Mohon tunggu...
haseo pranata
haseo pranata Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya seorang Pengabdi NKRI

dunia & akhirat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nguri-nguri

23 November 2016   17:07 Diperbarui: 23 November 2016   17:16 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nguri - nguri yang dalam bahasa diartikan melestarikan menjadi sebuah moment yang langka dalam prakteknya, di jaman yang serba mengedepankan teknologi, semua berlagak seakan tahu tentang semua hal dan bertindak jauh dari dasar norma-norma adat ketimuran. Semua berkiblat kebarat seakan matahari juga akan terbit dari barat, jika seperti ini selesailah sudah peradaban dunia ini yang baik terseret dalam kubangan, yang buruk terhanyut dalam lumpur. manusia suci sudah tidak ada lagi dan tak pandai menempatkan diri, pemimpin yang seharusnya menjadi panutan sudah tidak layak untuk menjadi panutan. Wacana ini menjadikan prihatin yang tidak diinginkan para leluhur pendahulu bangsa, mereka yang berjuang dengan darah dan jiwa harus merintih karena hati yang teriris melihat kebringasan dan cara hidup anak cucunya.

Seakan sudah hal yang wajar dengan istilah yang halal menjadi haram dan yang haram menjadi halal demi kepentingan nafsu sesaat, mereka melakukan itu dengan mencari-cari alasan supaya membenarkan diri yang padahal itu semua didasari oleh kepentingan pribadi supaya merasa dirinya menang dan dihormati, yang seperti itu apakah menjadi sebuah pembenaran dimana kekuasaan dan kedudukan disalah gunakan, dengan sadar atau tidak yang akibatnya akan dirasakan generasi dikemudian hari.

Dengan begitu seharusnya pemerintahan menjadi lini depan dalam proses pelestarian tradisi dan budaya namun dirasa masih kurang efektif dikarenakan ada oknum yang kategorinya mempunyai kekuasaan dan kedudukan melarang langsung kepada anak buahnya untuk melepaskan atribut yang dianggapnya sebagai bentuk dari sebuah nguri-nguri budaya jawa (iket). Lantas apakah kejadian diatas menjadi momok bahwa pondasi utama disektor yang seharusnya menjadi sebuah contoh bagi masyarakat bertindak seakan jauh dari kata nguri-nguri tersebut layak diperhatikan yang notabene masih kurang luas dalam berfikir dan mengambil keputusan yang tidak melihat dari sisi budaya.

Sebagai orang jawa yang berbudaya ketimuran seharusnya bangga akan identitas diri dan mampu berfikir luas tanpa mengedepankan kepentingan pribadi diatas orang banyak apa lagi dengan mempunyai kedudukan dan dipercaya memegang kekuasaan seharunya jangan terlalu menyombongkan diri cukup ingat bahwa diatas langit masih ada langit. (bersambung di komentar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun