nada sedikit kecewa "iyaa ra maafin papah ya,ada urusan penting yang harus papah urus di kantor" jawab papahnya "Nara gimana pah? Ngga penting ya?" kata Nara dengan nada kecewa, Nara pun segera meminta papahnya untuk menurunkan dirinya di halte bis, dan Nara pun akhirnya diturunkan di halte oleh papahnya, Nara sangat kecewa kepada papahnya, ia sangat merasa tidak dihargai oleh papahnya sendiri. Nara hanya bisa duduk diam dan menangis di halte itu, hanya satu orang yang ada dalam pikirannya, yaitu Biru. Nara merasa sangat membutuhkan Biru, saat itu juga Nara segera menelefon Biru. "bii" panggil Nara kepada Biru dengan nada merintih, Biru pun terkejut mendengar suara Nara, ia panik sekaligus khawatir dengan keadaan Nara "kenapa raa? Nara dimana? Biru samperin sekarang" setelah Nara memberitahu dia dimana, Biru pun bergegas menyusul Nara. Di halte itu Nara terduduk seorang diri, ia hanya bisa diam dengan tatapannya yang kosong menatap hiruk pikuk jalanan malam itu. Biru pun datang dengan motornya dan segera menghampiri Nara "Nara gapapa? Papah ya?" Biru dengan segera memastikan alasan Nara menangis, saat itu Nara hanya bisa tersenyum kepada Biru dan berkata "biasa bi hehe".Biru sudah sering melihat Nara kecewa karena papahnya, kejadian seperti itu bukan hanya terjadi sekali atau dua kali saja, namun Nara sudah sangat sering dikecewakan oleh papahnya jadi tidak heran jika Biru sudah langsung mengetahui alasan Nara menangis tanpa harus Nara jelaskan. "raa makan dirumah yu, kamu belum makan kan? Ayo makan dirumah ibu pasti masak ko" ajak Biru kepada Nara "ayo bi, makasih ya". Mereka pun lantas pergi ke rumah Biru, tidak seperti Nara yang tinggal di perumahan mewah, Biru hanya tinggal di pinggiran kota dengan rumahnya yang sederhana. Bersama jalanan Jakarta yang riuh dengan kemacetannya Nara dan Biru berbincang banyak hal, sosok Biru memang obat baginya, ia bisa membuat suasana hati Nara kembali baik, satu hal yang selalu Biru ucapkan kepada Nara jika ia sedang sedih yaitu "its okay raa, gapapa sedih tpi hari ini aja, besok jangan" sosok Biru yang hangat membuat Nara merasa tenang, dan itulah mengapa Biru selalu menjadi sosok penting untuk Nara. Mereka pun akhirnya tiba di rumah Biru "masuk raa" kata Biru, "Assalamualaikum Bu, Biru pulang" ucap Biru lantang saat memasuki rumahnya "Waalaikumsalam bi, eh ada Nara ayo masuk raa" ucap ibunya dengan segera ketika melihat Nara berdiri di depan pintu malu-malu, Nara pun segera masuk dan mencium tangan Ibu Biru, "udah makan belum raa? Makan di sini ya kebetulan ibu masak makanan kesukaan Nara hari ini" ucap Ibu dengan semangat kepada Nara "wah masak apa nih bu?" "Ibu masak ayam balado kuah hari ini, Nara suka kan?" Nara pun sontak terkejut sekaligus terharu mendengar Ibu Biru yang begitu baik dan perhatian kepada Nara, Nara berucap dalam hatinya "papah, mamah mana tau makanan kasukaan Nara?" saat Nara terdiam dengan lamunannya, Biru pun memanggil Nara "raa? Suka kan?" Nara pun sontak terkejut dan menjawab dengan seamangat "iyaa bu Nara suka itu", Mereka pun langsung makan bersama, terlihat sekali betapa Nara sangat disayangi dan dicintai oleh keluarga Biru, sikap hangat keluarga Biru membuat Nara merasa ia mempunyai sosok keluarga utuh lagi dalam hidupnya. Setelah selesai makan, Nara dan Biru pun mengerjakan tugas sekolah bersama, di sela sela mengerjakan tugas mereka pun berbincang mengenai apa yang akan mereka lakukan setelah lulus SMA, "bi kalo udah lulus kuliah di Jakarta kan?" kata Nara dengan yakin kepada Biru, pertanyaan itu membuat Biru terkejut, Biru sebenarnya sudah mendaftar beasiswa kuliah di Jerman dan sosok yang akan sangat menentangnya adalah Nara, karena selama ini hanya Biru lah sosok yang menemani Nara, sosok yang sangat peduli kepada Nara, jadi tidak heran jika Naraakan sangat kecewa ketika mendengar keputusan Biru untuk melanjutkan kuliah di Jerman. "bii" panggil Nara memecah lamunan Biru "eh iya raa sorry, belum kepikiran nih kuliah kemana hehe" "halah seorang Biru, peringkat satu SMA Tunas Bangsa mana mungkin belum kepikiran kuliah dimana" kata Nara dengan tawanya kepada Biru. Melihat Nara seperti itu semakin memberatkan Biru untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Nara, jadi Biru memutuskan untuk menunda hal itu dan menunggu waktu yang pas untuk mengatakannya kepada Nara.
Keesokan harinya Nara dan Biru seperti biasa pergi ke sekolah bersama, di sekolah mereka sangat sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, karena tidak terasa seminggu lagi mereka akan menghadapi ujian akhir, jadi tidak heran jika mereka sangat disibukkan dengan berbagai hal yang menyangkut pemenuhan syarat ujian akhir. Saat itu sedang jam istirahat, Kia dan Nara terlihat sedang berjalan di lorong kelas, mereka baru saja membeli makanan dari kantin, dan dari arah yang berlawanan terlihat ada Biru yang berjalan ke arah mereka "raa dari mana?" sapa Biru kepada Nara "dari kantin bi, kenapa?" "pulang sekolah dpr yu, biasa belajar" kata Biru kepada Nara dan Kia "kenapa si bi ngajak belajar mulu bosen dah" kata Nara dengan sedikit merengek kepada Biru, Nara hanya tersenyum melihat tingkah Kia "mau ga? Kalo males ya gausah ki, jadi kita bertiga aja" kaat Biru meledek Kia, "iya iya gue ikut, gini nih kalo otak pas pasan, mau ikut gue males, kaga ikut gue sadar diri" ucap Kia merengek lagi, Nara dan Biru hanya tertawa melihat tingkah Kia.
Bel pulang pun berbunyi, seluruh siswa di kelas bersorak senang, sore itu hujan mengguyur Jakarta dengan cukup deras, seperti biasa Biru telah berdiri menunggu Nara di depan kelas, melihat Nara datang denagn wajah yang lesu membuat Biru berfikir untuk mengembalikan mood Nara "maaf apakah benar ini dengan Nara Cesla Nasution?" sapa Biru kepada Nara, mendengar hal itu Nara tersenyum lebar "lemes amat bu, kenapa?" tanya Biru kepada Nara, Nara hanya menghela nafas dan menjawab Biru "cape bi hehe" "semangat ya Nara" kata Biru dengan senyum lebar di wajahnya, Nara hanya dapat berkata dalam hatinya bahwa ia sangat beruntung mempunyai sosok Biru di hidupnya, Biru menjadi teman sekaligus orang yang paling mensupportnya, Nara hanya bergeming di hatinya  membayangkan jika sosok Biru tiba-tiba menghilang dari hidupnya. "raaa hello" ucap Biru memecah lamunan Nara "sorry bi, Nara banyak pikiran" jawab Nara sambil berlalu dari Biru.
Sesuai dengan janji saat tadi istirahat, Nara, Biru, Adi dan Kia berkumpul di dpr (di bawah pohon rindang) untuk belajar bersama, saat sedang belajar mereka pun berbincang tentang tujuan pendidikan mereka setelah lulus SMA "raa lanjut mana nih?" kata Kia "Jakarta aja ki kayanya, bareng Biru juga iya kan bi?" kata Nara sambil tertawa dengan fokusnya pada buku tulisnya, mendengar perkataan Nara itu Biru hanya tersenyum tanpa sepatah kata pun. "bukannya Biru udah daftar beasiswa di Jerman ya?" kata Adi dengan santai, mendengar hal itu Biru dan Nara sontak terperanjak dari tempatnya,terlihat betapa terkejutnya Nara saat mendengar hal itu,Biru hanya bisa diam dan menatap Nara "guys Nara pulang duluan ya, gaenak badan"ucap Nara tibatiba kepada teman-temannya "loh lo ngga bareng Biru? Bukannya selalu dianter Biru ya ra?" kata Kia dengan heran kepada Nara "kenapa ra? Kamu sakit?Biru anter pulang ya?" tambah Biru kepada Nara dengan mimik wajahnya yang panik "engga usah bi, im okay" kata Nara dengan singkat kepada Biru. Biru yakin bahwa ada yang tidak beres dengan Nara, tidak biasanya Nara pulang tidak dengannya,dan baru saat itu pula Nara menatap Biru dengan tatapan yang berbeda seperti ada kemarahan dan kesedihan yang dalam di matanya, Biru punlangsung menyadari bahwa Nara bersikap seperti itu karena ia kecewa dengan keputusannya untuk melanjutkan pendidikan di Jerman, apalagi Nara tidak mengetahui hal itu dari Biru melainkan dari mulut orang lain.
Semenjak hari itu Nara sikap Nara berubah kepada Biru, Nara tidak lagi menghubungi Biru, ia tidak lagi pergi dan pulang sekolah bersama Biru, dan sejak saat itu Nara menjadi sosok asing bagi Biru, Biru sudah berkali kali meminta maaf kepada Nara dan mencoba menjelaskan alasannya mengapa ia tidak memberi tahu Nara tentang keberangkatannya ke Jerman. Hingga saat mereka selesai ujian dan menerima kelulusan pun, Nara masih bersikap sama kepada Biru. Suatu malam Biru hendak berpamitan kepada Nara, ia memutuskan untuk datang ke rumah Nara "raa aku harap kamu baca ini,aku ada di depan gerbang" tertulis pesan Biru kepada Nara yang baru saja Nara baca,sontak Nara terkejut dan segera meliht keluar jendel, Nara bingung harus melakukan apa, di satu sisi ia sangat ingin menemui Biru namun di sisi lain ia masih kecewa terhadap keputusan Biru. Biru yang sudah sejak lama menunggu sadar bahwa Nara mungkin masih kecewa dan tidak mau menemuinya, Biru pun akhirnya berteriak "raa are you okay? Biru besok berangkat" mendengar hal itu Nara pun terperanjak dan segera menuruni tangga, gangannya gemetar,wajahnya pucat, sangat terlihat kesedihan dan kekecewaan yang mendalam di raut wajahnya, tak lama kemudian Nara pun membuka pintu rumahnya dan melihat Biru berdiri di depan gerbang rumahnya "raa" ucap Biru kepada Nara "bi sorry, tapi ini nyakitin aku banget, kamu satu satunya orang yang ada di samping aku selama 15 tahun terakhir, aku butuh kamu bi" kata Nara kepada Biru bersama isakkan tangisnya "ra, aku pasti balik aku janji, ini demi keluargaku ra, aku pastiin kamu baik baik aja disini, kamu punya orang tua aku" kata Biru menenangkan Nara, mendengar perkataan Biru akhirnya Nara sadar bahwa sikapnya selama ini egois, ia hanya memikirkan kebahagiaannya saja tanpa memikirkan kebahagiaan Biru dan orang tuanya."sorry bi sikap aku terlalu kekanan-kanakan, balik yaa,pulang Jakarta harus udah punya gelar okay?" kata Nara kepada Biru, akhirnya Nara pun mengihklaskan kepergian Biru ke Jerman.
Selama Biru di Jerman, Nara menjadi sangat akrab dengan keluarga Biru, ia telah dianggap seperti anak sendiri oleh keluarga Biru. Nara tidak lagi menjadi anak yang anti sosial, kini ia mejadi sosok yang mudah berinteraksi dengan orang lain. Sejak saat itu Nara mendapat pelajaran untuk hidupnya, bahwa hal yang paling penting bukanlah tentang kebahagian diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H