Biografi Singkat Azyumardi Azra
Azyumardi Azra dilahirkan di Lubuk Alung, Sumatera Barat, pada 04 Maret tahun 1955. Cukup puitis arti nama dari Azyumardi Azra, yaitu "Permata Hijau" dalam lingkungan keluarganya, Azyumardi sering dipanggil dengan sebutan "Edy" atau "Mardi". Azra merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Beliau dibesarkan dalam lingkungan yang organis dan Islam modernis, namun ia justru merasa nyaman, asyik dalam tradisi Islam tradisional. Menurutnya "Pengalaman keislaman yang lebih intens justru saya dapatkan setelah saya mempelajari tradisi ulama dan kecenderungan intelektual mereka".
Ayah Azra Bernama Bagindo Azikar, ia memiliki profesi sebagai tukang kayu, juga pedagang kopra dan cengkeh. Meskipun tidak memiliki latar belakang akademik dalam bidang Pendidikan, tetapi ia memiliki tekad yang kuat untuk memberikan Pendidikan kepada anak-anaknya. Ayah Azra berasal dari Dusun Duku Sungai Limau, sedangkan ibunya berasal dari Dusun Cimpago Kampuang Dalam. Pada akhir tahun 1940-an, orang tua Azra pindah ke Lubuk Alung, sebuah kota yang terletak sekitar 25 km di Selatan Kota Pariaman, dan sekitar 30 km di sebelah Utara Kota Padang.
Berbeda dengan kebiasaan para pemuda Minang pada umumnya, Azra tidak mengikuti Pendidikan agama tradisional di Surau atau langar. Biasanya, para pemuda Minang pada masa remaja mereka akan pergi ke surau setiap sore dan malam, menginap di sana untuk belajar mengaji, melaksanakan shalat, dan beribadah lainnya. Namun, Azra tidak pernah mengalami pengalaman tersebut, ia menerima Pendidikan agama secara langsung dari ibunya sendiri, yaitu Ramlah, seorang guru agama lulusan Madrasah al-Manar. Madrasah ini merupakan Lembaga Pendidikan yang diwarisi dari para tokoh pembaharuan di Sumatera Barat, yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran gerakan pembaharuan Rasyid Ridha di Mesir.
Pendidikan yang ditempuh nya dimulai dari sekolah Dasar (saat ini bernana SDN 01 Lubuk Alung). Setelah itu dilanjutkan ke sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Gunung Pangilun Padang. Setelah menyelesaikan Pendidikan di PGAN pada tahun 1975, ayah Azra berkeinginan agar Azra melanjutkan kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padang. Namun, Azra tidak tertarik dengan pilihan tersebut. Ia ingin melanjutkan kuliah di Institut Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) atau belajar sejarah di Universitas Andalas (UNAND). Namun, orang tua Azra tetap menginginkan agar Azra kuliah di perguruan tinggi agama Islam. Akhirnya, Azra memutuskan untuk kuliah di IAIN yang terletak di Jakarta. Beberapa Pendidikan yang ia tempuh meliputi Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada tahun 1982, Master of Art (M.A.) pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of Philosophy (M.Phil.) pada Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of Philosophy Degree tahun 1992.
Azyumardi azra kini dikenal sebagai ahli sejarah yang telah menulis banyak buku, ia telah menulis tak kurang dari 18 buku tentang Islam. Koleksi bukunya sudah mencapai sekitar 15.000 judul buku. Namun, selain menulis, beliau juga sering diundang untuk mengisi seminar dan worshop nasional maupun internasional. Buku yang beliau tulis dan diterbitkan antara lain berjudul Jaringan Ulama (1994), Pergolakan Politik Islam (1996), Islam Reformis (1999), Konteks Berteologi di Indonesia (1999), Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (1999), Esei-Esei Pendidikan Islam, dan Cendikiawan Muslim (1999), Renaisans Islam di Asia Tenggara (1999), Islam Substantif (2000), Historiografi Islam Kontemporer (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional (2002), Reposisi Hubungan Agama dan Negara (2002), Menggapai Solidaritas (2002), Konflik Baru Antar Peradaban, Islam Nusantara; Jaringam Global dan Lokal, dan Surau; Pendidikan Islam Tradisional Dalam Transisi dan Modernisasi (2003); Shari'a and Politics (2004).
Kontribusi Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam Melayu-Nusantara
Azyumardi Azra memberikan kontribusi penting dalam sejarah Islam di Melayu-Nusantara melalui bagaimana menentukan arah perjalanan sejarah Islam di Melayu Nusantara. Dalam hal ini yang berpengaruh dalam menentukan arah perjalanan sejarah Islam yaitu jaringan Ulama, dimana para ulama senantiasa berusaha untuk selalu membangun komunikasi dengan sesama, bagaimanapun keadaannya, para ulama tetap mensyiarkan Islam. Dengan membangun komunikasi antar sesama, hal itulah yang menjadi sebuah jaringan yang dapat menentukan arah perjalanan sejarah Islam.
Selanjutnya, Azra berpendapat bahwa perjalanan sejarah Islam di Melayu-Nusantara harus dianalisis dengan mempertimbangkan perspektif glonal dan lokal secara bersamaan. Dalam konteks global, proses Islamisasi di Melayu-Nusantara harus dipahami sebagai bagian integral dan dinamika serta transformasi yang terjadi dalam dunia Islam secara keselurahan, termasuk interaksi dengan dunia Eropa. Walaupun demikian, penting unutk memperhatikan perkembangan Islam dari perspektif lokal. Ini dikarenakan masyarakt Muslim lokal juga memiliki "Jaringan kesadaran kolektif" mengenai perkembangan Islam yang berlangsung dalam masyarakat. Dengan mempertimbangkan perspektif global dan lokal secara bersama-sama, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai perjalanan Islam dan pembentukan identitas Islam di Melayu Nusantara.
Dalam hal ini Azra berpendapat bahwa perjalanan sejarah Islam di Melayu-Nusantara secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Islam di Arab dan wilayah Muslim lainnya. Pada penulisan sejarah Islam di Melayu-Nusantara, Azra tidak hanya memberikan informasi mengenai berbagai aspek sejarah Islam di wilayah tersebut, tetapi juga secara tidak langsung mengindikasikan adanya isu-isu yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Lalu Azra memberi warna Islam dan kesadaran sejarah uamt Islam di Melayu-Nusantara. Beliau pun memperkenalkan sejarah sosial di dalam historiografi Islam Melayu-Nusantara.
Historiografi Islam Melayu-Nusantara dapat diakui mengalami kecenderungan yang semakin global dan total. Hal ini dapat terlihat dari kajian-kajian yang berkenaan dengan Islam di Indonesia. Sejarah Islam di Indonesia tidak lagi dipandang hanya dari perspektif lokal seperti yang biasanya dilakukan oleh sejarawan, tetapi saat ini dalam perspektif global yang memandang hubungan sejarah Islam di Indonesia dengan perkembangan sejarah Islam di wilayah lain.