Pemenuhan ASI eksklusif bagi karyawan perempuan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Walaupun sudah ada regulasi seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan dan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, implementasi di lapangan belum optimal. Banyak ibu bekerja masih kesulitan mendapatkan waktu dan fasilitas memadai untuk menyusui atau memerah ASI selama bekerja. Perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) menegaskan bahwa hak ini harus dijamin oleh negara melalui kebijakan efektif dan pelaksanaan yang kuat, baik di sektor publik maupun swasta.
Ibu pekerja sering terhambat jadwal kerja padat dan keterbatasan waktu istirahat, yang mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI eksklusif. Hambatan lain mencakup minimnya pengetahuan, fasilitas laktasi di tempat kerja, serta kesadaran perusahaan. Padahal, ASI eksklusif memiliki banyak manfaat kesehatan, seperti menurunkan risiko infeksi pada bayi dan mencegah kanker pada ibu. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan perusahaan dengan menyediakan ruang laktasi dan hak menyusui dapat meningkatkan durasi menyusui serta memberikan dampak positif terhadap produktivitas dan kesehatan tenaga kerja.
Data ASI Eksklusif di IndonesiaSurvei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat proporsi ASI eksklusif untuk bayi usia 0-5 bulan sebesar 68,6%. Namun, data khusus mengenai ibu pekerja masih minim. Kota Semarang, misalnya, hanya memiliki sedikit perusahaan yang menyediakan ruang laktasi meski terdapat ribuan perusahaan di wilayah tersebut. Penelitian di Semarang menunjukkan bahwa 83,3% ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif, sebagian besar karena minimnya fasilitas laktasi.
Perspektif Hukum
Regulasi nasional seperti UU No. 13 Tahun 2003 dan PP No. 33 Tahun 2012 menekankan hak karyawan perempuan untuk menyusui. Pasal 30, 34, dan 35 PP 33/2012 mewajibkan perusahaan menyediakan fasilitas menyusui dan waktu bagi ibu pekerja untuk memenuhi ASI eksklusif. Selain itu, konvensi internasional seperti Konvensi ILO No. 183 dan CEDAW juga mendukung pemenuhan hak ini.
Hambatan Implementasi
- Kurangnya Kesadaran: Banyak perusahaan belum mengadopsi kebijakan mendukung ASI eksklusif.
- Fasilitas Tidak Memadai: Tempat kerja umumnya masih minim ruang laktasi.
- Stigma: Ada budaya kerja yang kurang mendukung ibu menyusui.
Rekomendasi Kebijakan
- Penegakan Hukum yang Lebih Ketat: Pengawasan terhadap pelaksanaan hak ASI di tempat kerja harus diperkuat.
- Insentif bagi Perusahaan: Memberikan penghargaan dan insentif pajak bagi perusahaan yang mendukung kebijakan ramah ibu menyusui.
- Edukasi dan Kampanye Publik: Kerjasama pemerintah dan LSM untuk meningkatkan kesadaran pentingnya ASI eksklusif.
- Penyediaan Fasilitas Memadai: Kewajiban penyediaan ruang laktasi yang nyaman dan privat.
- Monitoring dan Evaluasi: Melakukan pengawasan berkala terhadap pelaksanaan kebijakan.
PenutupDukungan terhadap pemenuhan ASI eksklusif bukan hanya soal kesehatan, melainkan juga aspek HAM dan produktivitas bangsa. Dengan penerapan regulasi yang lebih baik, kesadaran, dan komitmen bersama, pemenuhan hak ibu bekerja akan tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H