Memilih calon istri adalah satu fase penting dalam kehidupan seorang pria karena fase ini amat menentukan kualitas hidupnya di masa yang akan datang. Lebih lanjut keputusan yang diambil saat memilih calon istri ini konsekuensinya tidak hanya terbatas pada kehidupan di dunia saja, melainkan juga berlanjut hingga kehidupan yang selanjutnya, yaitu kehidupan akhirat.Â
Istri yang baik tidak hanya akan merawat suaminya secara jasmani, melainkan juga bisa menjadi sarana untuk melengkapi dan memelihara keimanannya. Dengan demikian seseorang yang memilih istri yang tepat telah mendapatkan salah satu jaminan kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat, sebaliknya mereka yang tidak berhati-hati di fase ini, maka akan mengalami penderitaan dan kesedihan, alih-alih ketentraman yang menjadi tujuan pernikahan.
Momen krusial dalam kehidupan manusia ini tidak luput dari perhatian Nabi Muhammad saw. sebagai pembawa syariat Islam. Beliau saw. telah memberikan petunjuk yang jelas kepada para pria Muslim untuk memilih pasangan hidupnya, yang dengan mengamalkannya seseorang akan mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangganya.
Petunjuk itu tercatat dalam hadits Nabi saw. berikut ini:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
"Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung." (HR. Al-Bukhari, No. 5090 kitab an-Nikaah)
Dalam hadits ini dijelaskan mengenai kriteria-kriteria dasar yang biasa dipakai seseorang ketika memilih calon istri. Dan kepada umat Muslim dinasihatkan supaya mereka mengutamakan sisi akhlak dan agama. Rasulullah saw. bersabda bahwa dengan cara seperti itu akan ada banyak keberkatan dalam rumah tangga.
Namun sayangnya banyak umat Islam sendiri yang mengabaikan sisi akhlak dan agama dalam menentukan pasangan hidup, dan hanya memandang dari aspek-aspek lainnya yang bersifat duniawi.
Ada yang menikahi seorang wanita karena terpesona dengan kecantikan parasnya, ada yang karena silau dengan asal-usul keturunannya, ada juga yang karena keserakahan akan hartanya. Mereka tidak berpikir bahwa semua itu adalah hal-hal yang sifatnya sementara dan tidak abadi, adapun sumber kebahagiaan rumah tangga yang sebenarnya adalah kondisi akhlak dan agama yang baik dari istrinya.
Banyak contoh kita dapati, seseorang menikahi wanita karena kecantikannya, kemudian ketika dikarenakan faktor usia kecantikan itu mulai memudar dan ia melihat wanita lain yang lebih cantik, maka ia berpaling darinya. Atau dikarenakan sehari-hari bergaul dengan istrinya mulailah nampak sifat-sifat buruknya, dalam kondisi seperti ini bukannya rumah tangga surgawi yang didapatkan, justru malah suasana rumahnya sendiri menjadi neraka.
Demikian juga halnya dengan asal keturunan, terkadang dikarenakan hal ini dalam hati istri timbul kesombongan dan merasa lebih besar dari suami yang mana hal ini merusak kebahagiaan rumah tangga.