Ada bau tak sedap, setiap kali melintasi jalan Bojongkarya 1, Desa Rengasdengklok Selatan, Kabupaten Karawang. Pasalnya di sepanjang jalan ini, sampah-sampah menumpuk hingga membusuk. Sebagian menyasar area persawahan, Sebagian lagi tercecer ke bahu jalan.
Para pengguna jalan disuguhi pemandangan, tumpukan sampah sepanjang hampir 100 meter di pinggir Jl. Bojongkarya I R.Dengklok Sel., Kec. R.Dengklok, Karawang, Jawa Barat. Ironinya sampah-sampah domestik itu sudah bertahun-tahun berdiam di pinggir jalan raya...Pemerintah setempat cenderung abai. Penumpukan sampah yang terus menerus menyebabkan bau tak sedap dan pencemaran lingkungan dan mengganggu masyarakat sekitar.
Salah satu warga Dusun Bojongkarya berinisial SK (51 tahun) mengungkapkan tumpukan sampah kerap kali berterbangan ke sisi jalan dan mengganggu warga dan pengguna jalan. "Saya pribadi merasa terganggu, soalnya tumpukan sampah ini kan merusak pemandangan lingkungan sekitar dan di saat hujan turun jadi menimbulkan aroma yang tak sedap" ujar kepada tim Liputan Investigasi Universitas Singaperbangsa Karawang.
Ketua RT setempat, Nanang mengatakan tumpukan sampah ini telah tertimbun selama lebih dari 1,5 tahun. Ia menyebut kalau pemerintah setempat sempat melakukan pembersihan dan pengangkutan sampah.
Hanya saja, pengangkutan tidak berlangsung secara berkelanjutan, sehingga sampah semakin menumpuk. "Karena (pengangkutan) nggak lanjut, jadinya ya menumpuk lagi sekarang," ujar Nanang kepada Tim Liputan.
Dari penelusuran Tim Liputan Investigasi Unsika, sampah di jalan Rengasdengklok itu berasal dari warga yang dikumpulkan pemulung. Diduga ada lebih dari satu pemulung yang membuang sampah di bahu jalan Rengasdengklok.
Salah satu pemulung yang enggan disebut namanya mengaku, mengumupulkan sampah dari warga sekitar. Pemulung tersebut mengutip Rp1.000 sampai Rp3.000, tergangtung banyak tidaknya sampah, untuk sekali angkut. Praktik ini dilakukan si Pemulung tadi, hampir setiap hari.
Jika dalam satu hari diperkirakan ada 10 kantong sampah yang diangkut, itu artinya pemulung tersebut bisa mengutip Rp10 ribu hingga Rp30ribu per hari. Kalau si Pemulung keliling ke warga-warga setiap hari kerja, artinya dia bisa memperoleh Rp200ribu sampai Rp600ribu per bulan.
"Saya memang biasa ngangkutin sampah dari orang-orang sini baru nanti saya buang ke bahu jalan. Biasanya per orang ngasih Rp 1.000 sampai Rp 3.000," pengakuan si Pemulung, 17 Desember 2022.
***
Abdurahman Wahid, Sekretaris Desa Rengasdengklok Selatan mengaku hanya tiga kali mengangkut dan membersihkan sampah-sampah yang berserakan dari bahu jalan Rengasdengklok. Sementara pembuangan sampah sembarangan di lokasi tersebut terjadi setiap hari.
Menurut Abdurahman, penyebab terhambatnya aktifitas pengangkutan sampah karena kurangnya armada yang dimiliki Dinas Lingkungan Hidup (DLKH) Kabupaten Karawang. Di samping itu, 90% anggaran pemerintah desa diperuntukan untuk pembangunan.
Pemerintah desa menyebutkan ada hambatan koordinasi dengan pihak DLHK. "Hal ini tentu menjadi salah satu faktor pemerintah desa tidak dapat menanggualngi permasalahan ini secara maksimal," ujar Abdurahman kepada Tim Liputan.
Penyebab lain, sambung Abdurahman, belum adanya Tempat Pembuangan Sampah yang dapat dipergunakan oleh warga setempat. Pihak pemerintah desa mengaku kesulitan untuk menyediakan fasilitas pengangkutan sampah.
Untuk kedepannya Abdurahaman berjanji akan melakukan beberapa strategi untuk mengatasi persoalan pembuangan sampah sembarangan di daerahnya. Pertama, pemerintah desa akan berkoordinasi lebih baik dengan DLHK Kabupaten Karawang untuk melakukan pengangkutan sampah secara berkala.
Kedua, mengadakan kerja bakti bersama Babinsa, Polsek Rengasdengklok, DLHK, RT/RW serta masyarakat setiap hari minggu. Ketiga, pihaknya akan memasang pagar dan papan yang bertuliskan larangan membuang sampah di sepanjang bahu jalan yang tercemar sampah.
Hal ini dilakukan karena selama ini tidak ada larangan tertulis dan himbauan pelarangan buang sampah di bahu jalan Rengasdengklok. "Nantinya setelah ini kita juga akan pasangkan pagar sama membuat papan dilarang buang sampah disana karena sebelumnya tumpukan sampah yang ada di belakang SDN 1 Bojongkarya berhasil teratasi dengan cara ini" jelasnya.
Janji terakhir pihak pemerintah desa Rengasdengklok Selatan yaitu, mensosialisasikan pembuatan lubang sedalam satu sampai dua meter kepada RT/RW setempat yang memiliki lahan lebih di tempat tinggalnya. Lubang tersebut bisa dijadikan tempat untuk membakar sampah rumah tangga.
"Sejauh ini kami juga sudah mengusahakan untuk melakukan sosialisasi lewat RT/RW setempat untuk warga yang masih punya lahan di rumahnya untuk membuat lubang dengan kedalaman sekitar satu sampai dua meter untuk membakar sampah" katanya.
Yayah Komariah, Kepala Subbagian TU UPTD Kebersihan Wilayah II dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Karawang membenarkan pihaknya, kekurangan armada untuk pengangkutan sampah. Meski demikian, hal itu tidak menjadi masalah
Karena jika ada koordinasi dan kerja sama yang baik, maka persoalan sampah di bahu jalan Rengasdengklok bisa diatasi. Dengan pengaturan jadwal pengangkutan sampah. "Harusnya dari desa membuat surat permintaan pengangkutan sampah ke Dinas Lingkungan Hidup, lalu nanti kita tindaklanjuti setelah arahan dari kepala dinas " katanya kepada Tim Liputan Investigasi Unsika.
Yayah menjelaskan bahwa permasalahan sampah tidak bisa diberatkan kepada satu pihak saja. Persoalan tumpukan sampah yang ada di bahu jalan Rengasdengklok, menjadi tanggung jawab banyak pihak seperti aparat desa, RT/RW setempat, ataupun masyarakat itu sendiri.
"Sebenarnya mengenai sampah itu bukan hanya tanggung jawab DLH saja tapi tanggung jawab kita semua. Kalau sudah ada kesadaran pribadi masing-masing, maka penumpukan sampah itu tidak akan terjadi," ujarnya.
Kepala UPTD Dinas Ligkungan Hidup dan Kebersihan, Iki menambahkan, sudah ada aktivitas pengangkutan sampah oleh armada DLHK setempat secara gratis di Rengasdengklok. Hanya saja untuk pengangkutan selanjutnya, membutuhkan biaya yang bisa dikutip dari iuran warga setempat.
"Kami sudah pernah melakukan pengangkutan ke TKP secara gratis, namun untuk seterusnya sesuai Peraturan Bupati (Perpub) yang ada pengangkutan selanjutnya membutuhkan biaya," kata Iki.
Pengamat lingkungan dari Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang, Rommy Laksono menjelaskan, bahwa permasalahan sampah di Indonesia tidak dapat diselesaikan dengan aturan tertulis saja, melainkan penanaman nilai-nilai dini dalam diri masyarakatnya itu sendiri. "Melalui pendidikan karakter, lalu membangun kebiasaan menjaga lingkungan dari generasi-generasi yang sekarang, dan mindset mereka" ujarnya.
Menurut Rommy, persoalan tumpukan sampah di bahu jalan Rengasdengklok, bisa diselesaikan dengan kolaborasi bersama semua elemen masyarakat. Kemudian, masyarakat juga bisa memilah sampah organik dan anorganik. Sampah-sampah anorganik bisa memiliki nilai ekonomi yang bisa dimanfaatkan untuk usaha-usaha UMKM di wilayah tersebut. "Sedangkan sampah organik, bisa dimanfaatkan dalam bidang pertanian untuk dijadikan pupuk organik s," ujarnya.
Tim Liputan Investigasi Unsika:
- Hasna Anisah
- Fathan Syafiq
- Yudi Suhaldhi
- Agnes Saskia Christine
- Restu Tri Mauliddinna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H