Yayah Komariah, Kepala Subbagian TU UPTD Kebersihan Wilayah II dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Karawang membenarkan pihaknya, kekurangan armada untuk pengangkutan sampah. Meski demikian, hal itu tidak menjadi masalah
Karena jika ada koordinasi dan kerja sama yang baik, maka persoalan sampah di bahu jalan Rengasdengklok bisa diatasi. Dengan pengaturan jadwal pengangkutan sampah. "Harusnya dari desa membuat surat permintaan pengangkutan sampah ke Dinas Lingkungan Hidup, lalu nanti kita tindaklanjuti setelah arahan dari kepala dinas " katanya kepada Tim Liputan Investigasi Unsika.
Yayah menjelaskan bahwa permasalahan sampah tidak bisa diberatkan kepada satu pihak saja. Persoalan tumpukan sampah yang ada di bahu jalan Rengasdengklok, menjadi tanggung jawab banyak pihak seperti aparat desa, RT/RW setempat, ataupun masyarakat itu sendiri.
"Sebenarnya mengenai sampah itu bukan hanya tanggung jawab DLH saja tapi tanggung jawab kita semua. Kalau sudah ada kesadaran pribadi masing-masing, maka penumpukan sampah itu tidak akan terjadi," ujarnya.
Kepala UPTD Dinas Ligkungan Hidup dan Kebersihan, Iki menambahkan, sudah ada aktivitas pengangkutan sampah oleh armada DLHK setempat secara gratis di Rengasdengklok. Hanya saja untuk pengangkutan selanjutnya, membutuhkan biaya yang bisa dikutip dari iuran warga setempat.
"Kami sudah pernah melakukan pengangkutan ke TKP secara gratis, namun untuk seterusnya sesuai Peraturan Bupati (Perpub) yang ada pengangkutan selanjutnya membutuhkan biaya," kata Iki.
Pengamat lingkungan dari Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang, Rommy Laksono menjelaskan, bahwa permasalahan sampah di Indonesia tidak dapat diselesaikan dengan aturan tertulis saja, melainkan penanaman nilai-nilai dini dalam diri masyarakatnya itu sendiri. "Melalui pendidikan karakter, lalu membangun kebiasaan menjaga lingkungan dari generasi-generasi yang sekarang, dan mindset mereka" ujarnya.
Menurut Rommy, persoalan tumpukan sampah di bahu jalan Rengasdengklok, bisa diselesaikan dengan kolaborasi bersama semua elemen masyarakat. Kemudian, masyarakat juga bisa memilah sampah organik dan anorganik. Sampah-sampah anorganik bisa memiliki nilai ekonomi yang bisa dimanfaatkan untuk usaha-usaha UMKM di wilayah tersebut. "Sedangkan sampah organik, bisa dimanfaatkan dalam bidang pertanian untuk dijadikan pupuk organik s," ujarnya.
Tim Liputan Investigasi Unsika:
- Hasna Anisah
- Fathan Syafiq
- Yudi Suhaldhi
- Agnes Saskia Christine
- Restu Tri Mauliddinna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H