Sektor industri nikel Tanah Air kini tengah kelabakan. Kebijakan pajak progresif untuk ekspor nikel yang baru-baru ini diberlakukan lewat PP No.26 Tahun 2022 disebut merugikan para pengusaha industri nikel dalam negeri. Benarkah? Pada bagian apa saja letak kerugian yang dimaksud?
FYI, lewat pajak progresif ekspor, produk nikel yang telah diolah di smelter yang terintegrasi dengan pertambangan wajib dikenakan biaya pajak ketika akan diekspor. Beban pajak ini belum termasuk pajak badan perusahaan dan pajak karyawan yang dibayarkan.Â
Sedari awal, tujuan hilirisasi nikel adalah membuat produk-produk bernilai tambah tinggi dan mampu berkompetisi di tengah ketatnya persaingan global. Akan tetapi, hal tersebut tidak serta-merta membuat pemerintah bisa 'ambil jatah' sebelum sebuah produk diekspor, kan?
Toh, bukannya pemerintah juga ujungnya akan kebagian rentetan profit ekspor produk olahan nikel?Â
Bertambahnya satu beban pajak juga membebani objek pajak tersebut, apalagi di saat harga nikel dunia tak semoncer sekarang dan bisa sewaktu-waktu jatuh di harga yang tidak menguntungkan. Tentunya hal ini bisa menyusahkan perusahaan yang harus berhadapan dengan berbagai situasi tidak menguntungkan.Â
Bagaimana tidak, pendapatan sudah berkurang, tidak ada jaminan pemberian insentif dari pemerintah, namun harus tetap mengempani pajak kepada pemerintah ketika mau jualan.
Hal yang patut dikhawatirkan dengan terlalu banyaknya beban pajak adalah efisiensi besar-besaran. Biaya operasional akan ditekan, perampingan jumlah karyawan, bahkan penyusutan kualitas produk. Jika hal ini terjadi, keuntungan bisa pergi menjauh dan kebuntungan bisa datang mendekat!Â
Kalau kita tilik ke belakang, kurang berbakti apa industri nikel Indonesia? Presiden Jokowi bahkan pernah menyanjung-nyanjungkan hilirisasi nikel yang dulunya berjalan adem ayem, ternyata mampu membuat ekspor besi-baja Indonesia meroket tiap tahunnya, bahan meningkat 18 kali lipat.
Namun apakah jumlah ekspor besi-baja bisa naik melonjak di masa-masa mendatang? Hal ini disangsikan kala sejumlah pengusaha di bidang nikel justru menjelaskan bahwa kebijakan pajak progresif ekspor hanya akan menekan industri nikel dalam negeri. Seperti yang diutarakan oleh Bernardus Irmanto selaku Direktur Keuangan PT Vale Indonesia saat dihubungi oleh CNBC Indonesia di Januari 2022 lalu.Â
Lebih lanjut, menurut Bernardus, downstream facility yang ada di Industri nikel belum  disiapkan sempurna. Padahal, fasilitas-fasilitas hilirisasi lah yang harus diperhatikan terlebih dahulu karena menyangkut kegiatan operasional sehari-hari.Â