oleh: Hasna Fikriyah
Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir STAI Al-AnwarÂ
Â
Seperti yang telah diketahui, Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Berdasar Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2022 tentang Program Paskibraka, pembentukan Paskibraka tidak disiapkan sebatas untuk menaikkan dan menurunkan bendera pusaka pada peringatan upacara Kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi menjadi suatu program pengkaderan calon pemimpin bangsa yang berkarakter Pancasila. Sistem pembinaan dan pelatihan tersebut terdiri dari pembelajaran aktif ideologi Pancasila dan pemantapan nilai wawasan kebangsaan, pelatihannya yang terdiri dari pelatihan baris-berbaris dan pelatihan kepemimpinan, serta pengasuhan agar terbentuknya generasi yang tangguh, mandiri, dan berkarakter Pancasila menjadikan para Paskibraka memiliki jiwa yang siap menjadi calon pemimpin bangsa di masa depan yang berjiwa nasionalisme dan Pancasilais. Pada pelaksanaan upacara peringatan Kemerdekaan Indonesia, Paskibraka menjadi simbol utama yang juga melambangkan semangat persatuan dan kesatuan. Â
Pada tahun 2024 ini muncul kabar bahwa Paskibraka yang berhijab lantaran terpaksa mencopot jilbab karena ketentuan melarangnya dengan beralaskan keseragaman. Kabar tersebut muncul ketika beredarnya momen pengukuhan 76 anggota Paskibraka di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 13 Agustus 2024. Terdapat 18 anggota Paskibraka yang kesehariannya memakai jilbab terlihat tidak mengenakannya, hal itu terlihat jelas dari foto-foto yang dibagikan pihak istana bersama Presiden Jokowi, sejumlah menteri dan kepala BPIP Yudian Wahyudi. Penanggung jawab Paskibraka 2024 saat ini adalah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Pembina Paskibraka Nasional 2021, Irwan Indra menuding bahwa kewajiban copot jilbab bagi Paskibraka merupakan ulah BPIP. "Pasti BPIP, karena sekarang yang bertanggung jawab mengurusi Paskibraka 2024 adalah BPIP", ujar Irwan ketika dikonfirmasi Republika.co.id di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Ketentuan baru tersebut tidak hanya menimbulkan polemik, namun juga terlihat adanya ketidakpaduan antara kebijakan tersebut dengan prinsip-prinsip dalam Pancasila. Keputusan itu dianggap mengingkari toleransi yang menjadi fondasi bangsa terutama jika mengingat bahwa larangan ini diputuskan oleh BPIP, dimana seharusnya BPIP merupakan lembaga yang menjadi garda terdepan dalam menjaga nilai-nilai Pancasila diantaranya toleransi, pluralisme, dan kebebasan beragama. Dalam KBBI, toleransi memiliki arti kecenderungan sikap menenggang (menghargai, memperbolehkan, dan membiarkan) pendirian (pandangan, kepercayaan, kelakuan, kebiasaan, dan sejenisnya) pihak lain yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Dengan adanya toleransi tersebut bangsa dapat menghindari konflik sosial yang bisa memecah persatuan dan kesatuan terutama Indonesia yang merupakan sebuah negara yang memiliki keragaman yang sangat banyak, dimulai dari suku, budaya, hingga agama. Dimana dari keragaman tersebut akan membentuk negara yang rukun jika mengamalkan sikap toleransi dan pluralisme. Sedangkan Pluralisme sendiri merupakan sebuah pemahaman untuk menghargai perbedaan, juga bisa diartikan sebagai sebuah kesediaan menerima keberagaman untuk hidup toleran pada perbedaan. Adanya pluralisme dapat membantu proses pengaplikasian tindakan yang dimana fokus pada pengakuan mengenai kebebasan beragama, berfikir, maupun mencari informasi. Sila pertama Pancasila berisi "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang memiliki maksud bahwa Indonesia menjunjung tinggi kebebasan beragama. Tidak bisa terpungkiri, mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam dan Indonesia menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Jilbab, sebagai ekspresi dari keimanan dan ketaatan para Muslimah menimbulkan ironi yang sangat mendalam setelah keluarnya keputusan larangan tersebut karena terasa mengingkari realitas sosial di Indonesia dan tiadanya keadilan.
Menurut John Rawls dalam teori Justice mengungkapkan bahwa keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, seperti halnya kebenaran dalam sebuah pemikiran. Keadilan tersebut membawa 3 klaim moral, berupa masalah otonomi dan independensi warga negara, distribusi yang adil, dan responsibility. Sebuah keadilan tidak dapat diukur tanpa ketiga hal tersebut. Dalam kasus ini otonomi dan independensi memang teringkari, pengingkaran oleh hak warga negara untuk memiliki kebebasan mengatur dan bertindak atas dirinya sendiri. Kebijakan larangan baru tersebut mendiskriminasi secara distribusi kebebasan beragama dan identitas budaya mereka. Jika dilihat dalam aspek responsibility yang merupakan beban kewajiban dan tanggung jawab yang adil kepada orang lain. Responsibility adalah pernikahan antara hak dan kewajiban. Â Para Muslimah berhak mempercayai dan menjalankan syari'at dalam agamanya berupa pemakaian hijab, dimana hal itu juga mereka sekaligus menjalankan kewajibannya sebagai para Muslimah. Sebagai lembaga yang bertugas menjaga dan merawat Pancasila telah mengingkari prinsip yang dianut Pancasila berupa toleransi dengan membatasi hak manusia untuk mengekspresikan keyakinannya.
Keadilan menurut Rawls didasarkan pada 'fairness' atau dalam bahasa Rawls disebut Pure Procedural Justice. Gagasan fairness ini menggabungkan dua pandangan, yaitu konsep natural law dimana menuangkan sebuah konsep dalam kewajiban masing-masing individu dan konsep goverment yang menunjukkan bahwa negara yang ada harus bersikap adil.
Bila ditarik kesimpulan, kasus ini mengingkari prinsip Pancasila dalam hal keadilan yang berinti peradilan di Indonesia masih belum merata. Apakah dengan beralaskan keseragaman harus mengorbankan hak individu untuk mengekspresikan keyakinannya? Bagaimana bisa dikatakan adil bila diberi keputusan seperti ini? Agama di Indonesia yang dinaungi Pancasila sudah tertera jelas, dan Pancasila memiliki prinsip menghormati segala keyakinan dan tata cara hidup dalam tiap agama. &rb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H