Mohon tunggu...
Hasna Humaira
Hasna Humaira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Undergraduate Psychology Student at Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Afek Positif dan Negatif dalam Membentuk dan Memelihara Hubungan Sosial

1 Desember 2024   17:32 Diperbarui: 1 Desember 2024   18:06 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Manusia, sebagai makhluk sosial, membutuhkan interaksi dan koneksi dengan orang lain. Hubungan sosial, yang merupakan jalinan interaksi antara individu, membentuk fondasi kehidupan kita, memengaruhi kesejahteraan emosional, mental, dan bahkan fisik kita. Namun, dinamika hubungan sosial jauh lebih kompleks daripada sekadar interaksi sederhana. Afek, baik positif maupun negatif, memainkan peran krusial dalam membentuk, memperkuat, dan bahkan merusak hubungan-hubungan ini. Harapan, E., Pd, M., Ahmad, S., & MM, D. (2022). Pemahaman yang mendalam tentang bagaimana afek positif dan negatif berinteraksi dan memengaruhi dinamika sosial sangat penting untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat dan bermakna.

Pengaruh Afek Positif terhadap Hubungan Sosial

Afek positif, seperti kebahagiaan, cinta, dan rasa syukur, bertindak sebagai katalis utama dalam membangun dan memperkuat hubungan sosial. Emosi-emosi ini membentuk ikatan emosional yang kuat, menumbuhkan rasa saling percaya, dan mendorong kerjasama yang harmonis. Individu yang merasakan kebahagiaan cenderung lebih terbuka, empati, dan mudah bergaul, sehingga lebih mudah menjalin hubungan yang bermakna. Mereka lebih toleran terhadap kesalahan, lebih mau berkompromi, dan menciptakan ikatan yang lebih langgeng. Ekspresi afek positif, seperti senyuman, tawa, dan ungkapan kasih sayang, menciptakan lingkungan yang nyaman dan mendukung, mendorong interaksi sosial yang lebih sering dan mendalam.

Dampak Afek Negatif pada Hubungan Sosial

Sebaliknya, afek negatif, seperti kemarahan, kecemasan, dan kesedihan, dapat merusak bahkan menghancurkan hubungan sosial. Emosi-emosi ini menciptakan jarak emosional, mengurangi kepercayaan, dan memicu konflik. Kemarahan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perselisihan yang merusak hubungan. Kecemasan yang berlebihan membuat individu tertutup dan sulit berinteraksi, menghambat pembentukan hubungan baru. Namun, penting untuk mempertimbangkan konteks dan cara afek diekspresikan. Afek negatif yang diekspresikan secara konstruktif, misalnya melalui komunikasi asertif dan penyelesaian konflik yang sehat, justru dapat memperkuat hubungan. Sebaliknya, afek positif yang dipaksakan dapat dianggap manipulatif dan merusak kepercayaan. Komunikasi terbuka, kemampuan mengelola emosi secara efektif, dan empati sangat penting untuk membangun hubungan yang sehat. Intensitas dan durasi afek juga berperan; afek negatif yang sementara dan ringan mungkin tidak berdampak signifikan, sementara afek negatif intens dan berkepanjangan dapat merusak hubungan. Afek positif yang berlebihan dan tidak realistis juga dapat menciptakan ekspektasi yang tidak terpenuhi dan memicu kekecewaan. Sehingga, keseimbangan antara afek positif dan negatif, serta kemampuan mengelola keduanya, merupakan kunci hubungan sosial yang sehat dan berkelanjutan. Satira, A. U., & Hidriani, R. (2021).

Peran Otak dalam Pengelolaan Afek

Otak memainkan peran sentral dalam pengelolaan afek dalam hubungan sosial. Beberapa struktur otak terlibat langsung untuk mengendalikan emosi yang muncul selama interaksi sosial. Misalnya, Amygdala membantu mendeteksi dan memproses informasi negatif, seperti ketakutan atau kemarahan. Sementara itu, Prefrontal cortex (PFC) terlibat langsung dalam regulasi emosi, kontrol diri, dan adaptasi terhadap situasi sosial. Selain itu, Insula juga memiliki peran penting dalam persepsi tubuh terkait dengan emosi, yang mempengaruhi bagaimana kita merasakan dan merespons emosi dalam konteks sosial.

Sebaliknya, ketika afek negatif muncul, struktur otak yang lebih berhubungan dengan ancaman dan stres cenderung lebih aktif, menghasilkan respons yang lebih defensif dan kurang empatik dalam interaksi sosial.

Peran Neurotransmitter dan Hormon dalam Hubungan Sosial

Neurotransmitter dan hormon berperan besar dalam mengatur afek selama interaksi sosial. Dopamin, misalnya, dilepaskan ketika seseorang merasa bahagia, memperkuat ikatan sosial dan memotivasi untuk terus berinteraksi.

Serotonin membantu menjaga stabilitas suasana hati. Ketika kadarnya seimbang, serotonin menciptakan perasaan nyaman dan aman, membantu mengurangi konflik atau kecemasan dalam hubungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun